Saat wisatawan datang, penduduk lokal juga tidak bertanya kepada para wisatawan agamanya apa. Sebab sebuah pulau wisata terbuka bagi agama apapun untuk mengunjunginya.
Ada banyak paragraf yang  ditulis oleh saudara  Susy Haryawan,  kemudian menghubungkan dengan mantan pastor dan pemurtadan.
Coba lihat secara gamblang isi sebuah berita di media. Â Kemudian komparasikan dengan media yang lain dengan genre yang sama. Â Agar anda bisa melihat sebuah peristiwa secara nyata tanpa harus memposisikan salah satu pihak sebagai terdakwa.
Hanya satu nama yang  disebut, tapi dalam rentetan masa Karimunjawa. Tidak salah to?
Coba baca  tentang psikologi massa
"Psikologi massa seringkali dipengaruhi oleh hilangnya tanggung-jawab seseorang dan pandangan akan perilaku universal; keduanya bertambah sesuai dengan jumlah massa"
Narasi-narasi provokatif memang sangat mempengaruhi kondisi. Â Sehingga konflik tersulut dengan mudah apalagi dengan aroma kebencian dan rasa ketersinggungan. Jadi klop kan?
Saya mengenal beberapa orang pemandu wisata yang ada  di sana dan masih berhubungan dengan baik sampai saat ini. Ketika saya mengkonfirmasikan masalah ini mereka bilang "jangan percaya isu media".
Mereka ingin pariwisata tetap hidup dan menghidupi orang-orang yang berada di dalamnya sebagai pelaku wisata.
Dan bila media terus memblow up sebuah peristiwa lalu orang-orang hanya melihat kulitnya tanpa pendalaman dan ikut menyebarkannya begitu saja, Â pasti sektor wisata di Karimunjawa akan terpukul dengan sendirinya. Â
Buat apa berkunjung kalau sebuah lokasi tak lagi ramah dengan para wisatatawan?