Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Operasi Plastik dan Upaya Merekonstruksi Diri

21 Februari 2020   09:19 Diperbarui: 21 Februari 2020   21:43 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang-orang  menginginkan bunga yang awet, tahan serangan serangga, mudah perawatannya, Indah dipandang mata, murah biaya produksinya, dan segala macam keinginan tentang bunga. 

Maka dibuatlah bunga plastik yang mirip aslinya. Semua bisa wujud terwakili dalam bunga plastik, dengan tambahan kualitas awet dan tahan kerusakan. Kecuali  satu hal yang sangat esensial yaitu aromanya.

Bunga palsu memang bertengger cantik sebagai hiasan, bahkan lebih mempesona dibanding bunga asli.  Tapi ia hanya terwujud sebagai pemanis buatan tanpa bisa memberi manfaat lebih sebagimana bunga yang asli. Bahkan kumbang pun  tahu, itu hanya bunga palsu yang tak mengandung saripati, hingga ia tak mau mendekati.

Manusia banyak yang merias diri, membeli peralatan make up mahal untuk mempercantik diri. Olesan merah di bibir, kelopak mata warna pelangi, pipi merona merah dengan lapisan bedak yang tebal, bahkan garis alis seperti batas katulistiwa, bulu mata palsu, tampilan mata palsu, payudara palsu, bahkan bokong palsu.

Kemajuan zaman memang mendorong manusia melakukan apapun demi bisa tampil mewah dan lebih percaya diri. Tak peduli dengan kondisi. 

Mereka menduplikasi diri seperti menggunakan topeng permanen yang melekat erat. Dan membohongi dirinya sendiri bahwa tampilan mereka dipublik akan lebih cantik, lebih bahenol, lebih seksi, dan lebih segalanya.

Bahkan ada yang rela melakukan operasi plastik sebagai sebuah upaya merekonstruksi bagian tubuh. Wajah, paha, dada, bokong, semua dirubah menjadi tubuh bentuk lain dengan identitas dan asal lahir yang sama.

Pelakunya tak merasa dibohongi. Pemggarapnya menarik keuntungan berlipat dari sebuah proses rekonstruksi.

Sebenarnya rekayasa bentuk tubuh lazim dilakukan oleh kedokteran dalam rangka merekonstruksi kerusakan permanen yang diakibatkan oleh sebuah kesalahan. Baik kesalahan genetika saat lahir atau kesalahan yang terjadi akibat bencana. Misal efek kebakaran atau sejenisnya. 

Dan semua yang direkonstruksi akan mengacu pada bentuk dan fungsi sewajarnya. Misalnya operasi bibir sumbing. Atau operasi transplantasi kulit yang terbakar.

Tapi pada tahap berikutnya operasi plastik menjadi sebuah trend di berbagai kalangan. Mereka berupaya menyulap diri dengan berbagai ornmanen tambahan yang mampu mengubah penampilan terasa berbeda dengan yang lain.  

Hari ini kita disuguhi manusia-manusia palsu berjasad campuran antara plastik dan kulit daging manusia. Mereka berlenggak-lenggok bergaya di atas panggung membius semua pemirsa dengan tampilan sempurna nyaris tanpa cacat.

Dan kita juga menyukainya sebagai sebuah trend gaya hidup yang makin menggejala.

Orang-orang merekonstruksi wajah dan beberspa bagian tubuh sudah tak lagi memperhitungkan biaya. Karena tujuannya hanya satu,  ingin tampil lebih sempurna.

Sebagaimana dirilis alodokter.com bahwa operasi ringan seperti rekonstruksi hidung dengan alasan estetika atau alasan kesehatan membutuhkan biaya  setidaknya 11 juta hingga 14 juta , dengan biaya tambahan sebesar 30-40 persen dari seluruh total biaya.

Operasi plastik, penambahan implan pada bagian tubuh mungkin sekedar merubah  penampilan dan meningkatkan rasa percaya diri pada seseorang.

Tapi operasi plastik tidak dapat mencegah malaikat maut datang menjemput. Menunda usia, atau mengelak dari sebuah nasib yang akan menimpanya.

Saya juga memiliki seorang tetangga yang terlanjur menyuntikkan silikon pada bibirnya, bibir yang semula cantik, jadi ndower seketika. Padahal ia sudah tak punya biaya untuk melanjutkannya.

Berapa sih umur manusia? Akankah manusia bisa menunda renta dengan menempelkan benda asing pada tubuhnya? Apakah proses pemalsuan diri lewat berbagai operasi plastik akan menaikkan daya jual seketika?

Jawabannya ada pada diri pribadi masing-masing. Seberapa besar bisa mensyukuri pemberian Tuhan sebagai nikmat yang tak bisa tergantikan.Dan seberapa besar manfaat yang dapat diambil dari sebuah proses rekonstruksi sebagai upaya untuk tampil percaya diri.

Ataukah kita memang menyukai barang palsu? Sebagaimana kita memilih emas imitasi yang harganya lebih murah,  musik bajakan yang didapat lebih mudah,  dan berbagai alat elektronik  black market yang berfungsi sama tapi kualitasnya berbeda?

Apapun yang dilakukan orang pada dirinya sendiri itu hak asasi, dan bukan hak kita untuk mencampuri.

Tapi setidaknya hal ini membuka cakrawala pemikiran kita sebagai manusia yang pandai mensyukuri, segala nikmat yang telah Tuhan beri.

Seperti kata orang Jawa Pesek yo ben, mrongos yo ben, sing penting seger kwarasan. (pesek biarin, tonggos juga biarin, yang penting sehat wal afiat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun