Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyai Sinta Nuriyah dan Kegusaran Mengenai Jilbab

24 Januari 2020   03:32 Diperbarui: 2 Februari 2020   05:18 5566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik jilbab kembali mengemuka saat Deddy Corbuzier menayangkan wawancara dirinya dengan istri Gus Dur, Sinta Nuriyah dan anaknya, Inayah Wahid dalam channel Youtube-nya pada 15 Januari 2020 lalu.

Akar Permasalahan

Saya pribadi berpendapat bahwa saat Deddy mengatakan "jilbab" maka yang dimaksudkannya adalah khimar. Sebab kita lazim menyebut seorang wanita berkerudung sedada yang mengenakan pakaian jenis apapun sebagai wanita berjilbab. Termasuk dalam kasus ini.

Deddy Corbuzier sebagai host terkesan kaget mendengar Nyai Sinta mengatakan bahwa mengenakan jilbab tidaklah wajib bagi seorang muslimah. Hingga ia mengulangi perkataan Sinta yang baru saja didengarnya dengan nada interogatif sembari mengikutkan "peringatan" bahwa pernyataan itu akan membesar pada waktunya. 

Benar saja, istri presiden RI ke-4 itu menuai badai. Setidaknya ada 3 hal yang memicu kegusaran masyarakat dunia maya terutama. 

Pertama tentu ucapan Nyai Sinta yang tak bersesuaian dengan jumhur (mayoritas) ulama. Yakni bahwa aurat perempuan yang kemudian membawa konsekuensi untuk ditutup ialah wajah dan telapak tangan. Dan itu juga menjadi pendapat para ulama mazhab Syafi'i yang merupakan mazhab fiqih para ulama NU.

Hal itu juga yang telah ditetapkan oleh Bahtsul Masail (pembahasan masalah-masalah sosial keagamaan) para ulama Jombang yang diketuai oleh salah satu pendiri NU, KH. Bisri Syansuri. 

Dalam Muqarrarat Syura Min Ulamai Jombang (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang) yang berisi 50 masalah yang pernah diputuskan pada masa Kiai Bisri memimpin, tertera mengenai batasan aurat perempuan. Yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sebagaimana pendapat Imam Syafi'i.

Pun, disebutkan di sana pendapat mujtahid sebelum Imam Syafi'i yakni Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa bagian yang bukan menjadi aurat perempuan adalah wajah, telapak tangan dan telapak kakinya*.

Yang ke dua adalah pernyataan tentang pentingnya belajar ilmu perangkat dalam rangka mengambil hukum dari al-Quran maupun al-Hadits. Sebagai contohnya ilmu nahwu dan sharaf. Dua ilmu tata bahasa ini amat penting dalam proses mempelajari dua sumber hukum Islam tersebut selain banyak disiplin ilmu lain tentunya. 

Mengatakan hal itu untuk memperkuat pernyataannya, bisa diartikan bahwa Sinta hendak menafikkan kapasitas keilmuan pihak lain yang berbeda pendapat dengannya. Padahal banyak ulama yang jelas kealimannya menyatakan bahwa bagian yang dikecualikan sebagai aurat hanyalah wajah dan telapak tangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun