Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buzzer? Bukan, Kami Lebih Fundamentalis dari Itu

13 Oktober 2019   07:04 Diperbarui: 13 Oktober 2019   09:08 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: pinterpolitik.com

"Aku buzzer Jokowi? Kok bisa?",sergah Badrun. Meski dengan intonasi tanya, dia sebenarnya sudah bisa menerka jawabannya. Selama ini di media sosial Badrun terkesan berada di posisi yang sejajar dengan orang-orang pro Jokowi seperti ahli-ahli medsos semisal Denny Siregar dan Abu Janda. Apalagi saat orang-orang memergokinya memiliki KartaNU, mungkin orang akan berkata, "Nhaaa, jelas. Iki mesti pro Jokowi". 

Padahal, sejatinya semua dalil yang mereka gunakan untuk memvonis Badrun adalah lemah bahkan amat lemah. 

Mazhab Politik Indonesia 

Dalam rentang waktu 5 tahun belakangan ini, dilihat dari orientasi politiknya publik tanah air diklasifikasi menjadi 2 golongan besar, pro Jokowi dan pro Prabowo. Begitu masifnya kompetisi antara 2 kekuatan politik itu membuat semua hal dikait-kaitkan dengan 2 figur tadi. Kalau nggak pro ini berarti ya pro itu. 

Siapa pun yang dipilih itu adalah hak setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat. Dukung mendukung dan saling menjatuhkan menjadi tontonan keseharian terutama di media sosial. 

Diwarnai dengan adu argumen, baik yang ilmiah maupun yang ngoyoworo (mengada-ada). Kadang ada yang sampai terlarut dalam penyebaran berita bohong demi menjatuhkan orang yang menjadi lawan dari yang didukungnya. 

Fenomena yang begitu bukan mainnya, mengingat di akhirat para tokoh yang dibelanya tak akan memberi syafaat dan memohonkan ampun atas segala kesalahannya di dunia. 

Dan aktivitas tuduh-menuduh itu pun menimpa orang yang sejatinya bukan siapa-siapa, seperti Badrun. Ya, Badrun adalah persona non grata dalam daftar kewarganegaraan pro Jokowi maupun pro Prabowo. 

Dia memilih untuk tidak memilih meski banyak kalangan mempromosikan faedah memilih dan mempresentasikan mudaratnya tak menunaikan hak suara. Jadi dia adalah seorang yang tak bermazhab dalam ruang politik tanah air. 

Lalu, mengapa orang-orang bisa menganggapnya sebagai pendukung Jokowi? Bahkan menuduhnya sebagai buzzer petahana itu? Dapet duit aja kagak, sumpe de, gitu katanya.

Sama Meski Tak Sejalan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun