Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jika Mahasiswa, Dosen, dan Pemerintah "Gagal Membaca Buku"

23 Januari 2019   17:01 Diperbarui: 24 Januari 2019   11:51 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://jakarta.tribunnews.com

Setiap masuk kelas, sering kali saya tanyakan pada mahasiswa, berapa buku yang dibaca setiap minggu? Kadang juga bertanya pada mereka, sudahkah sebelum berangkat kuliah, telah membaca buku atau koran?

Kenapa saya tanyakan tentang membaca koran, sebab mata kuliah yang saya ampu ialah ilmu komunikasi massa. Mata kuliah yang sangat terkait dengan dunia jurnalistik atau tulis menulis. Jika tidak membaca, bagaimana mungkin mereka bisa memahami dunia jurnalistik dengan baik.

Menurut laporan Tempo.co dan Republika.co.id, kemampuan membaca orang Indonesia nomor 60 dari 61 negara. Kita berada di bawah Thailand yang menempati urutan nomor 59. Kondisi ini menyebabkan indeks pembangunan manusia Indonesia nomor 133 dari 188 negara. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan, melihat Indonesia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa.

Hari selasa kemarin, saya masuk kelas semester 7, menggantikan kawan yang tidak masuk untuk masuk. Kebetulan materinya adalah etika penulisan ilmiah. Mahasiswa semester 7, menurut kesimpulan saya, mereka sudah bisa menulis proposal penelitian dengan baik.

Jadi, saat saya masuk kelas, seharusnya tinggal diskusi. Tidak perlu lagi membahas teknik menulis skripsi dari aspek teknis, bahasa, maupun metodologi. Seperti biasa, saya jelaskan pada mahasiswa semester 7 tersebut, menulis skripsi itu sangat mudah, syaratnya adalah membaca.

Itu saja maharnya, jika tidak membaca buku, maka jangan berharap bisa menulis skripsi. Jikapun bisa menulis, biasanya dipaksakan, atau menulis seadanya sebagai syarat kelulusan. Kondisi paling parah karena tidak pernah membaca, menulis skripsi adalah hasil mengkloning milik orang lain. Apalagi sekarang jaman internet, cloning skripsi dari internet (google.com), sering saya temukan pada beberapa mahasiswa.


Pada sesi kuliah tersebut, kemudian saya melakukan diskusi dengan mahasiswa. Tema mengarah pada etika penulisan skripsi.

"Berapa buku metodologi penelitian yang sudah teman-teman baca?" Saya bertanya pada mahasiswa. Sejenak mereka terdiam dan tidak menjawab.

"Pak, saya boleh bertanya...?" Salah seorang mahasiswa tidak menjawab pertanyaaan saya. Malahan mengajukan pertanyaan kritis.

"Baiklah, silakan bertanya. Kalau bisa akan saya jawab. Kalau bisa nanti saya jawab minggu depan...?" Saya tersenyum padanya. Hal yang menarik adalah saat terlibat diskusi dengan mahasiswa. Dan, pertanyaan itu memang saya tunggu-tunggu.

"Pak, kenapa sih harus menulis skripsi kalau mau lulus kuliah?" Ia bertanya tanpa merasa berdosa.

"Sebab ini sudah peraturan akademik dari negara dan pemerintah. Kalau tidak mau mengerjakan skripsi kalian jangan kuliah..."

Jawaban itu keluar begitu saja dari bibir. Saya belum memiliki jawaban yang bisa memuaskan pertanyaan mereka. Setelah itu saya jelaskan, bahwa skripsi itu sangat terkait dengan penelitian ilmiah. Kemudian, penelitian ilmiah itu untuk eksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Kenapa bapak mewajibkan mahasiswa untuk membaca buku? Sepertinya bapak memaksa mahasiswa untuk mau membaca? Kan tidak semua mahasiswa itu hobbi membaca buku? Saya juga tidak hobbi membaca buku.."

Salah seorang mahasiswa ikut bertanya. Mendengar pertanyaan itu, sepertinya saya ingin marah. Tetapi saya urungkan sajalah. Mungkin mahasiswa ini bertanya untuk menguji kesabaran saya.

"Begini..." Saya memulai menjawab.

"Membaca buku itu bukan hanya masalah hobbi atau tidak. Membaca buku sangat terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan.." Saya terus berpidato di hadapan mahasiswa itu.

"Indeks membaca kita sangat rendah. Maka indeks pembangunan manusia Indonesia juga rendah. Kalian paham apa sebabnya? Karena mahasiswa seperti kalian malas membaca. Jika, kalian malas membaca buku, bagaimana kelak bisa mengembangkan ilmu pengetahuan...?

Hampir satu jam saya ceramahi mahasiswa tersebut tentang manfaat membaca buku. saya juga ceramahi mereka tentang manfaat menulis setelah membaca buku. Kuliah yang seharusnya etika penulisan ilmiah, berubah menjadi kuliah motivasi membaca buku dan menulis buku.

Catatan di atas, hanya sebagian kecil cerita tentang mahasiswa yang tidak mau membaca buku. Mahasiswa juga tidak bisa disalahkan, pendidikan kita memang tidak membuat siswa menjadi hobbi membaca. Pendidikan kita hanya mengenalkan cara menghafal dan bukan cara membaca dan menulis.

Bisa jadi, ini merupakan salah dosen juga. Toh mungkin ada dosen yang tidak mengajari mahasiswa membaca buku menulis. Berita buruknya, mungkin ada juga dosen yang tidak mau membaca buku. dosen ini tidak mau belajar lagi. Mereka sudah merasa cukup menjadi dosen dan tidak mau belajar lagi.

Jika ada dosen yang tidak hobbi membaca buku. Lantas bagaimana mereka memberi contoh pada mahasiswa agar mau membaca buku dan menulis? Sepertinya, kesalahan ini bukan hanya pada dosen dan mahasiswa. Tetapi salahkan juga pemerintah yang tidak membuat desain kurikulum agar dosen dan mahasiswa hobbi membaca buku. Kurikulum pendidikan yang dibuat oleh pemerintah justru mengesampingkan kegiatan membaca buku. 

Desain kurikulum, mungkin harus dibuat materi kuliah dalam beberapa sks, mahasiswa wajib membaca buku. Bisa juga, membuat program studi yang khusus mempelajari cara membaca buku dengan baik. Setelah itu membuat program studi khusus untuk menulis selain ilmu jurnalistik tentunya. 

Tulisan di atas hanya catatan kecil, sebab ada kegundahan saat mahasiswa mengatakan tidak hobi membaca buku. Semoga kita menjadi bangsa yang mencintai membaca buku. Aamiin

Wallah a'lam bis shawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun