Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedakan Negara dan Pemerintah

6 Desember 2018   15:05 Diperbarui: 6 Desember 2018   15:20 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.plukme.com

Buku Cak Nun terbaru yang saya baca adalah "Kyai Hologram". Buku ini menjadi sebuah renungan tentang situasi sosial budaya dan politik di Indonesia yang kata dia "telah menjadi berkeping-keping. Cak Nun menuliskan kisah-kisahnya dari sudut pandang KPMB (Konsorsium Para Mambung). Orang yang dijadikan sudut pandang adalah orang-orang kecil atau rakyat jelata yang dibuang oleh pemerintah.

Saya menyukai buku-buku yang dituliskan oleh Emha Ainun Najib atau sering dipanggil Cak Nun. Membaca bukunya, seakan saya berbicara langsung dengan tokoh tersebut. Tokoh yang tidak pernah lulus kuliah, tetapi menghasilkan puluhan buku. Kadang saya malu, mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, tetapi belum bisa menuliskan buku layaknya Cak Nun.

Sebut saja beberapa bukunya "Markesot Bertutur", "Indonesia adalah Bagian dari Desa Saya", "Gelandangan Di Kampung Sendiri", "Anggukan Ritmis Sang Kyai" dan lain-lain. Tema buku tersebut terdiri dari lintas disiplin yaitu sosial budaya, agama, filsafat, pendidikan, politik, dan masih banyak lagi.

Meskipun bukan buku daras akademik ataupun buku hasil penelitian, buku-buku tersebut bisa menjadi sebuah refleksi atau renungan tentang kondisi riil di Indonesia. Kegerahan sosial budaya, politik, media, dan berbagai kisah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi catatan kritis dari Cak Nun.

Gaya bahasanya ringan dan cenderung ceplas ceplos. Tetapi, jika jarang membaca bukunya, kita akan sulit memahami apa makannya. Jika telah membacanya berulang-ulang kita akan menemukan bahwa buku tersebut merupakan renungan tentang kehidupan.

"Kenapa saya menulis?" Tanya Cak Nun. "Karena Saya tidak tahu apa-apa", itu jawaban kenapa Cak Nun seumur hidupnya digunakan untuk menulis.

Menulis merupakan sebuah pengajaran tentang kehidupan. Kondisi sosial, politik, budaya pada saat Cak Nun muda, hampir mirip dengan kondisi jaman millenial saat ini. Penyakit sosial misalnya korupsi, pelacuran, nepotisme, kemiskinan struktural, dan patologi sosial lainnya, telah dikritik oleh Cak Nun.

Patologi sosial pada hari-hari ini justru semakin membuat masyarakat hampir gila, kurang lebih begitu kata Cak Nun. Jika dulu permasalahan negara hanya membuat pusing, sekarang justru membuat masyarakat menjadi hampir gila.

Jaman Cak Nun dulu muda (Orde Baru), sangat sulit membedakan negara dengan pemerintah. Malahan, pemerintah selalu mengaku menjadi negara. Padahal sangat berbeda definisi negara dan pemerintahan. Sering kali, pemerintah mengaku sebagai negara untuk menjajah rakyat. Maka, kita harus membedakan mana yang disebut negara dan mana yang disebut pemerintah.

Negara adalah orang-orang yang berjuang untuk keadilan dan kemakmuran rakyat. Mereka hadir untuk melindungi seluruh kepentingan bangsa Indonesia. Negara adalah orang-orang yang menggunakan Pancasila sebagai landasan filosofi kehidupan berbangsa.

Pemerintah adalah orang-orang yang hanya mengaku menjadi negara. Padahal, watak mereka terkadang jauh dari sifat negarawan. Menilep uang negara hingga trilyunan rupiah, itulah pemerintah. Mereka hidup hanya untuk menjual kedaulatan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun