Indonesia merupakan negara paling majemuk di dunia, memiliki ribuan pulau, ratusan etnis, ratusan bahasa daerah dan ribuan kesenian dan budaya tradisional . Dalam hal kebhinekaan ini, mungkin tidak ada satupun negara lain yang bisa menyamainya. Ragam etnis dan budaya daerah inilah yang kemudian membentuk karakter bangsa Indonesia yang spesifik yang telah terbentuk sejak ratusan tahun yang lalu.
Di negara lain, keberagaman itu mungkin saja menjadi salah satu sumber konflik dan perpecahan, namun di negara kita keberagaman itu justru menjadi sebuah kekuatan pemersatu yang sudah ditunjukkan oleh bangsa ini sejak dulu.
Kita tentu ingat, bagaimana kerajaaan-kerajaan besar di nusantara pada tempo dulu seperti Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Kutai dan sebagainya, telah membuktikan bahwa cikal bakal persatuan dalam keberagaman ini sudah terbentuk dalam diri angsa ini sejak lama.Â
Begitu juga dengan berbagai agama dan kepercayaan yang tumbuh dalam tubuh bangsa ini, juga nyaris tanpa konflik, karena sejak dahulu kala, bangsa kita dikenal sebagai angsa yang paling toleran di dunia. Tumbuhnya bergam kesenian dan budaya etnis, sama sekali tidak melahirkan pertentangan, bahkan menjadi wahana komunikasi dan sarana mempererat tali silaturrahmi antar etnis.
Budaya daerah sebagai wahana diseminasi informasi dan komunikasi
Eksistensi kesenian tradisional dan budaya daerah sebagai sara komunikasi antar anka bangsa, tidak dapat dinafikan, sudah sejak dahulu keberadaan seni dan budaya etnis yang menjadi symbol peradaban ini dijadikan sebagai sarana pemersatu dalam komunitas etnis maupun antar etnis.Â
Seni dan budaya daerah juga bsa menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, karena keterikatan bangsa ini dengan budaya sendiri sangat erat. Pesan moral yang sengaja diselipkan dalam setiap pegelaran seni dan budaya, akan lebih mudah diadopsi dan di implementasikan di kalangan masyarakat.
Sebagai contoh, kesenian wayang kulit di Jawa, inti ceritanya adalah nasehat dan filosofi luhur bangsa. Meski merpkana kebudayaan asli masyarakat di Jawa, namun pesan moral yang  diselipkan dalam pertunjukan wayang kulit ini dapat diterjemahkan secara sederhana sehingga juga dapat diadopsi oleh etnis non Jawa.
Begitu juga dengan sandiwara tradisional seperti Lenong Betawi, Ketoprak, Wayang Orang dan Ludruk dari Jawa, Randai dari Ranah Minang, Mamanda dari Banjar, Kalimantan Selatan, Sanghyang dari Bali. Kemidi Rudat dari Melayu dan Kedang Buleng dari Bugis misalnya, dalam setiap penampilannya selalu menyisipkan pesan moral dan isu-isu yang sedang tren pada saat itu.
 Artinya, pegelaran seni tradisional tersebut menjadi bagian dalam penyampaian informasi actual kepada masyarakat. Kecintaan setiap etnis kepada budaya mereka, membuat informasi yang disampaikan melaui pertunjukan budaya lokal ini menjadi sagat efektif dan mudah dicerna oleh publik setempat.
Begitupun budaya daerah dalam bentuk tarian seperti Saman dan Seudati dari Aceh, Tor Tor dari Batak, Tari Payung dan Tari Piring dari Minangkabau, Legong dan Kecak dari Bali, Jaipong dari tanah Sunda, Cakalele dari Maluku, Serimpi dan Gambyong dari Jawa Tengah dan sebagainya, juga menjadi wahana penyampai informasi yang digambarkan melalui gerak dan musik.Â