Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaknai Peran Wong Cilik dalam Sejarah Bangsa Indonesia

1 Oktober 2025   11:50 Diperbarui: 1 Oktober 2025   11:50 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya," demikian ujar Bung Karno. 

Kalimat ini tentu benar adanya, namun ada sudut pandang lain yang tak kalah penting: peran wong cilik dalam kanvas sejarah Indonesia. Bung Karno kerap menekankan keberpihakannya kepada rakyat kecil, namun ironisnya, kisah mereka sering terpinggirkan dari catatan sejarah resmi.

Dalam pandangan Kuntowijoyo (2003), wong cilik adalah lapisan sosial paling lemah dalam masyarakat Jawa tradisional, dengan akses terbatas pada kekuasaan dan simbol budaya. Koentjaraningrat juga menyebut mereka sebagai rakyat jelata. Franz Magnis Suseno menambahkan, wong cilik tidak selalu identik dengan orang miskin: ada yang hidup sederhana, namun tak memiliki kuasa, sehingga rentan dieksploitasi. Dari sini terlihat bahwa wong cilik lebih tepat dipahami sebagai kelompok lemah dalam struktur sosial, bukan sekadar persoalan ekonomi.

Sejarah Indonesia akan lebih utuh bila dilihat dari perspektif mereka. Teori Sejarah dari Bawah dan Sejarah Subaltern mengajak kita menoleh pada pengalaman petani, buruh, dan kelompok marjinal yang kerap terlupakan. Sejarah Lisan dan Sejarah Sehari-hari memperlihatkan realitas yang tak tercatat dalam dokumen resmi, sementara teori Agency menegaskan bahwa rakyat kecil bukan sekadar korban, melainkan aktor aktif yang membentuk sejarah lewat pilihan dan tindakannya.

Contoh nyata bertebaran dalam perjalanan bangsa. Sejarah Jawa, misalnya, ditulis dengan darah jutaan prajurit dan petani yang menopang berdirinya dinasti-dinasti besar. Perempuan wong cilik melahirkan generasi yang kemudian menjadi tenaga penggerak perkebunan kolonial. Di masa kini, pedagang kecil dan pelaku UMKM terbukti menjaga denyut ekonomi nasional di tengah krisis pandemi. Semua ini menunjukkan bahwa fondasi bangsa sesungguhnya dibangun oleh rakyat biasa. Sebagaimana terekam dalam karya M. C. Ricklefs A History of Modern Indonesia, Clifford Geertz The Religion of Java, dan Sartono Kartodirdjo The Peasants' Revolt of Banten in 1888, sejarah wong cilik adalah denyut kehidupan bangsa.

Menghargai peran wong cilik berarti mengakui bahwa sejarah Indonesia bukan hanya milik para pahlawan yang namanya tercatat dalam buku, tetapi juga milik jutaan rakyat biasa yang menjadi penopang, perintis, dan penjaga ketahanan bangsa. Tanpa mereka, mozaik sejarah Indonesia tidak akan pernah lengkap.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun