Namun, apakah kuliner hanyalah produk budaya, ataukah juga hasil dari transformasi sosial dan ekonomi?Â
Pertanyaan ini menggugah untuk menjelajahi lebih dalam.Â
Sejak dulu, preferensi makanan telah bervariasi sesuai dengan daya beli individu.Â
Namun, untuk menjadi legenda atau ciri khas suatu daerah, sebuah makanan harus memiliki kualifikasi khusus, seperti bahan baku lokal, narasi tradisi, cita rasa unik, dan ketersediaan yang memadai.
Jika kita telusuri secara kronologis, kuliner Surabaya telah mengalami berbagai pengaruh dari berbagai kebudayaan.Â
Era Majapahit membawa pengaruh budaya Jawa dan Melayu, sementara masa kolonial Belanda membawa makanan seperti roti, kue-kue, dan kopi.Â
Pada era kemerdekaan hingga kini, kuliner Surabaya terus mengalami dinamika dan akulturasi dari berbagai kebudayaan, menciptakan produk makanan yang khas bagi kota ini.
Salah satu produk kuliner yang dianggap asli Surabaya adalah "Rujak Cingur", yang bahkan telah diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.Â
Dalam pandangan pakar sejarah Universitas Airlangga, Iksan Rosyid Mujahidul Anwari dalam sebuah wawancara, "kuliner ini juga sarat akan sejarah," menambahkan kedalaman makna dan keaslian budaya Surabaya.