Mohon tunggu...
Gayuk Zulaika
Gayuk Zulaika Mohon Tunggu... Praktisi Psikolog, Pemerhati dan Pengamat Pendidikan, Organisasi, Klinis, dan juga sebagai Mahasiswa Doktoral

Belajar Terus Pantang Mundur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menolak Lupa Menolak Pecah!

26 Juni 2025   12:48 Diperbarui: 26 Juni 2025   12:48 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hijrah bukan sekadar berpindah tempat, tetapi berpindah arah dari perpecahan menuju persatuan, dari simbol menuju peradaban".

Terminologi: Dari Hijrah ke Hijriah

Dalam Islam, hijrah berarti meninggalkan sesuatu yang buruk menuju yang lebih baik. Ia berasal dari kata Arab hajara yahjuru yang berarti berpindah. Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M bukan hanya soal menyelamatkan diri, melainkan memulai proyek besar membangun masyarakat yang damai, inklusif, dan berkeadilan.

Peristiwa hijrah ini menjadi titik nol penanggalan kalender Islam --> Hijriah. Itulah sebabnya setiap 1 Muharram, kita tidak sekadar merayakan tahun baru, tetapi menandai awal peradaban Islam yang dibangun dengan nilai-nilai ukhuwah, keimanan, dan transformasi sosial.

Indonesia: Didirikan oleh Spirit Hijrah Para Ulama

Semangat hijrah juga yang mengaliri perjuangan para ulama dalam mendirikan Indonesia. Mereka tidak membangun negara Islam, tetapi negara Pancasila yang menjamin keadilan bagi semua agama bukan karena kompromi, tapi karena visi luhur.

  • KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, memfatwakan jihad mempertahankan kemerdekaan sebagai kewajiban agama.

  • KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, membangun sistem pendidikan yang memadukan agama dan modernitas.

  • Buya Hamka, melalui karya dan sikap, menunjukkan bahwa menjadi Muslim sejati tak menghalangi cinta tanah air.

Ulama-ulama ini tidak bekerja sendiri. Mereka bergerak bersama tokoh-tokoh lintas agama dan ideologi seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Johannes Leimena, dan Sam Ratulangi. Mereka membuktikan bahwa memperjuangkan Islam bukan berarti memecah, tetapi merangkul demi kemerdekaan bersama.

Umat yang Terpecah: Mengulang Sejarah yang Pahit

Sayangnya, hari ini umat Islam justru terancam mengulangi sejarah kelamnya sendiri. Kita pernah berjaya di Cordoba, Granada, Baghdad. Tapi semua hancur bukan hanya karena serangan musuh, melainkan karena perpecahan internal yang tak terjembatani.

Baghdad Runtuh (1258)

Pusat keilmuan Islam dihancurkan oleh Mongol. Ribuan ilmuwan dibunuh. Buku-buku dibakar. Tapi penyebab utama kejatuhan adalah perebutan kekuasaan dan pengkhianatan di antara pemimpin Muslim sendiri.

Andalusia Hilang (1492)

Granada, simbol kejayaan Islam Eropa, jatuh karena kerajaan-kerajaan Muslim saling curiga dan berkhianat. Tak ada persatuan, tak ada solidaritas. Islam pun tersingkir dari tanah Eropa hingga hari ini.

Realita Hari Ini: Umat Terluka, Dunia Bungkam

Kita menyaksikan penderitaan saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia---tapi umat Islam global masih terlalu sibuk bertengkar soal furu'iyah (hal cabang), bendera ormas, dan tafsir sempit.

  • Gaza: 46.000 jiwa terbunuh sejak Oktober 2023, termasuk 18.000 anak-anak (sumber: Al Jazeera, 2025). Tapi sebagian umat Islam justru lebih sibuk meributkan beda metode hisab dan rukyat.

  • Darfur, Sudan: 150.000 Muslim Masalit dibantai, 12 juta orang mengungsi (The Guardian, Juni 2025).

  • Uyghur di Tiongkok dan Rohingya di Myanmar masih menghadapi pelanggaran HAM berat, diskriminasi sistemik, dan pembersihan etnis.

Apa yang dilakukan dunia Islam? Mayoritas hanya bersuara---tanpa kekuatan kolektif untuk bertindak. Karena kekuatan itu lahir dari persatuan, bukan dari debat tak berujung.

Membela Islam Bukan Berarti Jadi Teroris

Kita juga harus meluruskan memperjuangkan Islam bukan berarti radikal teroris dengan konotasi jahat dan merendahkan. Bukan berarti menolak negara. Bukan berarti membenci keberagaman.

Justru dalam sejarah Indonesia, Islam hadir sebagai kekuatan yang merawat kebangsaan, bukan merusaknya.

Para ulama membangun madrasah, rumah sakit, pesantren, dan jaringan sosial. Mereka tidak membuat bom untuk anarkis kekuasaan, tidak menebar teror. Mereka mengisi kemerdekaan dengan pendidikan, ekonomi, dan solidaritas.

Jihad hari ini bukan angkat senjata, tetapi memerangi kebodohan, kemiskinan, korupsi, dan perpecahan. Itulah jihad sejati.

Toleransi: Bukan Mengikuti, Tapi Menghormati

Islam mengajarkan prinsip lakum diinukum waliya diin untukmu agamamu, untukku agamaku. Maka menghormati agama lain bukan berarti mengikuti mereka. Tapi menahan diri dari mencela, dari menista..

Toleransi adalah batas yang saling menjaga martabat, bukan meniadakan identitas. Itulah kekuatan Islam Nusantara sejak dulu yaitu  tegas dalam iman, lembut dalam lisan.

Hijrah 1447 H: Ayo Hijrah dari Fanatisme ke Ukhuwah

Tahun Baru Islam ini, marilah kita berhijrah bersama bukan hanya secara individu, tapi sebagai umat global.

  • Hijrah dari ego kelompok ke kepedulian kolektif.

  • Hijrah dari simbolisme ke substansi.

  • Hijrah dari fanatisme ke persaudaraan.

  • Hijrah dari diamnya umat terhadap penderitaan Gaza dan Sudan menjadi suara aktif yang membawa perubahan.

Islam bukan agama permusuhan. Ia adalah rahmat bagi seluruh alam. Tapi rahmat itu tidak akan terasa jika kita masih sibuk saling menyakiti sesama umat sendiri.

Indonesia Bisa Jadi Contoh Dunia

Dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya peluang besar menjadi role model Islam yang toleran, adil, dan damai. Tapi itu hanya mungkin jika kita mampu meneladani para ulama pendiri bangsa, mereka yang berhijrah dari sektarianisme menuju kenegaraan.

Bayangkan jika umat Islam Indonesia bersatu maka kita bisa menjadi kekuatan moral dan intelektual dunia Islam tanpa kekerasan, tanpa ekstremisme, tanpa kebencian.

Penutup: Jangan Ulangi Granada, Jangan Ulangi Baghdad

Hijrah 1447 H harus menjadi titik balik. Hijrah dari luka perpecahan menuju peradaban baru. Jika kita tidak mau belajar dari sejarah, kita hanya akan menjadi catatan kaki dari kegagalan yang berulang.

Umat Islam terlalu besar untuk terus sibuk bertengkar. Terlalu penting untuk hanya jadi penonton penderitaan saudara-saudara di Gaza dan Sudan.

Mari kita berhijrah. Bersama.

Bukan ke tempat baru. Tapi ke niat yang baru, cara yang baru, dan tujuan yang lebih tinggi yaitu membangun Islam yang menyatukan, membangun bangsa yang memuliakan semua umat manusia.

Referensi

Al Jazeera. (2025, Juni 20). Death toll in Gaza exceeds 46,000, UN confirms. Retrieved from https://www.aljazeera.com/news/2025/6/20/death-toll-in-gaza-exceeds-46000-un-confirms

As-Salabi, A. M. (2014). Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Azra, A. (2004). The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia. Crows Nest: Allen & Unwin.

Buya Hamka. (1982). Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

El Fadl, K. A. (2002). The Place of Tolerance in Islam. Boston: Beacon Press.

Esposito, J. L. (2011). Islam: The Straight Path (4th ed.). New York: Oxford University Press.

Hitti, P. K. (2002). History of the Arabs. London: Palgrave Macmillan.

Kompas.com. (2025, Juni 22). Catat! 27 Juni 2025 Libur Nasional Peringatan 1 Muharram. Retrieved from https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/06/22/153000988/catat-27-juni-2025-libur-nasional-peringatan-1-muharram

Lindsey, T. (2012). Islam, Law and the State in Southeast Asia. London: I.B. Tauris.

Nakamura, M. (2012). The Crescent Arises over the Banyan Tree: A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

The Guardian. (2025, Juni 10). UN warns of genocide in Sudan as ethnic violence surges in West Darfur. Retrieved from https://www.theguardian.com/world/2025/jun/10/sudan-genocide-warning-un-west-darfur

UNHCR. (2024). Rohingya Refugee Crisis: Latest Statistics. Retrieved from https://www.unhcr.org/rohingya-emergency.html

Uyghur Human Rights Project. (2023). Genocide in Xinjiang: Suppression of Uyghur Identity. Retrieved from https://uhrp.org/report/genocide-in-xinjiang/

Yayasan Pesantren Luhur. (2021). Resolusi Jihad dan Peran Ulama dalam Kemerdekaan Indonesia. Surabaya: Pustaka Pesantren.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun