Mohon tunggu...
Maryam Almaosy
Maryam Almaosy Mohon Tunggu... -

Alumni SMA N 3 Yogya (3B), FK. UGM. Minat : Kesehatan, lingkungan, pendidikkan, bahasa Jawa . Ibu 3 anak. Menulis menyehatkan pikiran dan otakku.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Presiden dan Hutan

15 Maret 2014   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa judulnya Presiden dan Hutan? Ya tentu saja karena ini dalam rangka berandai-andai… Andai saja saya seorang Presiden, apa yang harus saya lakukan dengan hutan?  Aku seorang Presiden? Wow keren amat,  berandai-andai menjadi Presiden…. Semoga ini tidak menjadikan aku punya waham kebesaran. Waham kebesaran adalah salah satu gejala orang sakit jiwa, dimana orang yang punya waham itu yakin sekali dengan yang jadi wahamnya itu. Misalnya saja, pasien jiwa merasa yakin bahwa dia seorang Presiden, dia berkata, berperilaku seolah-olah dia  Presiden. Padahal kenyataanya dia bukanlah Presiden, tapi keyakinan itu sulit sekali dikoreksi. Jadi dia menganggap dirinya memang benar-benar seorang Presiden. Maka orang itu disebut punya waham kebesaran.

Tentu saja kompasiana tidak sedang membuat para pecintanya berandai-andai nggak karuan, apalagi menjadi sakit jiwa dengan punya waham kebesaran.  Justru ini adalah salah satu sumbangan dari kompasiana bagi Presiden mendatang, sumbangan pemikiran, kira-kira apa saja ya yang harus dilakukan oleh Presiden mendatang? Siapapun Presiden itu.  Satu hal yang sangat poistif dari ajakan berandai-andai   ini adalah, betapa senangnya Presiden mendatang, karena belum jadi Presiden pun sudah dibantu  memikirkan hal yang rumit.

Rumit? Tentu saja rumit. Pada satu sisi hutan adalah harta yang harus dijaga keberadaannya sebagai paru-paru dunia, tapi pada sisi lain hutan juga menggiurkan untuk dieksploitasi sebagai sumber devisa Negara dan Daerah, juga penggemuk rekening para konglomerat pengusaha HPH. Sebagai paru-paru, hutan adalah penghasil oksigen yang melimpah. Sebaliknya juga, kayu-kayunya menyerap karbon dioksida, dan menyimpannya dalam batang.  Dengan menyerap karbon dioksida dan polutan-polutan lain, maka akan mengurangi  pembentukan gas rumah kaca yang menimbulkan efek rumah kaca. Tentu kita tahu, menurut teori yang masih diakui kebenarannya sampai sekarang, bahwa efek rumah kaca digambarkan bagaikan sebuah rumah yang semua dinding dan kacanya terbuat dari kaca, apabila rumah itu terkena sinar matahari, semua sinar akan masuk, dan tidak ada daya untuk mengeluarkan panasnya keluar rumah, karena kaca-kaca itu tertutup, sehingga suhu dalam rumah akan sangat panas.  Demikianlah kondisi bumi yang seluruh atmosfernya tertutup oleh gas rumah kaca, ozon pelindung bumi rusak dan menipis, sebaliknya gas polutan penghasil gas rumah kaca makin tebal menyelimuti bumi, akhirnya semua sinar matahari akan masuk, tetapi sayangnya bumi tidak bisa memantulkan panas itu kembali ke angkasa, karena tertutup oleh gas rumah kaca. Maka terjadilah pemanasan global.  Akibat pemanaasan globl sungguh mengerikan, es di kutub akan mencair, kekeringan akan melanda bumi, bongkahan raksasa es di kutub akan mencair dan akan menaikkan permukaan air laut, pantai semakin sempit, pulau-pulau kecil akan tenggelam. Diyakini oleh para peneliti bahwa akhir abad ini (tahun 2100) tinggi permukaan laut akan naik 7 meter dari sekarang. Kenaikan ini bertahap tiap hari, tiap bulan tiap tahun dan akibatnya 7 meter pada tahun 2100. Wallahu alam, hanya Allah yang tahu rencananya, adapun para peneliti berusaha untuk menyingkap lewat data-data yang bisa dianalisis.

Namun saya sangat percaya dengan hasil para peneliti tersebut, karena saya sering ke rumah saudara di Demak, tepatnya Desa Moro (bahasa Jawa untuk muara) kecamatan Bonang Demak. Di Moro ini, dulu ketika ibu mertua saya masih kecil, boro-boro air rob (pasang naik) sampai masuk rumah, masuk ke jalan di depan rumah saja tidak pernah, tapi sekarang hampir tiap malam, air pasang masuk ke dalam rumah.  Pagi harinya air surut, malam pasang lagi…   Sampai-sampai hamper semua penduduknya meninggikan lantai rumahnya. Kalau ada yang belum mereka tetap menunggu rejeki datang untuk meninggikan lantai rumahnya. Ada yang bukan hanya sekali saja dia meninggikan rumahnya.  Meninggikan lantai rumah berkali-kali bukan hanya menguras uang, tetapi juga akan membuat rumah jadi sumpek karena jarak lantai dan langit-langit jadi semakin dekat. Sekarang jalan di pinggir sungai utama Desa itu, sudah ditinggikan pula, agar bisa terlihat, karena saat air pasang, jalan tak terlihat karena tergenang air. Bahkan Mushola yang didirikan di atas sungai dengan tiang pancang ke bawah sungai, yang tadinya air jauh di bawah, terlihat tiang pancangnya, sekarang dengan naiknya air laut, naik pula ke sungai itu, menyebabkan Mushola bagaikan  bangunan di Venecia Italia atau  Masjid Terapung. (Lihat gambar)

[caption id="attachment_315718" align="aligncenter" width="538" caption="Moro Bonang Demak. Dok pribadi. diambil Septemebr 2013"][/caption]

[caption id="attachment_315726" align="aligncenter" width="576" caption="Moro Demak:Venesia versi sederhana"]

13948193431381959153
13948193431381959153
[/caption]

Kalau akibat pengrusakan hutan begitu mengerikan, kenapa masih saja orang-orang tega melakukannya? Jawabannya mungkin pada mental pengrusak itu, keserakahan ,yang hanya berpikir jangka pendek untk mendapatkan keuntungan pribadi dan golongan. Karena keserakahan ini yang menyebabkan  kerusakan hutan di Indonesia itu yang paling cepat di dunia.

Menurut data Badan Planologi, Departemen Kehutanan tahun 2003 dan Worrd Resource Institute tahun 1997, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 %. Laju kerusakan hutan selama periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektear pertahun sedangkan periode 1997 – 2000 menjadi 3,8 juta hektar pertahun, atau sekitar 433,78 hektar per jam. Jadi kalau kita sedang  browsing selama 1 jam, di hutan sana sedang ada pengrusakan 433,78 hektar. Itupun periode berdasar data tahun 2003.  Luar biasa kerusakan ini. Apakah Negara kita akan jadi  padang gurun? Semoga Allah masih mengasihi bangsa ini.

Kembali pada beranda-andai tadi, saya sungguh senang bisa  beranda-andai menjadi Presiden dan melakukan sesuatu yang saya senangi yaitu tentang lingkungan...  Minat saya dalam lingkungan memang sangat tinggi. Beberapa kali saya telah menuliskannya di kompasiana ini, yaitu : tentang taman atap, di http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/05/27/taman-atap-konsep-bertaman-bagi-rumah-tanpa-sisa-lahan-465452.html, tentang sampah dan gerakan BYOB http://green.kompasiana.com/polusi/2012/07/10/dengan-bring-your-own-bag-reduce-dan-reuse-produksi-sampah-jadi-sedikit-475777.html

http://green.kompasiana.com/polusi/2012/05/19/parkiran-khusus-sepeda-satu-hal-yang-dirindukan-pengguna-sepeda-463332.html . Ada niat untuk menuliskan tentang hutan, kok pas sekali dengan tema kompasiana kali ini .

Andaikan aku jadi Presidena, apa yang harus aku lakukan dengan hutan Indonesia? Urusan hutan bukan hanya melibatkan Departemen kehutanan saja, tapi luas sekali cakupannya, melibatkan berbagai sektor .

Inti dari pengrusakan huta adalah ada permintaan harus ada barang, itu rumus ekonomi. Karena permintaan terhadap kayu tinggi, maka orang-orang yang mentalnya rusak melihat ini sebagai peluang untuk memperkaya diri. Persekongkolan anatara pengusaha hutan dan penguasa serta politisi membuat para pengusaha pemegang HPH mendapat kesempatan untuk merusak hutan,  maka langkah yang sebaiknya diambil adalah:

1.Penebangan kayu tebang pilih. Jangan sampai ada tebang habis. Benar-benar kayu yang memang sudah tua, sisakan yang masih bias tumbuh.

2.Penebangan kayu tebang pilih harus selalu dilanjutkan oleh pengusaha hutan itu dengan reboisasi sampai pemeliharaannya, katakanlah selama 1 tahun untuk melihat apakah tanaman penggantinya berhasil tumbuh.

3.Pemegang HPH yang tidak melakukan reboisasi harus ditindak tegas. Kalau bisa dicabut HPH nya.

4.Memasang pengamanan harus lebih diintensifkan, petugas haruslah cakap dan professional menghadapi para pembalak liar.

5.Daerah-daerah yang sering terkena  bencana banjir dan tanah longsor, maka hutan di atasnya dijadikan sebagai hutan lindung yang tidak boleh lagi ditebang lagi kayunya. Kalau semua daerah di Indonesia sudah terkena banjir dan tanah longsor akibat hutan yang berkurang terus, sepertinya penebangan hutan harus di hentikan. Kalaupun ada penebangan, maka penebangan dilakukan terhadap sebagian kecil terhadap dahan-dahan besar dengan menyisakan kayu induknya yang memungkinkan tetap hidup.

6.Tidak menganggap hutan sebagai sumber devisa Negara lagi. Juga bukan sumber PAD bagi penguasa dan partai politik yang sedang berkuasa.  Harus ada sumber devisa pengganti.  Buatlah pesawat terbang, eskporlah. Hidupkanlagi kejayaan IPTDN seperti masa Prof. Dr. BJ. Habibie. Bahkan lebih didukung. Pembuatan pesawat terbang pastilah sangat mendatangkan devisa.

7.Hukuman yang berat bagi pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan di atas. Juga pelaku illegal logging.  Tegakkan hokum, jangan dijual belikan.

8.Seluruh rakyat diharuskan untuk hemat kertas dalam hal apapun. Sepertinya, kebutuhan manusia terhadap kertas sangat tinggi, lebih tinggi daripada kebutuhan manusia terhadap kayu untuk membangun rumah (rangka atap,jendela, pintu) dan perabotan. Karena 1 rumah bisa ditempati banyak orang dan dipakai puluhan tahun, (apalagi sekarang rangka jendela dan atap bias menggunakan baja ringan), sementara kertas, tiap hari kita menggunakan kertas baru dalam jumlah yang banyak.

9.Penggunaan kertas daur ulang. Pencetakan buku apapun harus menggunakan kertas daur ulang. Baik buku pelajaran maupun buku bacaan dan semua media massa termasuk majalah.

10.Seluruh rakyat dilarangan membakar kertas. Kertas sekecil apapun, semisal bekas bungku pasta gigi, bekas undangan pernikahan dll harus dikumpulkan untuk daur ulang. Jangan ada kertas dibakar meskipun itu kecil.   Tertama di desa-desa yang masih banyak lahan untuk menimbun/membakar kertas, semua sampah tanpa dipilah dibuang ke blumbang(lubang galian) kemudian dibakar.

11.Mengintruksikan Mendikbud agar Mendikbud meneruskan ke jajaran pendidikkan:

·Usulan skripsi, Usulan Karya Tulis Ilmiah bagi mahasiswa dan siswa-siswi SMA,SMP bahkan SD  tidak di print out di kertas, tapi    berupa CD. Setelah dikoreksi terakhir dan disetujui, tak ada koreksi lagi, baru dicetak di kertas.  Pencetakan Skripsi, Tesis, dan Karya Tulis harus dikertas secara bolak balik.

·Diadakan buku paket pelajaran dari pemerintah, yang bisa digunakan sampai beberapa tahun, dan adanya larangan sekolah mengadakan buku tersendiri. Selama ini, dari pengalaman kami sebagai orang tua,  buku anak yang sulung tidak bias dipakai adiknya meskipun selisih mereka hanya 2 tahun. Jangankan 2 tahun, tahun ini dipakai, tahun depan mau dikasihkan ke tetangga dengan kelas yang sama saja tidak bias. Karena buku pelajaran tiap tahun berganti dan tiap anak harus diwajibkan membeli buku. Ada juga sekolah yang tidak mewajibkan anak didiknya membeli buku, tetapi hal tersebut berat bagi anak ketika dia berbeda dari temannya. Ketika  teman-teman sebagian besar membeli buku, dia tidak membeli buku, anak merasa minder, akhirnya orangtua mengalah demi menaikkan harga diri anak di mata temannya.  Jumlah buku bervaiasai, tergantung jumlah mata pelajaran. Belum lagi buku soal-soal PR ada di buku lain. Bayangkan kalau seluruh siswa-siswi selalu dicetakkan buku pelajaran tiap tahun, berapa banyak hutan yang dirusak untuk mencetak buku-buku itu?  Selain itu, menjadikan pendidikan menjadi mahal hanya untuk buku yang selalu berganti.

·Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib bagi siswa sejak siaga, dan secara rutin melibatkan siswa untuk kemah, mecari jejak, Cinta alam dan reboisasi. Kurikulum Pramuka itu sangat bagus dalam hal cinta alam.  Dan dipraktekkan, bukan menghafal. Saya ingat dulu waktu SD saat kemah hari pramuka, ada acara Cinta alam dengan mendaki bukit Krumput yang tidak terlalu tinggi. Juga sewaktu SMA pernah melakukan reboisasi di sebuah bukit di Yogyakarta antara tahun 1986-1987, waktu kelas 1 SMA. Sayang aku lupa nama daerah itu kaarena belum lama di Yogya, sehingga masih belum paham daerah Yogya dan sekitarnya.

·Selain di Pramukaan, adakan kurikulum Cinta lingkungan yang benar-benar, sejak dari TK, sampai perguruan tinggi. Ada mata pelajaran khusus dan waktu khusus untuk praktek, bukan menghafal teori. Testnya pun bukan hafalan, tetapi praktek.  Bedanya dengan Pramuka, praktek cinta alam pada pramuka hanya pada saat-saat tertentu ketika kemah yang bisa dihitung dlam setahun, sedangkan ini dalam seminggu ada satu hari selama 1-2 jam. Dalam kurikulum ini,  tiap sekolah haruslah punya kebun/tanah untuk ditanami para siswa. Saya jadi ingat dulu waktu SD, sekolah kami punya sawah. Pada saat-saat tertentu kami “bekerja seolah benar-benar jadi petani di sawah”.  Saat tanam padi, kami yang kelas 5 dan 6 menanam padi. Pak guru membuat garis-garis agar tanaman padi kami lurus. Anak-anak laki-laki mengambil benih, membaginya. Pada saat musim mencangkul, anak-anak laki-laki mencangkul di sawah, kami yang perempuan lomba masak di kelas. Nanti anak-anak laki-laki bisa ikut makan. Tapi nyatanya mereka malu. Saat menyiangi rumput baik laki-laki maupun perempuan kami berebut menyiangi rumput atau matun dalam bahasa Jawa. Rupaanya sekarang sudah tidak ada kegiatan bertani di SD ku yang dulu, entah alasannya apa. Mungkin diprotes orang tua yang sekarang sudah berpikir anaknya tidak boleh terjuan ke sawah? Padahal kami dulu sebagai anak-anak sungguh merasa senang sekali kalau harsu terjun ke sawah, karena setelah itu kami main air di irigasi. Bahkan anak-anak laki-laki main menyelam di irigasi yang airnya berwarna coklat itu. Tapi kami tidak sakit. Kami bersahabat dengan alam.   Dengan adanya kurikulum ini diharapkan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan kesadaran cinta lingkungan yang tinggi.  Menjadi apapun ketika mereka dewasa, mereka akan melindungi alam, tidak ingin menjadi penjarah hutan, ataupun mendukung praktek-praktek kerusakan hutan. Dia menjadi manusia dewasa yang tidak mau merusak hutan bukan karena takut hukuman, tetapi karena rasa butuh dan cinta terhadap lingkungan, terhadap hutan Seandainya menjadi pemimpin, dia akan menjadi pemimpin yang tidak  menguras habis kekayaaan alam..

12.Laporan-laporan dinas, setelah dikoreksi dan benar, baru dicetak di kertas. Ini seperti poin Skripsi, tesis, karya tulis, hanya saja jumlahnya luar biasa. Saya yang bekerja  di Puskesmas kecil saja, kebutuhan kertas untuk laporan bisa menghabiskan 2-4 rim, karena belum tentu sekali-dua kali bisa langsung diacc, apalagi kalau juklak dan juknisnya berganti-ganti. Padahal untuk membuat resep, status pasien, surat keterangan sehat, surat keterangan sakit, surat menyurat saja bisa menghabiskan kertas   antara 5 – 8 rim. Katakan rata-rata 10 rim per puskesmas, kalau 1 kabupaten ada  34 Puskesmas, tiap bulan bisa bisa menghabiskan 170-340 rim. Ini baru dari Puskesmas. Belum termasuk buku-buku adminidtrasi yang harus ada. Berapa banyak banyaknya kertas yang terbuang percuma karena  laporan yang salah.

13.Mengembalikan kebiasaan masyarakat kepada kebiasaan jaman dulu yang hemat kertas, misalnya nasi dus dikembalikan nasi besek (dus yang terbuat dari anyaman bambu)

14.Mencari alternative lain sebagai bahan kertas. SMP Swasta di Cilacap, SMP Al Irsyad pernah melakukan percobaan membuat kertas dari batang dan daun alang-alang.  Untuk skala kecil ini bisa.

15.Menggunakan televisi sebagai sarana mendidik masyarakat untuk selalu hemat kertas dan tidak membakar kertas. Iklan-ilkan layanan masyarakat harsu didasari akan akibat merugikan dari berboros-boros.

Ooh rasanya aku sudah kembali ke alam nyata dan menemukan diriku bahwa aku bukanlah Presiden... Aku masih manusia biasa, rakyat kecil yang mengharap punya Presiden yang peduli dengan hutan...

Salam damai dari Cilacap,

Maryam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun