"Nggak, Kok, Bu. Alvian sakit, Â jadi kubawa ke sini," jawabku berbohong.
Bu Hamidah langsung berlalu menuju mejanya setelah mendengar jawabanku. Dia memang termasuk salah satu guru yang cuek jika berurusan dengan sakit atau luka pada siswa. Akan tetapi, jika ada siswa yang melanggar, dia yang lebih dulu ambil tindakan. Karena itu anak-anak segan dan takut  padanya.
"Alvian, mau ibu antar pulang?" tanyaku pada bocah tujuh tahun itu, karena tak mungkin lagi aku menanyainya terkait dengan kondisinya. Bocah itu terlihat sangat takut begitu mendengar pertanyaan Bu Hamidah.
"Nggak perlu diantar, Bu. Aku bisa pulang sendiri," tanpa menunggu jawaban dariku, alvian langsung melesat dari hadapanku. Aku hanya bisa terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Tak lama kemudian tubuh kecilnya melintas di depan kantor dengan tas kecil di punggung nya. Aku yang memang menunggunya di depan pintu berusaha mencegat langkahnya.
"Alvian, Ibu antar, Yah!" sekali lagi kutawarkan untuk pulang bersama, namun yang kudapati adalah tatapan sendu dengan ketakutan yang terselip di sana. Tanpa sepatah katapun, dia berlalu dari hadapanku. Larinya cukup kencang untuk anak yang mengalami luka lebam disekujur  tubuhnya. Aku hanya bisa menarik nafas berat, berupaya memikirkan cara untuk mendekati orang tuanya, agar aku bisa tahu kejadian apa yang sebenarnya menimpa anak kecil itu.
Aku kembali masuk ke dalam kelas setelah bunyi lonceng tanda masuk berbunyi. Belum mampu menceritakan kepada siapapun tentang keadaan Alvian pada rekan-rekan maupun atasanku. Aku tak tahun harus mulai dari mana.
Di dalam kelas, aku menasehati siswa untuk bisa lebih peka terhadap penderitaan teman. Kujelaskan kepada mereka agar mudah untuk berbagi pada teman yang tidak membawa uang jajan atau teman yang terlihat kekurangan. Mereka semua hanya manggut-manggut, entah mereka mengerti atau tidak. Aku hanya merasa ini penting untuk kusampaikan.
"Alvian benar-benar mencuri, ya, Bu?" celetuk si Rezky, siswa paling aktif di kelas ini. Sementara Fauzan yang mengaku sebagai korban Alvian tadi pagi, terlihat antusias mendengar pertanyaan dari Rezky.
"Anak-anak ibu yang baik dan sholeh. Ibu minta maaf karena tadi belum menanyai Alvian, itu karena teman kalian itu sedang sakit. Lagipula kita belum punya tidak punya bukti apa-apa untuk menuduh Alvian sebagai pencurinya, Kan?"
"Tapi, Bu. Aku melihatnya sendiri!" teriak Fauzan dengan nada sedikit emosi. Pasti dia berharap Alvian mendapatkan hukuman atas tuduhannya.
"Apakah Fauzan melihat dengan jelas bahwa yang diambil Fauzan adalah uang?" tanyaku padanya dengan lembut. Aku juga tidak ingin mematahkan hatinya jika harus langsung tidak percaya ucapannya. Aku sendiri jujur tidak tega menanyakan pada Alvian tentang kebenaran tuduhan temannya. Hatiku tak sampai hati membahas hal itu setelah melihat keadaan Alvian.