Mohon tunggu...
Maruhum Batubara
Maruhum Batubara Mohon Tunggu... Penulis - Aktifis Birokrat. "In Harmonia Progressio".

Ph.D in Urban and Environmental Systems - Institute of Policy and Planning Sciences, The University of Tsukuba, Japan (2002). Komisaris Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) (2006-2011). Dosen Luar Biasa di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik- FE-UI dan Magister of Management di Universitas Pelita Harapan (2003-2005). Alumni PPSA-19 Lemhannas (2013). Pengurus Pusat Persatuan Insinyur Indonesia (PP - PII).

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pembangunan Kota Rendah Karbon

27 Oktober 2021   12:00 Diperbarui: 27 Oktober 2021   17:43 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pembangunan Kota Rendah Karbon

Oleh:  Maruhum Batubara

(Penduduk Jakarta Selatan)

              Bermukim di kawasan perkotaan Indonesia kerap menjadi tidak nyaman akibat arus urbanisasi yang cepat kertimbang bermukim di kawasan non-perkotaan. Kita lihat saja penduduk perkotaan bertambah cepat. Imbasnya, terjadi penurunan kualitas lingkungannya, permukiman kumuh, dan kesenjangan sosial. Padahal, kota sangat berperan dalam mengurangi  emisi karbon terutama berasal  dari aktivitas transportasi, pemakaian energi di gedung dan rumah, serta limbah.

          Kitapun maklum, pembangunan kawasan perkotaan membutuhkan ruang terbuka hijau dan menjadikannya area terbangun. Secara ekologis dapat menyebabkan bermacam gangguan alam dalam lingkungan perkotaan.

          Diwartakan, kota-kota dengan populasi di bawah satu juta penduduk menyumbang lebih dari 75 persen potensi pengurangan emisi perkotaan Indonesia hingga tahun 2050. Berarti, pemanfaatan penuh potensi mitigasi perkotaan Indonesia akan bergantung pada dukungan pemerintah dan pemberdayaan kota-kota kecil yang memiliki kapasitas dan sumber daya terbatas.

          Situasi itu senada dari laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2021) yang menyatakan emisi gas membuat suhu bumi semakin panas saat ini cenderung melewati batas konsensus iklim global 1,5 Derajat Celcius. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres bilang, kondisi Ini merupakan kode merah bagi kemanusiaan.

          Pertanyaanya, bagaimana caranya kita mengupayakan  pembangunan kota rendah karbon, dan bagaimana memanfaatkan potensi perkotaan untuk mengurangi emisi karbon. Hal ini terkait komitmen perjanjian Paris yang mewajibkan negara maju mencapai net-zero emissions atau emisi nol karbon pada 2050?.

          Mengutip Forestdigest (2021), Net-zero emissions atau emisi nol karbon adalah emisi yang dihasilkan oleh manusia dan diserap sehingga tidak terjadi peningkatan suhu bumi. Secara alamiah emisi terserap oleh pohon, laut, dan tanah. Penyebab utama dari pemanasan global adalah meningkatnya gas rumah kaca yang menebal di atmosfer dan mengurangi kemampuan bumi untuk melepas ke luar angkasa.

          Net-zero emissions dianggap sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan per kapita hingga 2,5 kali lipat lebih tinggi dan memberikan PDB per tahun hingga 2% lebih tinggi (Herman, 2021).

      Tantangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun