Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panduan Salat Idul Fitri (3): Saat Terjadi Wabah

21 Mei 2020   21:22 Diperbarui: 22 Mei 2020   08:59 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : https://www.eg24.news/

Oleh : Ma'ruf Amari, Lc., M.Si.

Di saat kondisi umum atau perorangan tidak ada hambatan maka shalat Id yang afdhal dilaksanakan dengan berjama'ah dan diakhiri dengan khutbah di tanah lapang atau di masjid ---dengan perbedaan ulama--- karena itulah yang dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabat sesudahnya.

Sementara di saat ummat diuji oleh Allah saw dengan suatu wabah dan tatkala di suatu tempat pelaksanaan shalat Id dengan konsentrasi banyak orang di satu tempat berpotensi mempercepat penularan maka shalat Id dilaksanakan dengan memilih pendapat yang mafdhul (tidak melaksanakannya sama sekali karena hukumnya sunnah, atau dilaksanakan di rumah sendirian tanpa khutbah atau bersama keluarga kecil) bukan memilih yang afdhal.

Bahkan yang afdhal di saat wabah menjadi berbalik, yaitu yang mafdhul menjadi afdhal dan yang afdhal menjadi mafdhul, atau bahkan itu menjadi satu-satunya pilihan apabila sampai membahayakan keselamatan jiwa.

Di antara alasannya adalah:

Pertama, contoh perbuatan dari Anas bin Malik

Anas bin Malik memerintahkan bekas budak mereka yaitu Ibnu Abi Utbah untuk menuju pojok kampung kemudian mengumpulkan keluarganya (istri) dan anaknya dan shalat seperti shalatnya penduduk negri dan takbir mereka.

Ikrimah berkata, "Penduduk pedesaan berkumpul pada Hari Raya, mereka shalat dua raka'at sebagaimana imam shalat". Atha berkata: "Apabila tertinggal shalat Id maka shalat dua raka'at". HR. Al-Bukhari (secara mu'allaq) bab "Apabila tertinggal shalat id maka shalat dua raka'at, begitu pula para wanita dan orang yang berada di rumah dan desa" juz 2 hal 23.

Kedua, kaidah menghindari petaka / bahaya

Salah satu yang menjadi perhatian Islam adalah tentang kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Oleh karenanya syariat Islam memerintahkan untuk makan yang halalan thayyiban sekaligus melarang makan berlebihan, karena di dalamnya mengandung makna penjagaan terhadap kesehatan dan pencegahan terhadap segala penyakit  yang akan ditimbulkan.

Dalam menjaga kesehatan dan keselamatan, syariat Islam melarang melakukan suatu aktivitas yang mengandung bahaya sekalipun di dalamnya terdapat keuntungan dan pahala. Kaidah dalam hal ini, "Dar'ul mafasid aula min jalbil mashalih", menghindari mafsadah lebih diutamakan daripada mendapatkan kemaslahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun