Mohon tunggu...
Marto
Marto Mohon Tunggu... -

Manusia sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aceh Mencekam, Mari Kita Berkaca

13 Oktober 2015   18:13 Diperbarui: 13 Oktober 2015   18:13 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Hmm..tadinya ragu mau menulis artikel beginian. Bukanya apa, lantaran ini sedikit kritis dan mudah menyulut.
Tapi sebagai bentuk keprihatinan maka saya coba menulis artikel ini.
Karena, batin rasanya begitu terenyak pedih melihat status teman-teman di media sosial seperti di facebook, bbm hari ini 13 oktober 2015.
Dari status mereka ada yang mengupload gambar sebuah rumah ibadah dalam keadaan baru terbakar di daerah Singkil, Aceh.
Terlepas dari latar belakang dibakarnya rumah ibadah tersebut, melihat gambar itu saja membuat hati ini sangat miris.
Semakin penasaran dengan kondisi terkini di daerah TKP, saya pun coba membaca beberapa berita di media online sebagai pencerahan.

Sampai tulisan ini dibuat sudah ada satu orang korban jiwa jatuh dan beberapa orang lainya terluka parah yang sudah dilarikan ke rumah sakit umum daerah Aceh Singkil karena bentrok antar warga. Yang mana diantara korban luka tersebut merupakan satu anggota TNI.

"Penyebab utama timbulnya suasana mencekam tersebut adalah perihal bagunan rumah ibadah. Karena menurut masyarakat setempat banyak bagunan rumah ibadah di tempat tersebut tidak memiliki izin bangunan.
Untuk diketahui sebanyak sepuluh rumah ibadah tepatnya Gereja di Aceh Singkill, sepakat akan dibongkar dalam kurun waktu dua pekan ke depan. Hal ini disepakati dalam rapat antara Bupati Aceh Singkil, Safriadi, Muspida, Ulama, Ormas Islam serta tokoh masyarakat, Senin (12/10/2051) di ruang pertemuan kantor Setdakab setempat di Pulau Sarok, Singkil". Demikian sebagaimana dilansir dari aceh.tribunnews.com.

Apa yang ingin saya sampaikan dari peristiwa tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Hindari sifat Fanatik
Mungkin kita masing-masing menyadari bahwa dalam ajaran agama dan kepercayaan apapun tidak ada yang mengajarkan untuk saling menyakiti sesama manusia. Baik itu perasaan maupun fisik manusia itu sendiri. Akan tetapi pada kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari kita telah dibutakan oleh agama maupun kepercayaan. Kita sudah menomorsatukan agama ketimbang manusia itu sendiri. Padahal tujuan utama agama itu sendiri adalah untuk menyatukan seluruh umat manusia di bumi fana ini. Tujuan kita meyakini suatu ajaran adalah untuk membawa kebaikan bagi kita sendiri dan sesama, bukan sebaliknya untuk melakukan perpecahan. Hindarilah rasa fanatik berlebihan, karena itu tak lebih parah dari sebuah penyakit kanker.

2. Jangan mudah terprovokasi
Satu hal yang sangat memiriskan lagi adalah reaksi dari para pembaca.
Baik itu yang menunjukkan simpati, empati, doa, dukungan moril dan atau apapun itu sebagai respon terhadap kejadian tersebut.
Terlihat jelas dari reaksi komentar-komentar tersebut bahwa yang mereka tuduhkan adalah terhadap sekelompok golongan, agama, maupun ras tertentu. Dengan ringanya mereka melakukan berbagai hujatan, makian, provokasi yang mencerminkan karakter mereka sendiri. Karakter yang goblok. Mengapa goblok ? Karena tanpa melihat terlebih dahulu latar belakang masalah sudah mendahulukan rasa amarah yang ujung-ujungya akan mengadu domba secara tak sengaja. Sebelum berkomentar lihatlah dari berbagai sudut pandang terlebih dahulu terhadap tersebut.

3. Kita hidup di NKRI
Sadarlah, kita hidup di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah poin pentingnya. Sebagai warga negara yang baik, sudah selayaknya kita menghormati semua perjuangan yang telah dilakukan oleh pahlawan pendahulu kita dalam mempertahankan negara ini. Karena kita hidup di bawah hukum yang sama, UUD yang sama, dasar negara yang sama, kepemimpinan yang sama, dan aturan yang sama. Adalah sebuah kewajiban bagi kita untuk saling menjaga ketenteraman bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk penghormatan tertinggi kepada pahlawan kita terdahulu. Jika tidak demikian, mungkin sudah selayaknya kita disebut sebagai pemberontak yang layak untuk diberi ganjaran hukuman oleh negara.

Sedikit banyak yang saya tuliskan ini tak lebih dari sebagai bentuk keprihatinan pribadi melihat peristiwa yang terjadi hari ini di daerah Singkil, Aceh.
Karena pada dasarnya yang melakukan tindak pembakaran tersebut bukanlah golongan, agama ataupu ras tertentu.
Akan tetapi hanyalah beberapa orang manusia yang sudah kehilangan akal sehat dan hati nuraninya.

Salam damai dari Medan, 13 Oktober 2015

 

image: http://aceh.tribunnews.com/2015/10/13/bentrok-berdarah-pecah-di-aceh-singkil

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun