Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Menghargai Diri dan Waktu, Membangun Sinergi dan Militansi

26 Februari 2024   09:03 Diperbarui: 26 Februari 2024   09:04 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hargai diri dan waktu sebagai keutamaan. Sumber: https://hackspirit.com/

M. Scott Peck, psikiater dan penulis, berkata: "Sebelum Anda dapat menghargai diri Anda sendiri, Anda belum dapat menghargai waktu. Sebelum Anda dapat menghargai waktu, Anda belum dapat berbuat apa pun dengannya." Setiap orang memiliki potensi diri, tidak ada orang terlahir tanpa potensi. Hidup sesungguhnya menjadi proses panjang dan berkesinambungan dalam mengungkap dan mengembangkan potensi diri menuju kekayaan diri yang hakiki.

Penghargaan atas diri terkadang terlewatkan begitu saja. Bahkan ironisnya tidak sedikit orang yang menghabiskan hari-harinya hanya untuk mengeluh dan meratapi dirinya sendiri, seolah-olah dirinya tak berguna sama sekali dan tak berharga di dunia ini. Banyak orang menilai dirinya sangat rendah atas segala tantangan hidup yang penuh makna. Rasa rendah diri (minder), kekhawatiran, kemalasan, dan keengganan melakukan segala sesuatu secara optimal adalah wujud nyata atas rendahnya penghargaan diri.

Penghargaan diri sebagai habitus. Sumber: https://www.ba-bamail.com/
Penghargaan diri sebagai habitus. Sumber: https://www.ba-bamail.com/
Penghargaan diri yang realistis sekaligus optimal sesungguhnya berangkat dari kebiasaan baik membangun hidup yang tertata dan berkesinambungan. Ketika rutinitas keseharian sesorang dari pagi hingga malam hanya mengalir begitu saja tanpa perencanaan dan pemaknaan pastinya akan membentuk pribadi yang sporadis dalam bertindak yang akhirnya tidak matang dalam pikiran, olah hati, dan sikap. Ketidakmatangan inilah yang menjadikan setiap pribadi optimis dengan hidupnya. Waktu berjalan begitu saja tanpa makna yang terurai dalam budi dan sanubari.

Penghargaan diri sejatinya membangun kemampuan sinergi dengan orang lain dalam semangat kebersamaan dan kebermaknaan untuk tujuan bersama. Pribadi yang beres dengan dirinya secara logis mampu berelasi dan bersinergi dengan orang lain untuk bergerak bersama dalam kerjasama dan dinamika. Tatkala ada masalah dalam tim kerja, tidak jarang dengan mudah menyalahkan orang lain sebagai penyebab masalah itu. Sesungguhnya, situasi tersebut menjadi kesempatan yang baik untuk koreksi dan refleksi diri.

Menyalahkan orang lain atau segala sesuatu di luar diri adalah sebuah respon spontan yang sering terjadi ketika menghadapi situasi tertentu atau masalah. Pribadi yang mampu menghargai diri sendiri sejatinya lebih memilih untuk mengendalikan dan mengolah dirinya daripada menyalahkan. Kita tidak bisa mengendalikan orang lain atau situasi di luar diri kita, namun kita bisa mengendalikan diri kita secara militansi untuk menjadi lebih baik.

Tidak mungkin setiap orang menyukai diri kita. Tidak mungkin seluruh situasi dalam hidup ini selalu baik-baik saja tanpa masalah. Akan tetapi, sangat mungkin kita menghargai diri dan waktu dalam kebiasaan baik sehingga hidup lebih sinergis dan militan. Di saat pribadi berkembang baik dan dewasa, niscaya sesama dan semesta akan selaras dalam setiap langkah hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun