Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BAPER #3 Jangan Terlalu Cepat Mengambil Alih

25 April 2021   18:08 Diperbarui: 25 April 2021   18:17 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.alinea.id

#Berikanlah kepercayaan, tantangan, dan dukungan kepada orang lain, kepada anak Anda, kepada karyawan Anda. Jangan terlalu cepat mengambil alih permasalahan mereka, karena itu secara tidak langsung akan menjadikan mereka seorang yang berkepribadian passenger. Mereka akan menghindari segala jenis resiko.

Masa kecilku hingga usia 7 tahun selalu sakit-sakitan, sehingga hampir setiap bulan dekat dengan obat, jarum suntik, perawat, mantri (belum ada dokter di desaku), dan puskesmas. Kesabaran bapak dan ibu dalam mendampingku adalah kunci dari kesehatanku di kemudian hari. Bahkan sempat terlintas di benak bapak dan ibu untuk mengganti namaku. Orang di desa seringkali percaya bahwa anak yang sakit-sakitan disebabkan oleh nama yang diberikan tidak pas, bahkan terlalu berat untuk si anak. Untunglah, seorang pastor londo (asalnya: Belanda) melarang karena menurutnya nama tidak ada hubungannya dengan kesehatan.

Setelah 7 tahun, aku memasuki masa-masa sekolah SD dan mulai menikmati sebagai anak-anak dengan segala pengaruh lingkungan yang ada. Namun aku tumbuh menjadi anak yang terlalu dimanja oleh orang tua dan saudara-saudaraku. Segala sesuatu selalu dimudahkan. Prakarya sekolah seperti membuat sapu lidi atau sulak kemoceng dari rafia selalu dibuatkan bapak. Segala kegiatan di rumah selalu di-handle orang tua atau kakak. Dalam banyak hal aku dibantu, mungkin orang tua kasihan atau sebaliknya tidak sabar dengan ketidakmampuanku melakukan banyak hal sehingga lebih baik diambil alih bapak, ibu, atau kakak. Tumbuhlan aku menjadi anak yang manja dan penuh bantuan hingga lulus SD.

#Orang-orang yang bermental passenger umumnya hidup dalam salah satu dari ketujuh karakter ini, sehingga mereka tidak mengekspos diri pada risiko. Ketujuh hal itu adalah: kurang gigih, kurang tekun, suka mencari pembenaran, tidak belajar dari kesalahan, tidak disiplin, bersifat fatalistik, dan tidak percaya diri.

Masa-masa di bangku SD adalah masa-masa di mana aku tidak belajar dari kesalahan. Semua jalan kehidupan dimudahkan dan dilancarkan. Bahkan di sekolah pun mendapat kemudahan yang sangat dipaksakan. Sewaktu kenaikan kelas ke kelas 2, rata-rata nilai raporku: 6,0. Pada waktu itu, seorang murid bisa naik kelas kalau nilai rata-rata caturwulan ketiga tidak kurang dari 6 atau minimal 6. Padahal nilai rata-rata raporku di caturwulan 1 dan 2, keduanya di bawah 6.

Hingga kelas 3 aku selalu mendapatkan nilai rata-rata rapor kenaikan kelas dengan skor 6, padahal di caturwulan 1 dan 2 selalu di bawah 6. Para guru di sekolah benar-benar mengambil alih kesempatanku untuk gagal dalam belajar. Bisa jadi, mereka tidak enak dengan ibu yang juga guru SD di sekolah tetangga dan juga merasa takut dengan bapak yang juga pemuka masyarakat.

Ilustrasi. desa.web.id
Ilustrasi. desa.web.id
Namun aku bersyukur dengan teman-teman sebaya dan sepermainanku yang tidak memperlakukan aku secara khusus. Aku bisa merasakan perjuangan di saat berpetualang di ladang atau sungai.

Aku bisa merasakan sulit dan sakitnya belajar sepeda dengan teman-teman, sampai berulang kali menabrak (sapi, kambing, pohon, gerobak, dan masih banyak lagi). Bahkan bisa merasakan kalah saat main lompat tali, engklek, sepak bola, petak umpet, kasti, kelereng, wayang, dan lainnya.

Rhenald Kasali dalam BAPER (Bawa perubahan) menegaskan:

#Perubahan belum tentu membuat sesuatu menjadi lebih baik. Namun, tanpa perubahan, tidak akan ada pembaruan, tidak akan ada kemajuan.

Suatu waktu, pada saat naik sepeda motor menemani ibu ke pasar, aku menanyakan tawaran bapak dan ibu beberapa waktu sebelumnya tentang sekolah SMP di sebuah sekolah berkualitas yang ada di kota, sekitar 60 km dari rumah.

Akhirnya pertanyaan di sepeda motor itu menjadi rencana serius untuk sekolah di kota hingga akhirnya rencana itu benar-benar terwujud. Aku meninggalkan desa, orang tua, kakak adik, saudara-saudara, dan teman-teman untuk tinggal di Asrama Putra Darussalam Kotabumi dan sekolah di SMP Xaverius Kotabumi. Benar-benar tempat baru, segalanya baru.

Perubahan hidup mulai aku rasakan di tempat baru. Tidak ada lagi kemudahan-kemudahan. Yang mulai aku rasakan adalah perjuangan, hidup mandiri, bangkit dari kegagalan, persahabatan dengan segala karakter, tantangan-tantangan, dan juga halangan yang membebani.

Perlahan-lahan, hari ke hari, aku mulai belajar hal baru yang mengubah karakter dan cara pandangku dalam hidup. Perubahan suasana itu menjadi pembelajaran yang berharga walau pada bulan-bulan awal berat meninggalkan keluarga. Hebatnya, aku tidak menangis tapi ibu yang hampir setiap hari menangis, khawatir aku menderita di tempat yang baru. Benar, aku menderita awalnya namun menikmati selanjutnya.

*BAPER, adalah internalisasi dan aktualisasi pengalaman dengan mengkolaborasi dari inspirasi-inspirasi Prof. Rhenald Kasali dalam buku BAPER, BAWA PERUBAHAN (2016, Jakarta: Penerbit Noura).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun