Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Seri untuk Negeri (11): Mengupayakan Kedalaman Intelektual dalam Pendidikan

18 April 2021   04:04 Diperbarui: 20 April 2021   10:21 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.genpi.co

Dunia pendidikan seringkali disibukkan dengan berbagai aktivitas belajar-mengajar dan segala bentuk evaluasi sebagai cara mengukur pencapaian kemampuan tertentu.

Anak didik dituntut menguasai banyak mata pelajaran dengan begitu menumpuk materi supaya menjadi manusia yang berkompeten tinggi.

Akibatnya, belajar di sekolah justru melahirkan rasa frustasi dan beban bagi anak didik sehingga kegembiraan dan antusiasme justru perlahan-lahan hilang. Pergi ke sekolah dan belajar adalah sebuah kewajiban yang terpaksa bagi anak-anak.

Robinson dan Beswick (2000) dalam bukunya Save our School menegaskan bahwa sekolah atau dunia pendidikan merupakan bagian sinergi dari masyarakat dunia yang sangat bervariasi dan dinamis. 

Lebih lanjut dijelaskan bahwa sekolah seharusnya bergerak pada sebuah perubahan paradigma, yakni bukan sekadar mengembangkan pendidikan yang terasa pasif tapi mengembangkan aktivitas mendidik yang lebih bernuansa proaktif dan dinamis pada perkembangan dunia. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang menggembirakan, penuh antusias, dan inspiratif untuk belajar.

Pendidikan Nasional

Pendidikan di negara kita tercinta hingga hari ini dapat dipastikan masih jatuh pada orientasi pemahaman materi dan pencapaian standar kompetensi dengan berbagai evaluasinya.

Para siswa masih dituntut untuk belajar banyak mata pelajaran dan materi. Kondisi ini menyebabkan anak-anak menghabiskan banyak waktunya untuk mengembangkan kecerdasan kognisinya belaka.

Celakanya lagi adalah setelah jam belajar di sekolah mereka masih harus disibukkan dengan berbagai les demi mendukung pemahamannya pada materi pelajaran yang didapat di sekolah. Belajar menjadi begitu sangat padat dan penat.

Kadangkala dunia pendidikan melupakan kegembiraan anak didik untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya untuk sekadar bermain atau menekuni kegemaran tertentu.

Bahkan tidak jarang dunia pendidikan merampas waktu anak-anak untuk berkumpul dan bergembira bersama keluarga karena disibukkan dengan berbagai tugas, pekerjaan rumah, atau ulangan.

Lebih lanjut, dunia pendidikan pun ikut serta membentuk generasi muda untuk tidak berpartispasi aktif di masyarakat maupun komunitas-komunitas tertentu karena begitu padatnya aktivitas belajar.

Anak-anak jatuh pada rutinitas belaka di ruang kelas bersama guru dan buku. Celakanya lagi adalah banyak anak tidak tahu mengapa mereka harus belajar pelajaran tertentu, untuk apa mempelajari materi tertentu, dan apa kaitannya antara yang dipelajari dengan hidupnya. Banyaknya mata pelajaran dan menumpuknya materi pelajaran bukanlah ukuran keberhasilan belajar anak didik, justru bisa jadi menjadi penghalang mereka untuk maju dan berkembang.

Kedalaman Intelektual

Dunia pendidikan harus melihat kembali konsep paradigma pendidikan dan aplikasi praktisnya. Pendidikan sudah seharusnya mengarah pada kedalaman intelektual untuk setiap anak yang belajar di sekolah.

Kedalaman intelektual ini akan membawa anak didik pada sebuah perkembangan pribadi yang utuh dalam konteks komunitas ataupun masyarakat luas.

Pertama, memiliki kedalaman berpikir merupakan ciri dari kedalaman intelektual dalam dunia pendidikan.

Sudah seharusnya para siswa mengembangkan kemampuan berpikir secara reflektif, logis, dan kritis sebagai habitus belajar tentang cara belajar, bukan belajar tentang materi pelajaran.

Kedalaman berpikir dengan kerangka reflektif, logis, dan kritis menjadi sebuah pondasi yang kuat bagi anak didik dalam belajar apapun, kapanpun, dan dimanapun secara berkesinambungan.

Selain itu, kedalaman berpikir juga melibatkan imajinasi, perasaan, dan kreativitas dalam kerangka mengembangkan estetika dalam berpikir.

Proses belajar di sekolah hendaknya membantu anak didik memiliki keterampilan untuk menyusun pemahaman secara mendalam, melakukan aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi secara obyektif.

Pada akhirnya, kedalaman berpikir ini melibatkan seluruh pribadi anak didik, yakni: kesatuan pikiran, hati, dan kehendak. Dengan demikian, kedalaman berpikir dalam proses belajar mendorong anak didik untuk berkembang secara utuh dan benar.

Berangkat dari konsep ini, saatnya membangun proses pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada guru dan buku belaka. Fenomena sosial dan lingkungan dapat menjadi sumber belajar yang aktual dan faktual. Bahkan lebih dari itu, pembelajaran sudah waktunya menembus ruang kelas dan pagar sekolah, di mana mereka dapat belajar langsung dari lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang nyata.

Kedua, menggunakan kemampuan intelektual demi kebaikan sesama dan lingkungan merupakan komitmen besar dalam kedalaman intelektual.

Dunia pendidikan sudah sejatinya mengarahkan anak didik untuk belajar secara mendalam demi kepentingan dan kebaikan sesama dan lingkungan sekitar.

Penting sekali menekankan kerangka dan semangat belajar bagi anak didik yang memadukan antara: moral dan intelektual, pergulatan permasalahan hidup dan nilai kehidupan (life value), sintesa harmoni iman dan dalam setiap pembelajaran karena perpaduan ini akan melahirkan kebijaksanaan dalam hidup.

Sesungguhnya kedalaman intelektual membentuk anak didik untuk memperjuangkan hidup yang lebih adil dan beradab.

Belajar yang mengusahakan kedalaman intelektual adalah kebutuhan dasar bagi dunia pendidikan. Betapa arif dan bijaksana tatkala anak-anak mampu belajar dan memahami ilmu pengetahuan berdasarkan sudut pandang etika moral di mana mereka memandang secara kritis ilmu yang dipelajarinya atas dasar nilai-nilai kemanusiaan sehingga mempertimbangkan dampaknya bagi manusia, lingkungan, dan dunia.

Lebih indah lagi, saat anak didik mampu menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk melayani sesama dan memperjuangkan masyarakat yang adil, damai, dan penuh cinta kasih satu sama lainnya. Sudah banyak orang yang pintar di negara ini, namun lebih sedikit orang yang punya hati pada sesama dan lingkungan.

Ketiga, kedalaman intelektual selalu menuntut belajar sepanjang hayat

Selama manusia masih hidup dan dunia ini ada maka menjadi sebuah hukum absolut bahwa manusia harus belajar terus-menerus. Dunia ini memiliki sumber belajar yang sangat kaya dan tidak terbatas.

Oleh karena itu, sekolah sudah seharusnya menumbuhkan sikap belajar terus-menerus sepanjang hidup. Yang harus ditegaskan adalah belajar itu penting, tetapi jauh lebih penting bagaimana menguasai cara dan menghidupkan hasrat belajar.

Maka, sekolah semestinya mendorong anak didik untuk belajar dengan perasaan senang dan mendapatkan inspirasi dari apa yang dipelajarinya.

Akhirnya, kedalaman intelektual mendorong manusia pada kebijaksanaan dan kearifan dalam belajar sepanjang hayat. Dunia pendidikan sudah seharusnya mengusahakan kedalaman intelektual sebagai bagian mengembangkan peradaban yang beradab.

Indonesia pasti bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun