Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (60): Perhitungan Masa

29 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 29 Maret 2021   04:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. displate.com via id.pinterest.com

Menjadi tua itu pasti. Raga terus menua seiring usia itu juga hukum pasti dari semesta. Akan tetapi, "bagaimana menjadi tua seiring usia dan jiwa" adalah sebuah pilihan dalam hidup. Dalam kepastian raga dan usia ada sebuah pilihan besar dalam hidup, bagaimana menjalani hidup yang dewasa. 

Pagi ini aku mulai membuka mataku kemudian berjalan menghidupkan lampu tidur dan segera merapikan kamar tidurku. Aku membuka jendela kamarku dan terheran melihat bintang-bintang kecil yang memenuhi langit pagi ini. Setelah itu aku mulai menyusun buku sesuai jadwal pelajaran hari ini. Kemudian aku segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Aku berangkat ke sekolah menggunakan sepeda kesayangan yang dibelikan oleh ayahku.

Saat menuju ke sekolah, aku sambil menikmati keindahan alam di sekitarku. Aku melihat sungai yang jernih mengalir deras, di sekitarnya terdapat ilalang yang mengelilinginya. Aku mulai mengayuh kencang sepedaku menuju sekolah yang berada di perkotaan jauh dari desaku. Sekolahku berada di sekitar menara-menara sehingga aku bisa mengetahui letaknya dari jauh. Sesampainya di sekolah aku mulai membaca modul sejarahku tentang Revolusi Indonesia. Walaupun guru sejarahku merupakan orang yang baik hati namun ia orang yang pelit dengan nilai sehingga aku pun mulai membaca ulang pelajaran sejarah yang aku pelajari kemarin malam.

Rasa bosan menghampiriku saat guru Bahasa Indonesiaku tidak bisa datang sehingga pelajarannya diganti dengan literasi. Aku menatap keluar jendela kelasku melihat ramainya jalan raya serta daun-daun pohon dekat sekolahku berguguran. Aku mulai membaca novelku yang berjudul "Koma" tentang tumpah darah seorang dokter dalam mengobati pasien kritis. Sementara teman sebelahku hanya membaca koran saat pelajaran kosong ini. Aku heran bagaimana ia bisa tahan membaca koran yang tulisannya kecil dan tintanya sangat tipis itu.

Setelah pulang sekolah, aku mulai mengayuh sepedaku melewati jalanan yang sangat sepi. Aku penasaran ketika melihat terdapat rumah kecil yang sepi terdapat di samping jalanan. Terdapat banyak pecahan-pecahan botol berada di depan rumah dan berlumuran cairan berwarna merah. Cairan itu membentuk titik-titik yang mengararah ke dalam rumah yang sepi itu. Aku juga melihat lingkaran-lingkaran rantai yang tergeletak di depan halaman rumah.

Aku memberanikan diri memasuki rumah yang sepi itu, terdapat ruang makan yang kursinya berantakan. Aku melihat banyak kertas-kertas yang berlumuran darah serta pecahan-pecahan gelas berceceran. Dari jauh aku melihat sosok manusia dengan panah yang berada di tangan kanannya. "Manusia era peradaban kapan yang masih menggunakan panah di era zaman ini", pikirku dalam hati. Kemudian orang itu mengarahkan panahnya dan melemparkannya menuju bagian dadaku membuatku pingsan seketika. Tiba-tiba aku terbangun lalu melihat sekitarku, aku kaget setelah mengetahui bahwa aku di rumah sakit. Aku langsung bertanya kepada perawat di sekitarku, "Kenapa aku bisa berada di sini?", dia terlihat kaget. Dia menjawab, "Anda sudah pingsan selama 10 tahun dan baru tersadar hari ini". Aku langsung kaget melihat kondisi badanku yang sudah menua menjadi 30 tahun bukan lagi 20 tahun.

*WHy-GloR

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun