Ketiga, anak-anak belajar bahwa kebenaran hanya dimiliki diri sendiri dan yang lain salah semua.
Inilah yang disebut dengan kebenaran buta yang buta pada kebenaran sesungguhnya. Â Berbagai wacana politik maupun sosial di tataran elit cenderung tidak patut dicontoh karena masing-masing menganggap dirinya paling benar. Diperparah dalam berbagai tayangan di televisi, seringkali diskusi atau sejenisnya menyimpang dari norma-norma kepantasan dan kesantunan. Kecenderungannya adalah ngotot dalam berbicara dan tidak mau mendengarkan orang lain. Sangat ironis.
Dunia pendidikan kembali harus menyediakan lebih banyak waktu dan tenaga untuk membiasakan anak-anak belajar mendengarkan. Dengan menguasai kemampuan mendengarkan dengan baik, anak-anak menjadi orang-orang terdidik yang sadar akan pendidikannya. Perbedaan pandangan atau paham bukan sebuah alasan untuk mengabaikan orang lain dengan tidak mendengarkannya.
Keempat, anak-anak belajar bahwa kejujuran dan integritas dapat diabaikan.Â
Pemimpin layaknya seorang bos mafia yang sesuka hati bertindak. Mengkorupsi uang negara adalah sebuah kebiasaan biasa dan wajar karena pemimpin adalah bos (mafia). Anak-anak semakin dimantapkan lewat para koruptor bahwa pemimpin sama dengan penguasa yang dapat bertindak salah sesuka hati.
Jika ini benar-benar bertumbuhkembang dalam dunia pendidikan, maka hancurlah nasib bangsa tercinta ini. Dunia pendidikan harus berjuang keras dalam mengembangkan kebiasaan mengolah hati nurani sehingga kejujuran dan integritas benar-benar menjadi jiwa generasi muda zaman ini.
Akhirnya, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan besar karena adanya krisis keteladanan di negera tercinta ini. Pendidikan sudah seharusnya sadar akan ancaman besar ini yang dapat menghancurkan generasi muda. Selanjutnya, pendidikan sudah seharusnya memberi porsi besar pada pembiasaan positif bagi anak-anak. Sebuah harapan besar, anak-anak zaman sekarang masih bisa belajar nilai-nilai kebaikan dan kebenaran walaupun dihadapkan pada contoh-contoh ketidakteladanan orang dewasa yang sangat memalukan. Indonesia berharap. Carpe Diem.Â