Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (35): Kenangan yang Tak Pernah Ingkar

27 Februari 2021   05:05 Diperbarui: 27 Februari 2021   05:34 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. depositphotos.com

Masa lalu adalah memori yang selalu menggugah rasa untuk hadir dalam kekinian. Masa lalu datang dan pergi sesuka hati yang kadangkala karenanya air mata menetes ataupun senyum rindu tergurat indah. Sebuah kepastian, hari ini juga akan menjadi masa lalu di masa yang akan datang.

Malam ini aku berniat pergi ke sebuah taman. Taman itu berjarak cukup jauh dari rumahku, jadi kuputuskan untuk menaiki sepedaku. Tak lupa aku membawa bukuku, berniat untuk membacanya di sana. Sesampainya di taman, aku beristirahat sejenak, duduk di sebuah kursi sandar di taman. Aku memandangi langit yang hari itu sungguh cerah. Kupandangi bintang di langit yang paling terang, dan aku sangat bersyukur bahwa aku masih dapat merasakan kehidupan di dunia ini. Kusadari dan kurenungkan lebih dalam sambil menutup mataku, bahwa aku telah melewati banyak hal berharga di dunia ini.

Mulai membuka dan membaca bukuku, buku ini sebenarnya adalah buku harian lamaku di masa muda. Kumulai membuka halaman demi halaman, teringat pada perjuangan di masa revolusi saat itu. Sungguh kecut hati mengingat desa yang sungguh kucintai direnggut kedamaiannya oleh para serdadu kejam itu. Sungguh benar-benar menyedihkan, segala sumber kehidupan lenyap mereka renggut. Sungai-sungai di desa mereka bendung untuk kepentingan mereka sendiri. Sawahpun mereka rampas dan bahkan sampai ada yang terabaikan, hingga yang tersisa hanyalah kumpulan ilalang rimbun yang mulai kecoklatan. Banyak pula menara dekat pantai dikuasai oleh mereka.

Teringat akan kenangan masa lalu, kenangan kelam itu. Daun yang semula hijau, berubah warna menjadi sehitam tinta yang berbau amis. Memang benar, pertumpahan darah karena pemberontakan tak dapat dibendung di masa itu. Serangan demi serangan terus melesat layaknya tanpa koma sedikit pun. Saat itu situasi jalan raya sampai di kampung pun sepi, tak berani orang keluar untuk beraktivitas. Situasi ini adalah situasi terkelam yang pernah masuk koran daerah. Keprihatinan ada di mana-mana dan juga adalah masa terkelamku di masa itu, masa mudaku.

Kusudahi perenunganku malam ini, perenungan yang membuat hatiku sedikit teriris.Akupun beranjak dari tempat dudukku dan mulai mengayuh sepedaku. Di tengah perjalanan tak sengaja sepedaku melindas seperti botol plastik, yang membuat ban sepedaku tergelincir, sehingga aku terjatuh dan rantai sepedaku pun putus. Sungguh sial malam ini, tubuh yang sudah tua dan lemah ini haruskah tertimpa kesialan ini? Dari kejauhan kulihat setitik cahaya berbentuk lingkaran yang menyilaukan mata, anehnya cahaya itu berwarna sangat putih bersih, tidak seperti lampu kendaraan sepeda motor. Cahaya itu semakin mendekat, dan membuat mataku sedikit perih, sekejap cahaya itu hilang. Sekelilingku menjadi gelap kembali, kudengar suara anak kecil yang sangat nyaring meneriaki namaku. Dan ternyata cahaya itu adalah cahaya senter cucuku, ya cucu tercintaku. Kamipun bersama-sama menuntun sepeda tuaku menuju ke rumah. Kamipun memasuki halaman rumah dan sudah banyak anak-anakku bersama dengan cucuku yang lain menyambutku.

Aku disambut oleh keluargaku dengan meriah, akupun sangat terharu. Setelah banyak hal kulalui di dunia ini menorehkan cukup banyak luka. Akupun didudukan di sebuah kursi kecintaanku, kursi goyangku. Akupun disuguhi segelas kopi panas kesukaanku dulu, yang masih berlanjut sampai saat ini. Tak terbayang manusia-manusia ini ada dalam hidupku. Peradaban memang akan terus berjalan, tersimbol oleh selembar surat cinta dari istriku 50 tahun yang lalu. Dialah yang telah membunuh rasa sedihku dengan panah asmaranya. Bahagianya bisa memegang selembar kertas paling berkesan dalam hidupku ini. Aku merasakan istriku hadir kembali di dekatku, memelukku sangat erat, sungguh aku merindukannya. Puji syukur, aku haturkan kepada Tuhan karena masih bisa merasakan kebahagiaan ini, kerinduan ini.

*WHy-TeSaL

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan(life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun