Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dukanya Pendidikan Indonesia

14 Maret 2018   09:21 Diperbarui: 14 Maret 2018   12:27 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: idpelago.com)

Di samping itu, seandainya aku seorang pengambil kebijakan pendidikan Indonesia, merasa sudah meremehkan insan pendidik dengan pemberian sejumlah uang sebesar gaji pokok bagi guru dan dosen sebagai tanda mereka sudah profesional. Ketulusan dan pengabdian mereka hanya diukur dengan uang yang justru menjerumuskan mereka pada gaya hidup konsumerisme.

Masih ada cara-cara bermartabat untuk mengapresiasi dan mendorong para pendidik untuk profesional, misal: memberi kesempatan belajar lanjut, membiayai penelitian pendidikan, memfasilitasi mengembangkan desain pembelajaran, tunjangan kinerja, dan lainnya. Melihat sistem seleksi, verifikasi, dan supervisi dari proses sertifikasi (tunjangan profesionalisme) tidak bedanya dengan proyek bagi-bagi uang belaka.

Penghinaan dan Harapan

Sejalan dengan tulisan Dewantara atas penggalangan sumbangan untuk  perayaan kemerdekaan Belanda atas Perancis, rasanya pendidikan dengan euforia kurikulum yang tidak jelas, ujian bertaraf nasional yang terus berlangsung, sertifikasi yang hanya berorientasi pada uang, sesungguhnya menjadi sebuah penghinaan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi begitu banyak anak-anak yang belum mendapat pendidikan layak dan pantas dari pemerintah. Pembutaan generasi sesungguhnya masih terjadi hingga saat ini lewat ketidakadilan. Pendidikan di negeri ini belum memihak pada kalangan miskin, terpinggirkan, dan teraniaya.

Pater Driyarkara pernah menekankan bahwa esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia menuju taraf insani. Dengan demikian, pendidikan seharusnya mengolah dan mengedepankan keseimbangan akal budi, nurani, kepedulian pada sesama, dan komitmen pada kebaikan untuk siapapun dan kapanpun. Semangat inilah yang harus terus-menerus dikembangkan dalam atmosfir pendidikan di negeri tercinta ini.

Ada sebuah harapan besar yang terus-menerus harus diperjuangkan untuk bangsa ini, yakni kemampuan dan kemauan untuk membangun pondasi pendidikan ini melalui kenyataan dan konteks yang ada, bukan menerawang dan berangan-angan akan keberhasilan dunia lain. Janganlah harapan dan mimpi anak-anak bangsa ini digadaikan dengan sebuah obsesi golongan elite belaka. Biarlah pendidikan menjadi sebuah proses yang berkesinambungan. Indonesia berharap!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun