Dunia One Piece memang fiksi, tapi kadang terasa seperti berita hari ini. Pemerintah Dunia (World Government) dalam anime itu selalu bicara soal "keadilan," tapi sibuk menghapus sejarah, membungkam suara berbeda, dan menjaga kursi kekuasaan. Rasanya tak asing, bukan?
Di Indonesia, narasi besar soal pembangunan dan kemakmuran sering terdengar manis, tapi di baliknya ada rakyat yang merasa tak ikut duduk di meja makan. Oligarki politik dan ekonomi jadi "Marijoa"nya kita  pusat kuasa yang susah disentuh. Dan seperti para Celestial Dragons di One Piece, segelintir elit bisa hidup mewah tanpa merasakan panasnya matahari di dek kapal rakyat biasa.
Kru Straw Hat Pirates adalah pembangkang yang nekat menantang arus. Luffy tak menunggu restu dari penguasa, ia langsung berlayar. Bandingkan dengan kita: masih banyak yang memilih duduk di pelabuhan, mengeluh tentang harga sembako sambil berharap badai reda sendiri.
Beberapa pulau di One Piece kaya sumber daya tapi rakyatnya miskin karena dijarah pihak luarmirip dengan provinsi-provinsi di Indonesia yang punya tambang emas, gas, dan hutan luas, tapi angka kemiskinan tetap tinggi. Dressrosa? Alabasta? Mungkin di peta fiksi, tapi polanya nyata di Nusantara.
Pesan One Piece jelas: perubahan butuh keberanian, bukan sekadar doa di dermaga. Di dunia Luffy, bajak laut bisa membentuk aliansi lintas pulau untuk melawan pemerintah lalim. Di dunia kita, apakah mungkin rakyat lintas daerah bersatu melawan ketidakadilan struktural?
Atau jangan-jangan, kita semua sudah nyaman menjadi warga pulau yang hanya menonton kapal besar lewat, sambil berharap suatu hari Luffy datang menyelamatkan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI