Di sebuah kampung kecil bernama Kampung Damai, hidup dua sahabat sejak kecil: Amir dan Hasan. Mereka selalu bermain, belajar, dan beribadah bersama. Namun seiring waktu, perbedaan sifat mulai terlihat. Amir tumbuh menjadi anak yang rajin dan tekun belajar agama, sementara Hasan lebih santai dan senang membantu orang tua di ladang.
Suatu hari, saat pengajian mingguan di masjid kampung, Amir berdiri memberi ceramah kecil di depan anak-anak. Ia berkata,
"Janganlah seperti orang yang malas belajar agama, hanya sibuk dengan dunia. Orang seperti itu tidak akan paham mana yang benar dan salah."
Semua anak melihat ke arah Hasan, karena mereka tahu Hasan yang dimaksud. Hasan menunduk malu, hatinya terasa tertusuk.
Setelah acara selesai, Hasan tidak lagi datang ke masjid. Ia mulai menjauh dari teman-teman, bahkan dari Amir sendiri.
Melihat perubahan itu, Ustaz Rahim, guru ngaji kampung, memanggil Amir.
"Amir," kata Ustaz lembut, "kamu tahu tentang larangan Allah dalam Al-Qur'an tentang menghina orang lain?"
Amir menggeleng pelan.
Ustaz Rahim lalu membuka Al-Qur'an dan membacakan:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, boleh jadi mereka yang direndahkan lebih baik dari mereka yang merendahkan..."(QS. Al-Hujurat: 11)
Amir terdiam. Ustaz melanjutkan,
"Ilmu adalah cahaya, tapi jika digunakan untuk merendahkan orang lain, cahaya itu justru bisa membakar. Hasan tidak salah karena membantu orang tuanya. Itu juga ibadah. Dan bisa jadi Allah lebih mencintainya karena keikhlasannya."
Keesokan harinya, Amir datang ke rumah Hasan. Ia meminta maaf dengan tulus. Hasan menerimanya dengan senyum.