Keadilan yang Lama Dinanti
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat sejarah. Dalam putusan terbaru pada 16 Oktober 2025, MK menegaskan bahwa masyarakat adat tidak perlu izin pemerintah untuk berkebun di kawasan hutan, selama aktivitas itu tidak untuk tujuan komersial. Keputusan ini menegaskan pengakuan negara terhadap hak-hak masyarakat adat yang selama ini hidup berdampingan dengan alam.
Putusan tersebut lahir dari uji materi terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang selama ini dijadikan dasar hukum untuk menindak masyarakat adat karena dianggap "merambah hutan". MK menyatakan, aktivitas tradisional seperti berladang, menanam sayur, atau mengambil hasil hutan non-kayu untuk kebutuhan sehari-hari merupakan bagian dari hak konstitusional masyarakat adat.
Akar Konstitusionalnya: Kembali ke Pasal 18B dan 28I UUD 1945
Putusan ini sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan:
"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Selain itu, Pasal 28I ayat (3) menegaskan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Dengan demikian, keputusan MK ini bukanlah bentuk "pemberian izin baru", tetapi pengakuan terhadap hak yang memang sudah dijamin oleh konstitusi.
Menghapus Luka Kriminalisasi
Selama ini, banyak masyarakat adat dikriminalisasi karena dianggap "merambah" atau "menggarap" kawasan hutan. Kasus-kasus seperti Mama Aleta Baun di Nusa Tenggara Timur, Sawing di Kalimantan Tengah, atau Sudarma di Riau menunjukkan betapa rumitnya hidup berdampingan dengan hukum negara. Mereka dituduh melanggar UU Kehutanan, padahal kegiatan mereka hanya untuk menanam padi ladang, sayur, atau mengambil rotan.
Data AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) mencatat, hingga 2024 terdapat lebih dari 200 kasus kriminalisasi masyarakat adat yang berkaitan dengan klaim kawasan hutan. Banyak di antara mereka bahkan mendekam di penjara karena tidak mampu membuktikan status "adat" lahannya di hadapan hukum formal.