Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saya Hanya Mencek Ijazah, Kok Negeri Ini Panik? - Monolog Satir Roy Suryo

10 Oktober 2025   08:48 Diperbarui: 10 Oktober 2025   08:48 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya, Roy Suryo. Ya, yang dulu dikenal sebagai "pakar telematika," lalu "mantan menteri," dan sekarang---anehnya---naik jabatan jadi "inspektur ijazah nasional." Aneh memang, tapi begitulah hidup di negeri yang lebih cepat percaya pada sensasi daripada riset.

Begini lho, saya cuma bilang, "Saya akan cek juga ijazah Kaesang." Satu kalimat polos, tapi dampaknya seperti menyalakan petasan di depan istana. Negeri ini langsung heboh. Padahal saya hanya bertanya sederhana: asli atau fotokopian premium? Tapi begitu keluar dari mulut Roy Suryo, pertanyaan jadi headline, debat, dan meme nasional.

Lalu saya bilang lagi, "Ijazah Jokowi itu 99,9% palsu." Nah, itu angka ilmiah---versi saya, tentu saja. Maksudnya bukan menghina, tapi membuka ruang kajian akademis. Tapi ya sudahlah, di Indonesia, logika kalah cepat dengan notifikasi viral. Saya berbicara, dan dalam lima menit, semua sibuk membuktikan bahwa saya salah---sementara saya menikmati kopi sambil membaca berita yang memakai nama saya di judul.

Ya, saya menikmatinya. Siapa yang tidak suka disorot nasional tanpa harus membayar satu rupiah pun untuk iklan? Setiap kali kamera menyorot wajah saya, ego saya tumbuh seperti sinyal Wi-Fi di ruang konferensi pers. Saya merasa hebat: satu orang melawan semua institusi resmi---Polri, Kemenristek, universitas, bahkan istana. Semuanya saya hadapi dengan satu mikrofon dan rasa percaya diri.

Logika? Bisa menyusul. Obyektivitas? Urusan belakangan. Saya tahu argumen saya kadang bolong di sana-sini, tapi siapa peduli? Di zaman ini, yang penting bukan benar, tapi viral. Saya memilih Jokowi dan keluarganya karena saya tahu mereka tidak akan membalas. Jokowi itu tipe yang diam, sabar, dan tidak suka ribut. Aman diserang. Kalau saya menyerang tokoh lain yang mudah tersinggung atau punya barisan pengacara, wah, bisa repot urusannya. Tapi Jokowi? Diam. Dan diamnya itu justru membuat saya bebas menari di panggung opini.

Kalaupun sekarang dia---atau siapa pun---mau membawa kasus saya dan teman-teman ke pengadilan, ya silakan saja. Nyatanya juga nggak apa-apa, kan? Kata polisi, akan diproses dan saya akan jadi tersangka. Tapi nyatanya? Nihil. Tidak ada tuh. Mungkin mereka malah mau nebeng popularitas saya. Kalau kasus ini selesai, tidak ada lagi heboh nasional, tidak ada headline, tidak ada rating. Dan... Jokowi juga tidak ngotot menuntut polisi memprosesnya. Itulah Jokowi---tenang, sabar, tidak suka drama. Maka saya tetap merasa aman.

Jujur saja, ini promosi diri gratis. Saya tak perlu bayar tim buzzer atau agensi branding, cukup bicara soal ijazah, dan boom---nama saya muncul di mana-mana. Mau dipenjara lagi? Silakan. Saya sudah pernah, kok. Dan tahu apa? Popularitas justru naik setelah itu. Publik suka tokoh yang "dihukum karena berani bicara."

Harga diri? Saya sudah menukarnya lama dengan popularitas. Hidup ini pilihan: jadi benar tapi dilupakan, atau jadi sensasional dan diingat. Saya pilih yang kedua.

Nietzsche pernah bilang, "Siapa yang melawan monster, hati-hati jangan jadi monster." Tapi saya tahu satu hal: monster selalu mendapat sorotan lebih besar dari malaikat. Jadi biarlah saya jadi monster kecil di tengah republik yang alergi pada pertanyaan.

Jadi kalau Anda tanya, kenapa saya terus bicara soal ijazah Jokowi dan keluarganya? Jawabannya sederhana: karena setiap kali saya bicara, seluruh negeri berhenti sejenak... untuk mendengarkan saya. Dan di dunia di mana perhatian lebih berharga dari kebenaran, saya, Roy Suryo, sedang menikmati masa kejayaan saya---satu ijazah demi satu headline.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun