Israel Juga Punya Suara Moderat
Di Israel pun, sebenarnya ada suara-suara kritis yang menentang kebijakan keras pemerintahnya. Dalam survei terbaru, sekitar 30-40 persen warga Israel menyatakan tidak setuju dengan strategi militer berlebihan di Gaza atau perluasan pemukiman di Tepi Barat.Â
Ribuan warga Israel dalam beberapa tahun terakhir turun ke jalan menentang kebijakan militer berlebihan di Gaza. Mereka bukan membela Hamas, melainkan menolak kebijakan yang menjerumuskan kedua bangsa dalam lingkaran dendam.
Suara moderat Israel ini sering dianggap "pengkhianat" oleh kaum nasionalis konservatif, sama halnya dengan Abbas yang dianggap "lemah" oleh kelompok garis keras Palestina. Namun justru di sinilah letak harapan: masih ada rakyat dari kedua pihak yang ingin melawan arus kebencian.
Konflik yang Bukan Perang Agama
Kesalahpahaman terbesar tentang Palestina-Israel adalah memandangnya sebagai perang antara Islam dan Yahudi. Pandangan ini keliru dan berbahaya. Konflik ini sejatinya adalah persoalan bangsa, tanah, dan hak berdaulat.
Ketika dunia terjebak dalam narasi agama, jalan tengah semakin sempit. Padahal, baik Islam, Yahudi, maupun Kristen memiliki ajaran yang menekankan kasih sayang dan keadilan. Seperti kata filsuf Yahudi Martin Buber: "Peace is not a dream; it is hard work, and there is nothing naive about it."Â
Begitu pula pepatah Arab mengingatkan: "Man lam yadzhlim, la yudhlam" --- siapa yang tidak menzalimi, tidak akan dizalimi.
Jalan Damai yang Terlupakan
Pernyataan Abbas di PBB mestinya menjadi momentum bagi dunia internasional untuk mendukung suara moderat Palestina. Demikian pula, masyarakat sipil Israel yang berani menentang kebijakan diskriminatif perlu mendapat dukungan.Â
Perdamaian tidak akan lahir dari kelompok garis keras yang hanya mengandalkan kekerasan, melainkan dari mereka yang berani melawan kebencian dengan dialog dan keadilan.