Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tuntut Bubarkan DPR: Mahasiswa Salah Sasaran?

26 Agustus 2025   10:26 Diperbarui: 30 Agustus 2025   16:55 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demo mahasiswa tuntut bubarkan DPR (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Ada pemandangan menarik sekaligus ironis di Senayan minggu lalu: ribuan mahasiswa turun ke jalan, panas-panasan, berteriak penuh semangat: "Bubarkan DPR!". Spanduk warna-warni berkibar, megafon meraung, lalu lintas macet, polisi berjaga, wartawan berebut angle dramatis. Semua lengkap. Yang kurang? Logika.

Pertanyaan sederhana: apakah DPR bisa dibubarkan begitu saja? 

Jawabannya: tidak, tidak, dan sekali lagi tidak. Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyediakan tombol "delete" untuk DPR. Dalam sistem demokrasi dengan trias politica, fungsi legislatif adalah permanen---tak bisa dicoret kecuali kita ingin mengubah UUD 1945 secara total dan sekaligus mengganti bentuk negara. Jadi, kalau serius ingin membubarkan DPR, mahasiswa bukan sedang berdemo, tapi sedang mengusulkan revolusi konstitusional.

Apakah itu mungkin? Ya, mungkin saja. Apakah realistis? Sama realistisnya dengan berharap bisa menukar BEM jadi BUMN hanya dengan orasi.

---

DPR: Lembaga yang (Selalu) Bikin Dongkol

Tuntutan mahasiswa tentu tidak jatuh dari langit. Mari kita jujur: kalau ada kompetisi lembaga negara paling tidak dipercaya, DPR hampir selalu juara. Survei LSI (2024) menunjukkan tingkat kepercayaan publik pada DPR hanya 56%, jauh di bawah TNI (89%) atau Presiden (74%). Bahkan beberapa tahun lalu, Indikator Politik Indonesia pernah mencatat kepercayaan publik pada DPR nyaris menyentuh angka 40%---alias setara harga diskon cuci gudang.

Wajar jika mahasiswa kesal. Mereka tidak merasa diwakili. DPR dianggap sibuk dengan urusan proyek, anggaran, revisi UU kilat, dan perjalanan dinas keluar negeri yang lebih mirip wisata edukasi. Sementara rakyat, ya dibiarkan mengantre bansos atau bersyukur dengan jalan berlubang.

Dan yang paling menusuk hati rakyat: gaji, tunjangan, dan fasilitas anggota DPR luar biasa besarnya. Gaji pokok anggota DPR sekitar Rp4,2 juta. Tambah tunjangan beragam, take-home pay bisa tembus Rp70--100 juta per bulan. Itu belum termasuk mobil dinas, perjalanan, dan tunjangan komunikasi. "Wakil rakyat" ternyata lebih mirip "wakil rekening bank".

---

Bubarkan? Bisa, Tapi untuk Apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun