"Pemimpin yang otoriter tidak membentuk masyarakat yang cerdas, hanya masyarakat yang takut."--- Pramoedya Ananta Toer
---
Seorang pemimpin diuji bukan hanya dari keberaniannya mengambil keputusan, tetapi dari kebijaksanaan saat menghadapi perbedaan. Pernyataan ini menjadi relevan saat menyoroti langkah keras Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, dalam menyikapi isu studi tour sekolah. Setelah sebelumnya menyebut studi tour sebagai "eksploitasi anak" dan "pembohongan publik", kini ancamannya meningkat: kepala sekolah yang nekat tetap menggelar studi tour akan dicopot jabatannya.
Pernyataan ini kembali mencuat ke publik melalui pemberitaan Tribun Jabar (27 Juli 2025), di mana Dedi secara terang-terangan menegaskan sikapnya: "Saya copot kepala sekolah yang membandel." Pernyataan ini muncul setelah gelombang protes dari pelaku industri wisata yang merasa dirugikan, serta langkah beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat yang tetap mengizinkan kegiatan studi tour dengan syarat ketat dan pengawasan.
Pertanyaannya kini: Apakah sikap keras ini efektif atau justru kontraproduktif? Dan yang lebih mendalam lagi, apakah tindakan ini sejalan dengan hukum dan etika kepemimpinan publik?
---
Kebijakan Tanpa Dialog: Gejala Otoritarianisme di Dunia Pendidikan
Dedi Mulyadi sejak awal dikenal sebagai pemimpin yang tegas, lugas, dan penuh idealisme. Namun, sikap tegas bisa menjadi bumerang bila tidak dibarengi ruang dialog. Saat ribuan pekerja industri wisata berdemo menolak pelarangan studi tour karena mematikan mata pencaharian mereka, reaksi Dedi bukanlah untuk membuka forum diskusi, melainkan memperkuat pelarangan dengan ancaman pemecatan.
Langkah ini patut dipertanyakan, bukan karena niat baik di baliknya diragukan, tetapi karena langkah pemaksaan kehendak tanpa partisipasi publik adalah bentuk kebijakan yang tidak demokratis. Pendidikan seharusnya menjadi ladang dialog, bukan hanya ruang regulasi sepihak.
Lebih dari itu, dalam sistem otonomi daerah di Indonesia, kewenangan pendidikan dasar dan menengah sebenarnya berada pada pemerintah kabupaten/kota, bukan gubernur. Artinya, bila kepala sekolah melaksanakan kebijakan daerah yang memperbolehkan studi tour dengan pengawasan ketat, maka mereka secara hukum tidak sedang membangkang gubernur.
---
Siapa Berwenang Copot Kepala Sekolah?