Sikap yang Diharapkan dari Fadli Zon
Sebagai Menteri Kebudayaan, Fadli Zon seharusnya bukan menjadi penjaga narasi kekuasaan, melainkan penjaga integritas sejarah. Ia harus menyadari bahwa kebudayaan tidak dibangun dari kebohongan, melainkan dari keberanian melihat diri sendiri---termasuk bagian-bagian tergelapnya.
Mendengarkan korban, mencatat kejahatan negara, dan menciptakan narasi yang adil adalah bagian dari tanggung jawab moralnya. Jika ia bersikeras pada "tone positif" sebagai semacam kosmetik sejarah, maka ia sedang mengkhianati etika dasar profesi sejarawan.
Kejujuran adalah Pilar Bangsa yang Kuat
Menulis sejarah bukan soal nyaman atau tidak. Ini adalah soal etika dan tanggung jawab. Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang menutupi luka lamanya, melainkan yang berani mengobatinya dengan kebenaran.
Dalam hal ini, pendekatan "tone positif" bukan hanya keliru secara akademik, tapi juga membahayakan secara moral. Ia menyingkirkan suara korban, menutupi kejahatan, dan memperpanjang luka.
"Sejarah yang dipoles adalah sejarah yang tidak menyembuhkan," kata sejarawan Pramoedya Ananta Toer, yang juga menjadi korban Orde Baru.
Kini saatnya kita bertanya: Apakah kita ingin menyembuhkan, atau terus menyimpan borok di bawah karpet?***MG
Referensi:
- Komnas HAM (2008). Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat 1965-1966.
- E.H. Carr (1961). What is History?
- Yuval Noah Harari (2014). Sapiens: A Brief History of Humankind.
- TRC Final Report, South Africa (1998).
- Bundeszentrale fr politische Bildung (Federal Agency for Civic Education, Germany).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI