Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah Jokowi, Terbitlah Dedi Mulyadi?

20 Mei 2025   07:27 Diperbarui: 20 Mei 2025   07:52 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedi Mulyadi dan Jokowi (Kompas.com)

Melarang angkot beroperasi selama arus balik Lebaran, lalu memberi kompensasi yang justru dimanfaatkan oleh oknum Dishub.

Tidak memproses hukum pejabat yang mengeluarkan izin pembangunan kompleks wisata yang kini dibongkar. Bukankah ini bentuk pembiaran kerugian uang negara?

Ketika emosi dan reaksi cepat menjadi dasar kebijakan, hasilnya seringkali kontraproduktif.

---

Dedi dan Jokowi: Dua Jalan yang Tak Sama

Jokowi memang punya kelemahan: lamban dalam pengambilan keputusan tertentu, terlalu berhati-hati, bahkan dinilai kompromistis oleh sebagian pendukungnya. Namun, ia punya fondasi kuat: visi pembangunan jangka panjang, konsistensi dalam kerja infrastruktur, dan kemampuan membaca dinamika politik nasional.

Dedi punya kekuatan di sisi kedekatan dengan rakyat dan keberanian mengambil risiko. Tapi tanpa kajian, evaluasi, dan akuntabilitas, kepemimpinan semacam ini bisa berujung pada kebijakan yang tidak berkelanjutan dan rawan penyimpangan.

---

Haruskah Dedi Menjadi "The Next Jokowi"?

Secara personal, Dedi Mulyadi memang punya modal elektoral. Karisma, kedekatan dengan masyarakat, dan daya tarik di media sosial menjadikannya magnet politik. Tapi menjadi pemimpin nasional bukan hanya soal karisma. Dibutuhkan kemampuan merumuskan visi besar, membangun sistem, dan menjembatani berbagai kepentingan nasional.

Jika Dedi, yang pernah menjadi ketua tim sukses Jokowi di Jabar, ingin meniru Jokowi, maka ia harus belajar dari sisi substance, bukan hanya style. Dari Jokowi ia bisa belajar pentingnya membangun kebijakan berbasis data, bukan sekadar emosi. Belajar membangun koalisi, bukan hanya memoles citra. Belajar menata sistem, bukan hanya merespons viralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun