Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali disorot publik terkait tuduhan ijazah palsu, sorotan tak hanya tertuju pada sang presiden, tetapi juga pada partai politik yang selama ini berdiri di belakangnya: PDI Perjuangan. Yang mengejutkan, bukan pembelaan yang muncul dari tokoh sentral PDIP, Megawati Soekarnoputri, melainkan pernyataan bernuansa dingin yang justru menyiratkan keraguan terhadap keaslian ijazah Jokowi."Ya kok susah amat ya, kan kalau di ijazah betul gitu, tunjukkin aja," kata Megawati dalam sebuah acara publik belum lama ini.Â
Ucapan ini menuai beragam tafsir: apakah ini bentuk sindiran terhadap pihak-pihak yang terus mempermasalahkan sesuatu yang seharusnya sudah selesai, atau justru cerminan jarak yang kini terbentuk antara Megawati dan Jokowi?
---
PDIP: Dari Garda Depan ke Tepi Arena?
Tak bisa dimungkiri, PDI Perjuangan adalah lokomotif politik yang mendorong karier Jokowi dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga akhirnya dua kali memenangkan kursi RI-1. Semua proses pencalonan, mulai dari administratif hingga logistik politik, tak mungkin lepas dari peran partai. Maka jika kini muncul polemik bahwa ijazah Jokowi palsu, pertanyaannya bukan hanya ditujukan pada Jokowi pribadi, tapi juga kepada PDIP yang saat itu ikut memverifikasi berkas pencalonan sang kader.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), saat Jokowi mendaftar sebagai calon presiden pada 2014 dan 2019, semua berkasnya telah diverifikasi dan dinyatakan sah, termasuk ijazah. Bahkan, Mahkamah Konstitusi pada November 2022 secara tegas menolak gugatan yang menyebut ijazah Jokowi palsu karena tidak berdasar dan tidak memenuhi syarat pembuktian yang kuat.
Namun demikian, tudingan serupa kembali mencuat pada 2024 ketika para  penggugat mengajukan kembali gugatan ke pengadilan terkait dugaan ijazah palsu. Meski sudah berulang kali dibantah, termasuk oleh pihak Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat Jokowi kuliah, isu ini tak kunjung padam.
---
Megawati dan Dilema Politik
Lalu, mengapa Megawati seperti membiarkan polemik ini berkembang? Ada beberapa kemungkinan yang bisa ditafsirkan:
1. Friksi Politik Jokowi-Megawati
Sejak masa akhir periode kedua Jokowi, relasi antara dirinya dan Megawati tampak renggang. Keputusan Jokowi yang dianggap "tidak loyal" pada PDIP, termasuk dukungan tersirat terhadap partai-partai non-PDIP dan keterlibatan putranya Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024 melalui jalur Koalisi Indonesia Maju, dianggap sebagai bentuk pembangkangan politik terhadap Megawati.