Menjaga Garis Batas: Perluasan Peran atau Pelanggaran Fungsi?
Bukan berarti militer tidak boleh terlibat sama sekali. Dalam kondisi darurat atau ancaman keamanan nasional, kehadiran militer bisa jadi penting. Tapi jika pelibatan itu menjadi pola tetap, tanpa pengawasan, maka kita sedang membuka pintu ke belakang bagi kebangkitan peran politik militer.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dalam beberapa pernyataan menegaskan bahwa TNI siap membantu jika diminta, namun tetap dalam koridor hukum. Namun siapa yang menjamin bahwa batas itu tidak akan terus meluas?
Kalau semua lembaga sipil minta perlindungan tentara, lantas di mana letak otonomi sipil dan prinsip checks and balances?.
---
Kembali ke Supremasi Sipil
Reformasi bukan hanya soal mengganti rezim, tapi merombak cara pandang. Supremasi sipil bukan berarti sipil harus anti-militer, tapi bahwa negara sipil yang sehat tidak boleh menyerahkan tanggung jawab sipil kepada kekuatan bersenjata.
Kita butuh kejaksaan yang kuat, polisi yang tegas namun manusiawi, guru yang mendidik dengan kasih, dan pemimpin yang berpihak kepada rakyat. Bukan militer yang diminta mengisi semua peran ketika sipil gagal.
---
Akhir Kata
Jangan salah tafsir. Kepercayaan publik kepada tentara adalah aset penting bangsa. Tapi seperti kata pepatah, "jika satu-satunya alat yang kita miliki adalah palu, maka semua masalah akan tampak seperti paku." Ketika kita memanggil tentara untuk menyelesaikan masalah sosial, hukum, pendidikan, dan lingkungan, kita sedang memperlakukan semua masalah sebagai ancaman perang.
Saatnya bangsa ini kembali memperkuat lembaga sipilnya. Bukan dengan meminta bantuan barak, tetapi dengan membenahi rumah tangga sendiri.