Setelah Paus Fransiskus wafat pada awal April 2025, dunia Katolik---dan banyak di luar umatnya---menanti dengan napas tertahan: siapa yang akan melanjutkan tongkat estafet kepausan? Jawaban itu akhirnya datang: Kardinal Robert Francis Prevost terpilih dan mengambil nama Paus Leo XIV, mencetak sejarah sebagai Paus pertama asal Amerika Serikat. Namun, meski sosoknya sudah muncul di balkon Basilika Santo Petrus dan memberi berkat Urbi et Orbi, rasa ingin tahu publik belum sepenuhnya reda.
Apa sebenarnya yang terjadi di balik dinding tebal Kapel Sistina saat para kardinal "dikurung" dalam konklaf? Bagaimana dinamika, bisikan, bahkan mungkin perdebatan yang mengiringi pemilihan pemimpin Gereja Katolik sedunia? Keingintahuan inilah yang menjadi benang merah dalam film Conclave, sebuah drama-thriller adaptasi novel karya Robert Harris yang disutradarai oleh Edward Berger.
---
Sebuah Fiksi yang Terlalu Meyakinkan?
Film Conclave menampilkan Ralph Fiennes sebagai Kardinal Thomas Lawrence, seorang tokoh fiktif yang berada di pusat pergolakan batin dan konflik spiritual dalam proses pemilihan Paus. Berger berhasil menyulap naskah menjadi tayangan yang menegangkan dan kontemplatif. Terlepas dari fakta bahwa cerita ini sepenuhnya fiksi, kekuatan visual, akting, dan narasi membuat banyak penonton merasa, "Sepertinya memang begitulah yang terjadi."
Ada perebutan pengaruh, bisikan ambisi pribadi, bahkan rahasia kelam yang mengancam kehormatan Gereja. Tentu, ini bukan dokumenter. Tapi seperti banyak karya fiksi yang bagus, Conclave terasa "terlalu nyata untuk tidak dipercaya". Dan di sinilah letak daya tariknya.
Menariknya, beberapa kardinal yang terlibat dalam konklaf 2025 dikabarkan sempat menonton film ini sebelum memasuki Kapel Sistina. Tentu bukan sebagai bahan taktik, melainkan sekadar hiburan. Tapi tetap saja, fakta ini menambah lapisan menarik pada kisah nyata yang sudah penuh misteri dan simbolisme. Bahkan menurut The Guardian, Paus Leo XIV sendiri---yang kala itu masih Kardinal Prevost---diketahui sempat menonton Conclave dan, menurut saudaranya, film itu "membantu dirinya memahami suasana spiritual dan psikologis dari konklaf".
---
Konklaf Sesungguhnya: Hening, Sakral, dan Tidak Semenarik Film
Nyatanya, konklaf bukanlah panggung intrik seperti yang digambarkan dalam film. Tak ada kamera tersembunyi, tak ada skandal pribadi yang diungkap mendadak, dan tidak ada tokoh yang menyimpan rahasia eksistensial Gereja. Yang ada adalah suasana doa, keheningan, refleksi panjang, dan suara komunal para kardinal yang mewakili Gereja dari seluruh dunia.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, dalam wawancara resmi menyatakan bahwa pemilihan Paus Leo XIV bukan didorong oleh pertimbangan geopolitik atau sentimen regional, tetapi merupakan "buah dari refleksi mendalam para kardinal yang ingin melanjutkan visi Gereja sebagai pembawa damai dan keadilan, sebagaimana telah dirintis oleh Paus Fransiskus."