Dedi Mulyadi kembali mengguncang publik. Kali ini bukan dengan sindiran jenaka atau gaya nyentriknya, melainkan kebijakan yang secara terang-terangan mengaitkan bantuan sosial (bansos) dengan syarat vasektomi bagi pria miskin. Ia menyebutnya sebagai solusi jitu mengatasi kemiskinan struktural akibat ledakan populasi.
Ironisnya, kebijakan ini justru membuka pertanyaan besar: benarkah ini solusi? Atau justru bentuk penindasan halus yang membungkus ketimpangan dengan dalih moralitas?
Dalam program yang ia jalankan di beberapa daerah, pria yang akrab disapa KDM ini menawarkan uang tunai tambahan sebesar Rp500 ribu bagi para penerima bansos yang bersedia menjalani vasektomi. Argumennya sederhana---dan justru berbahaya: "Kalau sudah miskin, jangan banyak anak."
Narasi seperti ini sekilas terdengar logis. Namun jika ditelaah lebih dalam, inilah bentuk baru dari kebijakan yang menampar logika kemanusiaan dan merendahkan martabat kaum miskin.
Antara Kemiskinan dan Hak atas Tubuh
Vasektomi adalah tindakan medis permanen. Dalam banyak negara, termasuk Indonesia, ia hanya bisa dilakukan atas dasar kesadaran penuh, sukarela, dan melalui proses konseling yang matang. Namun ketika kebutuhan dasar seperti bansos dipertukarkan dengan hak atas tubuh, maka sukarela menjadi semu. Ini bukan lagi kebijakan, ini jebakan.
"Ini bentuk pemaksaan terselubung. Orang yang lapar tak bisa berpikir merdeka. Mereka dipaksa memilih antara bantuan atau haknya atas tubuh," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam pernyataan tertulis.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sama-sama menegaskan bahwa setiap tindakan medis harus dilakukan atas dasar informed consent. Tanpa tekanan. Tanpa iming-iming.
BKKBN: Ini Bukan KB, Ini Pemaksaan!
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) angkat suara tegas. Deputi Keluarga Berencana, dr. Eni Gustina, menyebut pendekatan KDM sebagai pelanggaran terhadap prinsip dasar program KB.
"KB adalah pilihan sadar dan sukarela. Tidak boleh dikaitkan dengan bansos atau insentif. Ini bukan edukasi, ini manipulasi," ujarnya dalam konferensi pers pekan lalu.