Apakah ini jenis lulusan yang ingin kita lahirkan?
Premanisme Baru Berkedok Militerisme
Ironisnya, ketika negara tengah berjuang mengatasi ormas-ormas yang menggunakan atribut dan gaya militeristik untuk menekan masyarakat, pemerintah daerah justru mengadopsi metode serupa dalam pendidikan. Ini memberi pesan berbahaya: bahwa kekuatan, bukan dialog; bahwa barisan, bukan argumen; adalah solusi atas perbedaan dan masalah.
Jika tidak berhati-hati, program ini dapat melahirkan generasi baru yang kaku secara berpikir dan brutal secara sosial.
Alternatif yang Lebih Manusiawi dan Berkelanjutan
Mendidik siswa bermasalah bukan hanya soal menghukum, melainkan merestorasi kepercayaan mereka terhadap diri sendiri dan lingkungan. Beberapa pendekatan yang terbukti efektif di banyak negara antara lain:
Restorative Education: Model pendidikan yang mempertemukan pelanggar dan korban untuk memahami dampak tindakan mereka dan mencari solusi bersama.
Therapeutic Intervention: Memberikan konseling psikologis intensif bagi siswa dengan masalah perilaku berat.
Skill-based Empowerment: Membekali siswa dengan keterampilan hidup (life skills) seperti manajemen konflik, komunikasi efektif, dan pengendalian emosi.
Community Engagement: Melibatkan komunitas lokal dan dunia usaha dalam program mentoring bagi siswa bermasalah.
Semua ini membutuhkan investasi waktu, tenaga, dan sumber daya. Namun jika bangsa ini serius membangun generasi masa depan, tidak ada jalan pintas.
Jangan Jadikan Pendidikan Ladang Eksperimen
Kebijakan pendidikan tidak boleh lahir dari frustrasi sesaat atau godaan mencari hasil instan. Ia harus berakar pada prinsip-prinsip pedagogis yang beradab, berbasis bukti ilmiah, dan berorientasi pada masa depan.
Gaya militeristik mungkin tampak menggiurkan di tengah kekhawatiran sosial. Namun pendidikan sejati adalah tentang menumbuhkan pohon kehidupan, bukan membentuk barisan pasukan.
Membentuk karakter bukan tentang membuat patuh, melainkan membangkitkan kesadaran.
Dan bangsa yang besar tidak dibangun dari ketundukan, melainkan dari keberanian berpikir.***MG