Jika kita berbicara mengenai sejarah dan perkembangan perpustakaan, sebenarnya kita juga berbicara mengenai sejarah peradaban. Seperti yang proklamator kita Ir. Soekarno sering katakan "Jas Merah" atau "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah". Jargon ini dapat kita maknai bahwa, setiap perubahan yang akan kita buat hendaklah melihat dahulu pada jejak-jejak sejarah sebelumnya, agar kita mampu mengambil pelajaran dan memproyeksikan langkah kedepan secara lebih relevan. Sejarahwan Amerika Serikat, Ian Mcnelly dan Lisa Wolverton dalam bukunya yang berjudul Reiventing Knowledge from Alexandria to Internet, menyatakan bahwa "Kita hidup pada sebuah masa yang berulang dalam sejarah dunia, ketika terjadi perubahan besar dalam ekonomi, budaya dan teknologi membawa kita pada pertanyaan mendasar mengenai produksi, pengelolaan, pelestarian dan penyebaran informasi (ilmu pengetahuan)" pernyataan inilah yang menurut pandangan saya harus menjadi salah satu hal yang kita perhatikan dalam menatap masa depan, kata kuncinya adalah "produksi, pengelolaan, pelestarian dan penyebaran informasi (pengetahuan)".
Seperti yang kita ketahui, di era globalisasi seperti sekarang ini, pola kehidupan masyarakat terus mengalami perkembangan yang dinamis dan signifikan. Pola kehidupan masyarakat yang awalnya berbentuk masyarakat industri, kini mulai berubah menjadi masyarakat informasi. Perubahan yang terjadi tentu didasari oleh perkembangan teknologi yang semakin mempermudah akses masyarakat dalam segala lini. Terlebih, perkembangan tersebut juga telah mempengaruhi berbagai sektor kehidupan masyarakat seperti sektor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Berbagai kemajuan dan kemudahan telah banyak ditawarkan guna menunjang proses pemenuhan kebutuhan. Kini, kebutuhan sehari-hari tidak hanya terbatas pada sandang, pangan, dan papan, tapi juga kebutuhan kita akan informasi. Hal ini turut mempengaruhi perkembangan perpustakaan yang notabene adalah unit penyedia informasi yang paling terpercaya kredibilitasnya. Perkembangan perpustakaan secara otomatis mendorong perkembangan berbagai komponen lainnya. Dalam hal ini tidak hanya tentang koleksi dan teknologi yang ada di perpustakaan, tetapi juga berbagai sumberdaya yang ada di dalamnya.
Memang, globalisasi adalah keniscayaan. Tidak hanya kita lihat sebagai tantangan, tetapi juga peluang. Pemerintah kita bersama dengan negara-negara ASEAN telah menyepakati visi besar ASEAN yang salah satu cara mewujudkannya adalah dengan mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan partisipasi aktif Indonesia di pasar global. MEA dan pasar global berimplikasi pada pergerakan tenaga kerja di lingkungan negara-negara di seluruh dunia. Salah satu regulasi pemerintah terkait tersebut adalah Kepmenaker Nomor 228 tentang Jabatan yang dapat diisi oleh tenaga kerja asing, dan terdapat dua jabatan atau pekerjaan yang dekat dengan dunia perpustakaan, yaitu pustakawan dan instruktur literasi. Sekilas memang, sektor privat atau pustakawan di instansi swasta yang terkena dampak, namun, Pustakawan PNS pun tidak bisa lengah, karena untuk menjadi birokrat kelas dunia tantangan ini haruslah dilewati. Ini adalah peluang sekaligus tantangan bagi kita untuk menjadi pemenang di negeri sendiri dan/ atau meraih kejayaan di negeri orang. Pengembangan kompetensi, teknologi dan bahasa menjadi kunci untuk menjadi pemenang. (MDAP)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI