Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Marbot yang Sabar Ya!

3 April 2024   00:22 Diperbarui: 3 April 2024   00:24 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi marbot masjid adalah sebuah pekerjaan mulia. Marbot melindungi kesucian rumah Allah. Dengan adanya mereka, kita tidak perlu terlalu khawatir tentang kebersihan masjid karena mereka senantiasa menjaganya. Kesucian masjid adalah tanggung jawab mereka, dan ini adalah amal yang sangat mulia. 

Para marbot bukan hanya menjaga kebersihan masjid agar tetap suci dan indah, tetapi juga memakmurkan masjid dengan membantu pelaksanaan ibadah, seperti mengumandangkan azan hingga membantu pembagian zakat dll, Pintu untuk melakukan amalan-amalan baik selalu terbuka lebar bagi mereka. Mereka bisa berdoa, membaca Al-Quran, dan berdzikir di tempat yang suci. Sebagai penjaga masjid, memang memiliki tanggung jawab yang besar. Sabar dan ikhlas adalah kualitas yang sangat diperlukan dalam pekerjaannya. 

Namun, kenyataannya ada marbot yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, tidak menunjukkan sikap baiknya sebagai seorang marbot yang seharusnya memiliki kesabaran.

Saya akan sedikit berbagi cerita pengalaman bertemu dengan marbot yang bikin geram melihatnya, ketika melintasi jalan Medan Banda Aceh, saya singgah di sebuah masjid yang megah berada di pusat perbelanjaan, saya singgah karena ingin buah hajat dan sekaligus sholat Zuhur, karena tidak lama lagi memasuki waktu Zuhur,

Tiba di parkiran, mata tertuju pada pasangan suami istri dan kedua anaknya memasuki masjid dengan tubuh yang terlihat lelah dan sepertinya mereka sengaja ingin beristirahat dan benar saja mereka merebahkan badan.

Sesaat kakiku melangkahkan kaki ke tempat pembuangan hajat, tiba-tiba masuk seorang paru baya dengan wajah yang sangar dan benar saja, saat memasuki pintu masjid terdengar jelas suara pak marbot karena memang suaranya besar den lantang, ia berkata! Kalau mau tidur jangan di masjid, ini tempat ibadah bukan tempat untuk tidur, kalau mau tidur di rumah jangan disini.

Sesak mendengarnya, sambil berlalu pk marbot berjalan menuju tempat berwudhu dengan membawa kain pel namun bibirnya masih terdengar merepet.

Pasangan suami istri hanya diam tanpa menjawab sepatah kata pun, dengan wajah yang sedih dan kelelahan mereka pun bersiap meninggalkan masjid dan melanjutkan perjalanan.

Hatiku terenyuh melihatnya, dan seribu tanya pun mengusik hati dan pikiranku.

Benarkah tidak boleh kita tidur di masjid? Jika emang ia, kenapa ada masjid yang pernah saya temui banyak sangat jamaah tidur di dalam masjid dengan nyaman tanpa ada larangan. Bahkan ada masjid yang menyediakan minuman tuk para jamaahnya yang kehausan.

Mengapa pak marbot marah-marah? Emang tidak bisa berbicara dengan sopan, sampaikan dengan bahasa yang santun tanpa harus marah-marah.

Apakah pak marbot tidak paham, kalau yang hadir di masjid itu bukan hanya jamaah yang mukim di sekitar masjid? Kan banyak kaum muslimin yang dalam keadaan safar/perjalanan.

Apakah masjid yang megah ini milik pribadi? Tentu tidak kan....

Apakah saudara kita yang safar salah jika ingin istirahat di masjid sembari ibadah? Haruskah ia harus sewa penginapan hanya untuk istirahat sejenak? Dan kalaupun harus sewa penginapan butuh uang pastinya, bisa saja uang mereka pas-pasan, kadang mereka harus menahan lapar dan haus untuk melanjutkan perjalanan.

Sungguh miris melihat pak marbot seperti itu, tidak ada sedikitpun rasa iba kepada saudara sesama muslim. Akhiranya aku urungkan niatku menunggu waktu Zuhur di masjid itu. Marbot yang marah-marah itu mengingatkan saya bahwa kesabaran dan ketulusan adalah ujian yang harus dijalani dan mengingatkan saya bahwa dengan segala keterbatasannya, marbot juga manusia biasa yang berjuang untuk menjalankan tugasnya. 

Dalam perjalanan pulang masih kepikiran dengan pakarbot, namun, lama kelamaan, setelah merenungkan kejadian itu, aku menyadari bahwa menjadi seorang marbot tidaklah mudah. Mungkin pk marbot telah mengalami banyak hal yang membuatnya begitu sensitif terhadap kebersihan dan tata tertib masjid. Aku mulai memahami bahwa sabar dan ikhlas adalah kunci dalam menjalani peran sebagai marbot.

Dari pengalaman itu, aku belajar untuk lebih menghargai peran dan tanggung jawab setiap individu dalam menjaga kebersihan dan ketertiban masjid. Meskipun awalnya terasa sulit, namun dengan kesabaran dan keikhlasan, aku yakin bahwa aku juga bisa menjalankan peran yang sama dengan baik, entah sebagai marbot atau dalam peran lainnya dalam masyarakat.

Saya masih berharap semoga suatu saat, pak marbot bisa menunjukkan sikap yang penuh dengan keikhlasan dan kesabaran ketika menemui seseorang yang sedang istirahat karena lelah dalam perjalanan di masjid. Sebagai pengayom dan pengelola masjid, marbot dapat mengambil pendekatan yang lebih baik dengan mengegur dengan lembut dan penuh pengertian, bukan dengan marah.

Misalnya marbot bisa mendekati orang tersebut dengan ramah dan memahami bahwa mereka mungkin sedang lelah setelah melakukan perjalanan yang jauh. Pk marbot seharusnya bisa memberikan pengingat dengan santun.

Dengan sikap yang penuh keikhlasan dan kesabaran, marbot dapat menciptakan lingkungan yang ramah dan bersahabat di masjid, yang juga merupakan bagian dari peran penting mereka dalam melayani jamaah dan menjaga kebersihan serta ketertiban tempat ibadah.

Rasulullah SAW sendiri juga mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan dan ketertiban dalam masjid serta menjadikannya sebagai pusat aktivitas keagamaan dan sosial umat Islam. Jadi, meskipun sholat adalah fokus utama, namun masjid memiliki peran yang lebih luas dalam kehidupan umat.

Doa terbaik buat semua Marbot, semoga diberikan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalankan perannya, dan semoga perannya sebagai marbot menjadi jalan mudah untuk menuju surga Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun