Mohon tunggu...
Maria Sekar Ayu
Maria Sekar Ayu Mohon Tunggu... Pelajar

Tidak suka apapun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Senyum Lapang Bunga

26 Juni 2025   14:59 Diperbarui: 26 Juni 2025   14:59 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang gadis bernama Bunga. Bunga merupakan anak tunggal, keluarganya merupakan keluarga yang kurang mampu. Orang tua Bunga bekerja keras setiap hari di ladang punya orang. Walaupun sudah bekerja secara keras setiap hari tapi penghasilan yang didapat tetap saja pas-pasan hanya untuk makan setiap hari dengan lauk tempe dan nasi. Karena keadaan keluarga yang tak kunjung membaik, Bunga mempunyai satu mimpi besar: ia ingin menaikkan derajat keluarganya, agar Bapak dan Ibu bisa hidup lebih tenang.

Sejak SMA, Bunga sudah terbiasa bekerja. Setelah pulang sekolah ia membantu di warung makan punya tetangga untuk mencuci piring. Ketika pulang dari bekerja Bunga menyiapkan makaroni untuk dijual di sekolah. Setelah lulus sekolah, ia melanjutkan pendidikan di Universitas melalui beasiswa. Walaupun mendapatkan beasiswa tetapi perjuangan Bunga semakin berat. Ia harus kuliah sambil bekerja untuk membantu biaya sehari-hari dan mencukupi kebutuhan kuliahnya (buku, kas, fotocopy,dll). Pagi ia belajar, sore hingga malam ia bekerja. Badannya sering pegal, matanya sering mengantuk, tapi Bunga tidak pernah menyerah. Ia selalu ingat dengan mimpinya untuk menaikkan derajat Bapak dan Ibu.

Yang membuat hati Bunga kadang terasa perih adalah Mbah nya, ya betul orang tua dari Ibu Bunga. Mbah Bunga sering sekali membandingkan Bunga dengan sepupunya, Farid. "Lihat itu Farid, pintar sekali, tidak perlu bekerja keras seperti kamu," kata Mbah suatu kali. "Padahal kamu lebih tua dari Farid, tapi Farid lebih sukses."

Sebenarnya, Farid juga tidak lebih baik. Bahkan, Farid sering meminta uang pada orang tuanya untuk hal-hal yang tidak penting, bahkan Farid sudah berani melakukan pinjaman online diusia yang masih terbilang anak-anak. Tapi Mbah tidak tahu itu. Setiap kali mendengar perkataan Mbah, hati Bunga terasa sakit. Ingin rasanya Bunga membela diri, menjelaskan semua perjuangannya. Tapi Bunga selalu memilih untuk diam dan tersenyum lapang dada. Ia tahu, omongan Bunga tidak akan mengubah semangatnya Mbah untuk terus merendahkan dirinya.

Bunga terus berjuang. Ia belajar dengan giat, bekerja dengan tekun, dan tidak pernah mengeluh. Diam-diam, Bunga selalu memperhatikan Mbah. Jika Mbah sakit, Bunga yang pertama kali datang menjenguk dan membuatkan teh hangat bahkan membuatkan makanan yang segar supaya Mbah cepat pulih. Jika Mbah butuh bantuan untuk berbelanja, Bunga dengan sigap menemaninya. Setiap kali Mbah kesulitan, Mbah selalu ada untuk membantu tanpa diminta.

Perlahan tapi pasti, Mbah mulai melihat. Mbah melihat bagaimana Bunga selalu ada untuknya, bagaimana Bunga tidak pernah perhitungan. Suatu hari, Mbah jatuh sakit dan tidak ada yang bisa menjaganya selain Bunga. Bunga merawat Mbah dengan telaten, bahkan sampai tidak tidur semalaman.

Ketika Mbah sembuh, Mbah memegang tangan Bunga erat-erat. "Bunga," kata Mbah dengan suara bergetar. "Maafkan Mbah ya. Mbah baru sadar, kamu memang cucu Mbah yang paling hebat. Kamu selalu ada untuk Mbah, tidak seperti Farid."

Air mata Bunga perlahan menetes, tapi kali ini bukan air mata sakit hati, melainkan air mata kebahagiaan. Bunga tidak perlu bicara banyak, ia sudah membuktikan semuanya lewat perbuatannya. Impian Bunga untuk menaikkan derajat keluarga memang masih panjang, tapi ia tahu, dengan ketulusan hati dan kerja keras, ia pasti bisa mewujudkannya. Dan yang terpenting, Mbahnya akhirnya tahu betapa hebatnya Bunga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun