Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Suatu Sore bersama Menteri "Zaman Now", Hanif Dhakiri

9 Desember 2018   07:05 Diperbarui: 9 Desember 2018   16:14 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanif Dhakiri (dok. Maria G Soemitro)

Ada yang berbeda di Kompasianival 2018. Yaitu adanya area Kompasianer centang biru dan hijau, atau Kompasianer yang telah terverifikasi. Walaupun jika akun Anda belum terverifikasi, pastinya ngga akan diusir. ^_^

Karpet-karpet plastik dihamparkan pada sepetak taman berumput sintetis. Hijau. Mengingatkan saya pada area hijau berkat rumput sintetis di alun-alun Bandung. Bedanya disini terasa romantis dengan bantal berwarna-warni.

Tambah semarak ketika sore tanggal 8 Desember 2018 tersebut, Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri berkenan ikut nangkring. Lesehan ditemani secangkir kopi, rebusan kacang, jagung dan ubi manis.

"Saya juga kompasianer", katanya. Dan ternyata bener lho, Pak Hanif terdaftar sebagai kompasianer pada 25 Agustus 2014. Linknya disini. Centang biru. Walau baru 5 tulisan, karena pada tahun yang sama Pak Hanif diangkat sebagai Menteri Ketanagakerjaan. Pastinya ngga mudah meluangkan waktu untuk nulis.

Apa saja yang diobrolkan Pak "Menteri zaman now" yang humble ini dengan kompasianer? Kurang lebih sebagai berikut:

Disruption

Nyambung dengan yang telah dijelaskan dari atas panggung. Disruption terjadi ketika seseorang tidak harus memiliki serangkaian hotel untuk memperoleh keuntungan dari jasa ini. Juga ngga perlu punya punya armada mobil dan sepeda motor, agar bisa beromzet milyaran. Bahkan mampu menembus 50 sosok hebat versi Bloomberg seperti Nadiem Makarim.

Rupanya Pak Hanif lebih menyukai istilah "disruption" yang diperkenalkan pertama kali oleh Rhenald Kasali. Padahal untuk menjelaskan perubahan fenomena bisnis "hari esok" (the future), Badan Ekonomi Kreatif Indonesia punya istilah yang lebih mudah, yaitu Ekonomi Kreatif sebagai pengganti ekonomi berbasis industri dan pertanian, tapi apalah arti sebuah nama, ya?

Jadi Kompasianer Ada Duitnya, Ga?

Pertanyaan dilontarkan Pak Hanif dengan alasan mau menjadi Kompasianer saja sesudah lengser Oktober tahun depan. Wah pertanyaan nyeleneh yang menggelitik. Yang seharusnya bisa dijawab dengan mudah oleh Yon Bayu, sang pakar ngeblog dan ngevlog yang rajin diberkahi K-Rewards.

Memang sih ada kemungkinan menangguk rupiah dengan mengikuti berbagai lomba. Tapi jika mau penghasilan yang pasti-pasti aja, kembali ke laptop bersama Yon Bayu.

Kerja Cerdas

Pertama kali dengar istilah kerja cerdas dari Ustaz Aam Amirudin, saya pikir pas banget disematkan pada Pak Hanif, yaitu ngga asal kerja tapi kerja berdasarkan target dan tujuan.

dok. timesindonesia.co.id
dok. timesindonesia.co.id
Angka pengangguran berkurang di masa kepemimpinan Pak Hanif. Walau seperti yang diterangkannya, sulit sekali menerapkan kebijaksanaan. Di setiap tingkat provinsi dan kota/kabupaten ada divisi khusus yang menangani ketenaga kerjaan. Mereka bergerak jika diinstruksikan kepala daerah setempat, bukan Pak Menteri.

Namun bukan berarti ngga bisa membuat terobosan. Salah satunya dengan melengkapi balai latihan kerjanya. Seseorang yang ingin belajar menjahit misalnya, ngga hanya belajar memotong pola, tapi juga mendesain, melihat banyak contoh desain luar/dalam negeri, berkreasi dan memperagakan hasilnya secara periodik.

Balai Latihan Kerja (BLK) memiliki semacam red karpet. Tempat peserta didik menyelenggarakan fashion show ala BLK. Tak heran ada beberapa perusahaan yang mengijon lulusan BLK kemenaker.

Emang sih, dulu balai latihan kerja ngga dilirik, penyebabnya karena mereka hanya sekadar kerja, sekadar menyelenggarakan latihan kerja. Ketika guru ngga datang, pegawai BLK setempat yang mengajar. Ini sih diakui teman saya yang kebetulan menjadi pegawai disana. Ngawur banget ya?

Belenggu Stigma

Pernahkah terpikir bahwa stigmalah yang menjadi penyebab keributan hukuman mati seorang buruh migran? 

Maksudnya gini lho. Pernahkah Anda tahu bahwa menurut data Kepolisian, di Indonesia, rata-rata 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan jalan? 

Sebanyak 61 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yaitu yang terkait dengan kemampuan serta karakter pengemudi, lalu 9 % disebabkan karena faktor kendaraan (terkait dengan pemenuhan persyaratan teknik laik jalan) dan 30 % disebabkan oleh faktor prasarana dan lingkungan.

dok. depkes.go.id
dok. depkes.go.id
Tapi kita kok ya cuek saja. Terbukti ngga ada perubahan signifikan. Anak-anak belum cukup umur masih berkeliaran di jalan raya, menganggap sedang berada di arena balap.

Satu sepeda motor dinaiki 3-4 jiwa. Tanpa helm pastinya. Belum lagi ada yang mengendarai sepeda motor sambil menggunakan ponsel. Seolah nyawa mereka ada 4. Atau mungkin mereka beranggapan sesudah mati, bisa hidup lagi.

Nyawa benar-benar ngga dianggap!

Tapi coba jika ada seorang buruh migran yang terancam hukuman mati. Riuh rendahlah suara menyalahkan kementerian tenaga kerja dan presiden.

Bukan berarti butuh migran ngga usah dibela, tapi harus dilihat kasus per kasus. Termasuk kasus Tuti Tursilawati, yang mendapat hadd ghillah, yang tertinggi dan tidak bisa dimaafkan. Raja dan para ahli angkat tangan. Ngga bisa apa-apa.

Mendidik Anak

Ngobrol ngidul, tanpa terasa merambat ke anak-anak. Pak Hanif ngga mau 3 anaknya manja hanya gara-gara bapaknya menjadi menteri. Mereka (Nabila Setia Izzati, 3 November 1999; Neilan Setia Izzata, 22 April 2004; Nameera Setia Izzati , 3 Mei 2010) harus menghargai uang. Ngga bisa seenaknya minta dibelikan barang mahal. Walau Pak Hanif kerap pedih ketika melakukannya.

Ngga terasa sore beranjak malam. Lampu-lampu taman dinyalakan. Ajudan Pak Hanif berbisik pertanda waktunya menuju lokasi lain. Namun nampaknya beliau enggan beranjak. Ngobrol dengan yang berkesesuain minat menjadi peristiwa langka.

Akhirnya sesudah foto bareng, Pak Hanif beranjak, meninggalkan sesal saya yang lupa memintanya membaca salah satu puisinya yang berjumlah ratusan dan sudah dibukukan.

Obrolan mengenai kegiatan menulisnya lah yang membuat fokus pertanyaan berubah. "Sedang ingin menulis novel", kata pak Hanif. "Tapi baru ketemu judulnya "Kisah Cinta Sang Presiden". Eh tapi, untuk membuat novel tersebut, harus jadi presiden dulu ya?" tanyanya sambil tersenyum. Bercanda.

Aamiin ya rabbal 'alamin

Ucapan adalah doa. Masa depan tercapai sesudah membuat jejak di masa kini. Namun masa depan tetap menjadi misteri. Mungkin saja terjadi, kelak pak Hanif mejadi Presiden RI.

Dan kami, kompasianer akan mengingatnya sebagai sosok rendah hati, yang melepaskan semua atribut protokoler untuk ngopi bareng di sepetak taman berumput, di acara Kompasianival 2018.

Hanif Dhakiri (dok. Ibu seno)
Hanif Dhakiri (dok. Ibu seno)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun