Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Masak Pakai Sampah Dapur? Bisa!

1 Desember 2016   23:35 Diperbarui: 2 Desember 2016   13:56 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggunaan biodigester memang tidak bisa disamakan dengan kompor elpiji yang cukup menggerakkan jemari akan mengeluarkan api, siap untuk digunakan. Tabung dan isi  elpiji merupakan hasil pabrikasi sedangkan biodigester harus menunggu olahan sampah organik yang sangat tergantung pada ragam dan jumlah sampah yang tentu saja berkaitan dengan cara pandang serta gaya hidup penggunannya.

Ketika penggunaan biodigester skala rumah tangga sulit, bisa dibayangkan biodigester lainnya yang disimpan di balai RW seperti terjadi di Bumi Panyileukan Kelurahan Cipadung Kidul Kota Bandung. Di sini, petugas keamananlah yang menjalankan operasional sehari-hari. Sampah organik didapat dari warga sekitar dan hasilnya digunakan untuk memasak mi instan dan menjerang air di malam hari.

Nampak lancar, sayangnya warga menolak kemungkinan penggunaan biodigester di rumah masing-masing dengan alasan pekarangannya sempit. Jawaban yang mengada-ada karena Bumi Panyileukan merupakan pemukiman tertata, setiap rumah memiliki pekarangan. Sempit tapi cukup untuk menyimpan biodigester. Stigma negatif bahwa sampah itu kotor, bau dan bisa menimbulkan penyakit, masih melekat kuat.

Tapi bahkan kasus Bumi Panyileukan lebih baik dibanding tempat lain seperti di RW 07 Citarip Barat Kelurahan Kopo. Disini bapak Ayi, ketua RW 07 merasa terpaksa menerima biodigester karena mendapat instruksi dari lurah setempat. Uji coba biodigester yang ditempatkan di dalam ruangan balai RW akhirnya terhenti dengan alasan tidak ada biaya bagi pengelola biodigester. Ya, alih-alih bermanfaat bagi masyarakat, biodigester berubah menjadi beban bagi ketua RW.

Dan yang paling menyedihkan adalah biodigester yang ditolak keberadaannya oleh warga perumahan di Jatihandap Kecamatan Mandalajati Kota Bandung. Penyebabnya sepele tapi fatal akibatnya. Enceng dan Wawan sebagai petugas kebersihan enggan memisah sampah sehingga bukannya hasilkan gas metan, biodigester berubah menjadi tempat sampah raksasa.

Menghadapi ketersediaan bahan baku energi yang semakin menipis, PLN sebagai pemasok energi listrik sudah harus berhadapan dengan sumber daya baru dan terbarukan yang mahal seperti energi surya dan panas bumi, nampaknya Pertamina juga harus mulai mempertimbangkan mengambil alih pengadaan biodigester sebagai solusi energi yang berkelanjutan. Berikut alasannya:

  • Jika membandingkan jumlah kalkulasi harga kompor dan pembelian isi gas LPG dengan harga biodigester sebesar Rp 10 juta per buah maka akan ditemukan harga yang berimbang bahkan lebih murah karena ketersediaan sampah organik melimpah ruah sedangkan harga gas LPG semakin bertambah mahal, ketersediaannya di bumipun terbatas jumlahnya,
  • Jaringan yang dimiliki Pertamina memungkinkan untuk menyosialisasikan secara meluas dan cepat. Terbukti konversi minyak tanah ke gas LPG bisa berlangsung sukses. Pengguna biodigester ternyata harus mendapat sosialisasi terus menerus, tidak bisa mengandalkan cara pendekatan per proyek seperti sekarang.
  • Pertamina bisa lebih fokus dan leluasa dalam menyediakan LPG bagi rakyat miskin dan industri karena golongan menengah keatas mempunyai alternatif lain selain gas LPG.

Last but not least, penggunaan sampah organik sebagai energi berarti mengurangi salah satu masalah besar yaitu produksi sampah yang semakin banyak seiring pertambahan jumlah penduduk. Sekitar 60 % sampah yang dihasilkan penduduk Indonesia adalah sampah organik, dengan adanya biodigester, masalah tersebut terselesaikan. Bahkan pengguna biodigester mendapat manfaat tambahan yaitu cairan pupuk yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah.

Catatan:
Penulis adalah anggota Bandung Juara Bebas Sampah yang mendapatkan data-data di atas ketika membuat mapping bebassampahID di Kota Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun