Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

A Magical Paper

7 Agustus 2015   11:21 Diperbarui: 7 Agustus 2015   11:21 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Kertas apa ini?”, kataku bingung melihat sebuah kertas terjatuh di hadapanku. Aku membuka kertas itu mengira-ira siapa yang melemparkan atau memberikan kertas itu padanya. “Tulisan apa ini? Aku belum pernah menemui tulisan seperti ini. Siapa yang menulis ini dan mengapa kertas ini diberikan padaku?”, kataku bingung usai melihat sekilas kertas itu. “Aku akan mencari tahu mengenai tulisan ini”, kataku lagi lalu memasukkannya ke saku seragamku dan menghambur ke kelas. Aku tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran. Aku gelisah menunggu bel tanda sekolah usai berbunyi.

                Aku langsung menghampiri kekasihku usai bel tanda sekolah usai berbunyi. “Ada apa Cara?”, tanya Julian kekasihku kaget setelah aku menarik tangannya. “Julian, lihatlah kertas ini. Apa kau mengerti apa maksud tulisan ini?”, tanyaku padanya. Julian membaca dengan saksama tulisan pada kertas itu. “Aku tidak mengerti tulisan ini, Cara. Ini seperti tulisan kuno”, jawab Julian. “Dimana kau menemukan kertas ini?”, tanya Julian. “Kertas itu jatuh di hadapanku saat aku sedang berjalan di koridor kelas. Aku tidak mengetahui asal muasal kertas itu”, ungkapku jujur. “Oke, mari kita cari tahu bersama”, kata Julian lalu mengajakku ke rumahnya.  

                “Menurut hasil pencarian di google, tulisan ini adalah tulisan hieroglif mesir kuno, Cara. Disini juga ada alat penerjemah tulisan kuno, dan alat penerjemah ini bilang bahwa tulisan ini adalah sebuah mantra dan aku sudah berusaha mencari arti mantra itu namun tidak bisa diterjemahkan”, kata Julian sambil menunjukkan padaku hasil pencariannya. “Hmm. Lalu kenapa kertas mantra ini ada padaku? Apa maksudnya?”, tanyaku bingung. “Entahlah. Sebaiknya kau bawa pulang saja dahulu. Ini sudah sore. Ibumu pasti akan marah kalau tahu kau pergi denganku hingga malam. Besok kita akan pergi ke paranormal untuk menanyakannya”, kata Julian lalu aku mengangguk. “Baiklah aku pulang dahulu”, ujarku lalu mencium kening Julian dan pulang ke rumah.

                Aku makin penasaran dengan kertas mantra ini. Siapa yang mengirimkan ini padaku? Jangan-jangan ini adalah bentuk pembalasan dendam orang itu padaku. Hari semakin larut dan akupun beranjak tidur. Namun tidurku tidak tenang. Aku diganggu mimpi buruk berkali-kali.

                Tak terasa fajar telah menyingsing dan aku segera menghampiri kekasihku yang telah menjemputku. “Pagi sayang”, sapanya. “Pagi juga sayang”, jawabku lalu beranjak naik ke mobilnya. “Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat pucat”, katanya sambil memegangi daguku. “Aku semalam tidak bisa tidur. Berkali-kali aku mimpi buruk. Sepertinya ini pengaruh kertas mantra itu, Julian”, kataku pelan. “Hmm mungkin saja. Seperti apa mimpimu?”, tanya Julian. “Aku bermimpi seorang laki-laki berpakaian seragam sekolah membawa pisau, membentak dan mengancamku dan kedua orangtuaku, sayang. Aku takut”, kataku sambil menangis dan menggenggam tangan Julian. “Cara, tenanglah, jangan takut. Kita akan berusaha agar ini tidak mengganggumu lagi”, kata Julian sambil mencium keningku. “Kita hampir sampai”, kata Julian lagi. Aku melepas tanganku dari Julian dan menghapus air mataku.

                “Selamat pagi. Mari masuk”, sapa paranormal Joanna setelah Julian mengetuk pintu. “Terima kasih. Aku Julian. Aku datang kesini bersama kekasihku ingin mengungkap kejadian janggal yang baru saja dialami kekasihku. Ia menerima kertas ini di sekolah, terjatuh tiba-tiba di hadapannya. Aku juga sudah berusaha mencari tahu mengenai ini, tulisannya cukup aneh, ditulis dengan hieroglif mesir kuno dan terlihat seperti sebuah mantra”, ungkap Julian sambil menyerahkan kertas itu pada Joanna.  “Hmm baiklah. Tunggulah sebentar”, kata Joanna sambil menyuruh Julian dan aku duduk di pojok lain tempat ini.

                15 menit berlalu

                “Julian, kemarilah”, panggil Joanna. Julian lantas menghampirinya bersamaku. “Bagaimana, Joanna?”, tanya Julian. “Mantra ini sangat berbahaya, Julian. Orang yang menerima kertas mantra dapat tergganggu psikologisnya perlahan-lahan. Apakah ada orang yang dendam padamu? Mungkin dia menyebarkan kertas mantra ini sebagai pembalasan dendamnya”, kata Joanna menjelaskan. “Orangtuaku pernah melarang hubunganku dengan Frederick karena menurut orangtuaku dia berbahaya, seperti memiliki energi negatif. Aku tidak pernah percaya hal itu. Tapi orang tuaku tetap tidak mendukung hubungan kami dan menyuruhku putus saat orangtuaku menangkap kami saat kami sedang berciuman di taman. Orangtuaku sangat marah dan melepasku dari cengkraman Frederick. Frederick berusaha menarikku tapi tidak berhasil dan aku mendengar sayup-sayup dia mengatakan sesuatu tapi aku tidak tahu dia mengatakan apa”, ungkapku. “Cara, sungguhkah itu? Frederick Louis Pinnock mantanmu?”, tanya Julian tidak percaya. “Iya, Julian. Dia mantanku. Kau kenal dia?”, kataku pelan. “Ya aku kenal dia, tapi tidak begitu akrab. Dia terlihat agak aneh menurutku”, ungkap Julian. “Ooh ya, Joanna, kekasihku kemarin juga mengalami mimpi buruk. Ada seorang laki-laki berpakaian seragam sekolah membawa pisau, membentak dan mengancamnya dan kedua orangtuanya. Apa ini berkaitan dengan mantra itu?”, tanya Julian. “Ya, bisa jadi itu menjadi dampak pertama setelah kalian mendapat kertas mantra ini. Kalau kalian tidak cepat-cepat membakar kertas mantra ini dan melakukan ritual pemusnahan, maka mantra itu akan semakin kuat tertanam dalam jiwa kalian dan dampaknya akan sangat buruk”, kata Joanna serius. “Bagaimana caranya, Joanna?”, tanya Julian tegang. “Orang yang menerima kertas mantra ini harus meminum segelas darah segar dari seorang gadis seusiamu yang lahir di malam gerhana blood moon sembari membakar kertas mantra itu ”, ucap Joanna. “A-apa?”, kataku ketakutan. “Aku akan memberikan daftar tanggal-tanggal terjadinya gerhana blood moon dan kau bisa mencari gadis seusiamu yang lahir pada saat itu”, kata Joanna lalu mengambil daftarnya. “Ini daftarnya, silakan dilihat”, kata Joanna sambil menyerahkan daftar yang begitu panjang. Aku mulai meneliti satu persatu. Aku akhirnya menemukan satu tanggal tepat terjadinya blood moon dengan tahun yang sama dengan tahun lahirku. Tanggal 6 April 1998. Astaga... Itu tanggal lahir Leigh Vian, sahabatku. Aku harus melakukan ini terhadap sahabatku sendiri?

                “Aku tidak bisa melakukan ini, Julian”, kataku berkaca-kaca. “Apa maksudmu sayang? Kau harus melakukan ini supaya mantra itu tidak berdampak semakin buruk terhadapmu”, kata Julian menenangakan dan mengusap pipiku. “Aku tidak mungkin melakukannya, Julian. Dia sahabatku sendiri”, kataku pelan. “Aku tahu ini berat bagimu, Cara. Tapi kita harus melakukannya. Ini semua demi kebaikan dan keselamatanmu, sayang”, kata Julian lagi sambil memeluk pinggangku. “Baiklah, Julian. Aku akan melakukannya. Tapi janji, kamu jangan bilang-bilang pada Leigh kalau aku melakukan hal ini padanya. Dia bisa marah besar kalau sampai tahu”, bisikku padanya. “Tentu, sayang. Aku juga tidak mau membuatnya sedih”, kata Julian berusaha tersenyum. “Terimakasih, Joanna”, tutup Julian lalu menggandengku keluar dari tempat itu. “Sama-sama. Jalankan apa yang telah kukatakan”, teriak Joanna yang diikuti dengan anggukan dan kedipan mata Julian.

                Keesokan harinya...

                “Cara, apa kau sudah mendapatkan darah gadis itu?”, tanya Julian lembut saat aku menghampirinya. “Sudah. Kau tenang saja”, kataku sambil mengedipkan mata. “Kalau boleh tahu bagaimana caramu mendapatkannya?”, bisik Julian sambil berjalan bersamaku. “Aku meminta izin untuk menginap di rumahnya kemarin. Saat tengah malam, aku mengendam-endap ke kamarnya dan menyuntik tanganya supaya darahnya keluar dan aku alirkan ke botol dan menutup lukanya dengan kain kecil yang kubawa”, ungkapku berbisik. “Oke, baiklah. Kita bisa lakukan ritual itu hari ini”, kata Julian senang. Aku tertawa dan masuk ke mobil Julian. Setelah sampai di tempat yang cukup jauh dari keramaian, aku memulai ritualku. Aku berusaha melupakan sejenak persahaba
tanku dan meminum segelas darah Leigh sambil membakar kertas mantra itu. Setelah semuanya selesai, aku memanjatkan doa pertobatanku. Semua ini aku lakukan demi keselamatanku, agar aku tidak terus terbelenggu mantra itu. Dan kini aku lega, karena mantra itu sudah tak dapat menyakitiku lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun