Mohon tunggu...
Maria Ayu
Maria Ayu Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Everything is art Email : ayudivayulita@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

"Bunga untuk Pejuang", Amanat untuk Memuliakan Para Pahlawan

9 November 2020   09:12 Diperbarui: 10 November 2020   12:45 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari www.pixabay.com

Perasaan campur aduk yang saya rasakan ketika menonton film tersebut. Haru, salut, merinding, deg-degan, menjadi sebuah refleksi terhadap diri saya sendiri. Lantas, perihal yang tua menghargai pahlawan, yang muda bagaimana?.

Hati saya bergejolak menyimak film tersebut dengan seksama sambil berkata dilubuk hati terdalam, "Wah, film ini sangat sederhana, dan memang benar terjadi sesuai realitas yang terkadang kita sengaja menutup mata".

Film 'Bunga untuk Pejuang' menceritakan seorang kakek bernama Lasiman yang mengunjungi makan para pahlawan untuk menemukan makam ayahnya bernama Warsito Budiono yang merupakan pejuang pertempuran 10 November. Namun, naas nasib kenyataan getir diterima oleh Lasiman, ia terpaksa mengikhlaskan rindu yang tak kunjung usai ketika ingin menengok makam ayahnya tersebut.

Lasiman menjadi sosok ang patut kita jadikan teladan dalam film tersebut. Tercermin kuat sikap nasionalisme Lasiman yang terus berjuang mencari dan tidak pernah lupa akan jasa para pahlawan yang berjuang untuk bumi pertiwi kita tercinta Indonesia. 

Nasionalisme merujuk pada sikap percaya seseorang terhadap bangsanya dimana ia dilahirkan (Ryan, 2010,h.110). Sikap nasionalis dapat membawa kita lebih mengenal dan dapat melestarikan nilai-nilai budaya yang patut kita perjuangkan selaras dengan ideologi negara kita yaitu Pancasila.

Film "Bunga untuk Pejuang" menurut saya menarik karena mengangkat kearifan lokal dengan sepanjang alur cerita menggunakan dialog berbahasa Jawa.

Kemudian, ditilik dari segi latar belakang tokoh Lasiman dilihat dari kesederhanaan kakek yang hidupnya sebatang kara sebenarnya menandakan bahwa ia menderita lahir dan batin karena terabaikan. Kakek Lasiman terlihat sudah putus asa, tidak ada harapan lagi untuk kebahagiaan dirinya disisa hidupnya.

Ah, ini membuat saya teringat dengan sosok Bu Obrok yang diperankan oleh teman saya bernama Aulia Rahmadhani dalam pementasan naskah "Prex" karya Pulung Laksono Ardi yang kebetulan juga memunculkan tokoh kaum pinggiran.

Bu Obrok hidup sebatang kara yang selama sisa hidupnya ia habiskan dijalanan untuk mencari anaknya yang tidak tahu keberadaanya. Keadaan batin antara bu Obrok dan Lasiman sama, karena saya bisa merasakannya. Ada dialog Bu Obrok yang cocok untuk menggambarkan keadaan Kakek Lasiman yaitu "menanti dan terus kunanti".

Film ini mengajarkan kita banyak hal terutama untuk tidak mengesampingkan atau meremehkan hal-hal kecil. Selain itu, film tersebut berhasil menunjukkan bahwa sikap nasionalisme dapat dilihat dari sikap sesederhana apapun seperti ketika kita mengingatnya nama para pahlawan saja, kita setidaknya sudah menunjukkan sikap nasionalisme. 

Jadi, nasionalisme tidak selalu merupakan hal yang terlihat besar. Kemudian, film tersebut juga mengajarkan kita untuk menumbuhkan sikap saling menghormati dan toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun