Tahukah anda tentang pohon jati? Di balik lebatnya hutan jati ternyata  tersembunyi sebuah makanan ekstrem yang dipercaya dapat memanjakan lidah anda. Makanan tersebut bernama kepompong jati. Bagi sebagian orang, membayangkan menyantap kepompong mungkin terasa aneh asing, dan terasa ekstrem. Namun, sejatinya olahan kepompong jati ini bisa menjadi hidangan istimewa yang kaya rasa dan penuh gizi. Tak sekadar mengandalkan keberanian, rahasia kelezatan makanan unik ini terletak pada cara pengolahan yang sangat sederhana tetapi perlu ketelatenan.
Sebagai contoh daerah yang banyak ditumbuhi pohon jati adalah diwilayah Gunungkidul, Yogyakarta. Masyarakat setempat sering mengumpulkan kepompong jati dan kemudian mengolah makanan. Biasanya warga menikmati ungkrung sebagai camilan atau sebagai lauk makan dengan nasi hangat. Masyarakat setempat familiar menyebutnya dengan nama "ungkrung". Keberadaan ungkrung tidak selalu ada tiap saat, biasanya banyak ditemui di pohon jati saat musim kemarau berkepanjangan.
Di balik penampilannya yang tidak lazim, ungkrung justru menyimpan potensi keunikan tersendiri. Hal ini karena ungkrung memiliki cita rasa gurih yang alami dan memiliki teksturnya yang kenyal. Saat diolah dengan tepat, ungkrung bisa menjadi sajian yang menggugah selera dan bahkan membuat ketagihan. Namun, tidak sembarang orang bisa mengolah serangga ini dengan benar. Diperlukan pengetahuan khusus dan ketelatenan dalam setiap tahap pengolahan, mulai dari cara membersihkan, menghilangkan bau tanah, hingga teknik memasak yang pas agar teksturnya tetap lembut dan rasanya maksimal. Jika salah penanganan, ungkrung bisa terasa pahit atau bahkan berbahaya bagi kesehatan. Walaupun proses masaknya bisa tergolong sederhana perlu untuk memastikan bahwa olahan ungkrung tidak hanya lezat, tetapi juga aman dikonsumsi.
Langkah pertama dalam pengolahan makanan ini dimulai dari pemilihan ungkrung yang layak. Masyarakat Gunungkidul biasanya memanen ungkrung langsung yang sudah terjatuh ditanah atau bergelantungan di pohon jati. Namun, tidak semua ungkrung layak diolah. Diperlukan pemilihan ungkrung yang  masih segar, tidak berbau menyengat dan belum berubah warna menjadi cokelat tua atau kehitaman. Proses pemilihan ungkrung menjadi kunci untuk mendapatkan hasil olahan yang berkualitas. Salah dalam pemilihan  berakibat timbul rasa pahit dan tekstur tidak enak saat dimakan.
Tahapan selanjutnya setelah proses pemilihan adalah pembersihan ungkrung secara menyeluruh. Tahapan ini sering diabaikan dan langsung ke tahap pengolahan. Padahal kebersihan bahan baku utama memengaruhi cita rasa olahan. Ungkrung harus dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir sebanyak dua atau tiga kali untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Setelah itu, untuk hasil maksimal dapat dilakukan perendaman dengan air garam selama 15–20 menit yang dapat membantu mengurangi aroma khas serangga yang bisa mengganggu selera makan. Dapat juga menambah perasan jeruk nipis supaya menyamarkan bau amis dari serangga yang tersisa. Setelah dicuci bersih dan atau direndam dengan  air garam jangan lupa untuk meniriskan ungkrung selama beberapa menit.
Proses selanjutnya adalah perebusan. Didihkan air menggunakan panci. Setalah air mendidih ungkrung dapat langsung dimasukkan kedalamnya . Dapat juga ditambahkan dengan daun salam dan sejumput garam. Perebusan dilakukan selama kurang lebih 20 menit atau sampaii berubah warna menjadi hitam kecokelatan. Perebusan ini bertujuan untuk membunuh bakteri yang masih ada ditubuh ungkrung dan supaya menghasilkan tekstur yang empuk. Tahapan ini juga penting untuk dicermati dengan seksama karena jika terlalu lama direbus, ungkrung akan hancur dan kehilangan rasa gurih alaminya. Sebaliknya, jika terlalu sebentar teksturnya masih keras, sehingga membuat orang enggan menyantapnya. Setelah kurang lebih 20 menit, ditiriskan ungkrung untuk masuk ketahapan pengolahan lebih lanjut.
Sejatinya pengolahan ungkrung bermacam-macam, tergantung selera. Cara paling sederhana adalah menggorengnya hingga kering. Gunakan minyak  goreng kira-kira saat digoreng ungkrung akan terendam. Panaskan minyak dengan api sedang hingga benar-benar panas. Pada tahapan ini minyak goreng harus dalam keadaan panas agar cepat matang dan renyah. Masukkan ungkrung ke dalam minyak panas, lalu goreng selama 5–7 menit. Jangan lupa untuk mengaduknya sesekali supaya matang merata. Setelah berwarna kecoklatan gelap dan terasa garing, angkat dan tiriskan menggunakan saringan atau tisu untuk mengurangi minyak berlebih.
Untuk menambah  cita rasa,  setelah digoreng ungkrung bisa ditaburkan bumbu. Bumbunya sangat sederhana meliputi bawang putih, garam atau penyedap rasa yang dihaluskan. Setelah dihaluskan taburkan rata diatas ungkrung yang telah digoreng. Aduk perlahan pastikan bumbu merata dengan sempurna. Akhirnya Ungkrung goreng yang memiliki rasa asin gurih yang membuat siapapun penasaran siap untuk dicicipi.
Dengan proses masak yang sederhana tersebut seharusnya semua orang dapat mencobanya baik untuk dikonsumsi sendiri atau bahkan dijadikan ladang usaha. Hal ini dikarenakan ungkrung memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan. Dibuktikan dengan di Gunungkidul, sebagian masyarakat memanfaatkan musim panen ungkrung untuk menambah penghasilan. Harga jual ungkrung saat sedang musim sangat fantastis. Dalam kondisi masih mentah harga jualnya sangat mahal melebihi daging sapi yaitu kisaran Rp, 100.000 sampai Rp. 150.000. Apalagi dengan yang sudah diolah pasti akan lebih mahal. Harga jualnya yang cukup menggiurkan tersebut terjadi dikarenakan mengingat kepompong jati ini tergolong pangan musiman yang banyak diburu karena keunikan rasa dan kandungan gizinya.
Oleh karena itu, sebagai kuliner ekstrem, ungkrung membawa tantangan dan daya tarik tersendiri bagi pecinta makanan unik. Bagi wisatawan atau pecinta kuliner mencoba mencicipi olahan ini dapat menjadi pengalaman yang menggugah selera sekaligus membuka wawasan mengenai luasnya ragam kuliner nusantara termasuk yang ekstrem sekalipun. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang cocok mengonsumsinya. Bagi mereka yang memiliki alergi terhadap serangga atau protein tinggi, disarankan untuk berhati-hati Pada akhirnya, menyantap ungkrung bukan hanya soal mengisi perut, tetapi juga bentuk apresiasi terhadap kearifan lokal dan kekayaan alam yang ada di Gunungkidul, Yogyakarta.