Mohon tunggu...
Marhansyah Anugrah Kurniawan
Marhansyah Anugrah Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa yang sedang menempuh S1-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FBSB UNY

Hobi menulis dan menonton

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Antara Etika dan Empati : Menimbang Cancel Culture dalam Industri Hiburan

23 Mei 2025   12:00 Diperbarui: 23 Mei 2025   11:08 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cancel Culture (Sumber: AI ChatGPT)

Apabila Anda menganggap “cancel culture” hanya ada di Korea Selatan anda salah karena akhir-akhir ini terjadi di Indonesia. Menurut Meilinda, S.S., M.A., (kumparan.com) cancel culture adalah budaya menyingkirkan seseorang publik figur dari posisinya akibat ucapan atau tindakannya.

Baru-baru ini Pernyataan Melinda menjadi kenyataan pada kasus aktor Abizar yang termasuk cancel culture akibat ucapannya yang dinilai tidak beretika dan mendapat enyahan publik saat promosi film. Kasus “cancel culture” Abizar akan memicu dampak negatif bagi mereka yang terlibat di industri film serta dirinya yang akan disingkirkan oleh publik kedepannya.

Seorang warganet (radarkudus.jawapos.com) menilai Abizar layak dicancel karena karya adaptasi memerlukan tanggung jawab besar, setidaknya menjaga ucapan. Ketikan nitizen tersebut mengisyaratkan bahwa fenomena cancel culture memberikan dampak negatif bagi publik figur yang berbuat kesalahan. Dampaknya akan menyerang karirnya. Karir yang susah payah dibangun seketika runtuh akibat cancel culture dari publik.

Cancel culture memiliki nilai positif dan negatif yang harus ditanggung oleh individu yang terjerat. Kasus Abizar dapat terbesit sebuah pertanyaan apakah budaya cancel culture di Indonesia efektif untuk diterapkan? Mengingat Indonesia adalah negara yang menerapkan nilai kemanusiaaan.

Menjawab pertanyaan tersebut perlu dikupas tuntas tentang cancel culture. Budaya cancel culture memang terkesan baru di Indonesia daripada negara lain yang lebih dulu menerapkannya. Terkesan bila dilihat negara lain, negara Indonesia seperti fomo atau ikut-ikutan.

Padahal budaya ini sulit diabaikan terutama melibatkan publik figur yang terkena kontroversi dari tindakan atau ucapannya. Apabila budaya ini diterapkan masyarakat Indonesia seolah-olah memiliki kekuatan super untuk mengubah nasib publik figur dalam karir mereka. Terdapat dua kemungkinan, karir publik figur tersebut akan terus terang atau redup.

Mengupas masalah ibarat seperti dua sisi pisau. Apabila masalah dilihat satu sisi, budaya cancel culture berpotensi menjadi alat penghukuman massal yang tidak adil bagi publik figur. Tercatat dalam kasus, seorang publik figur rata-rata  kehilangan pekerjaan dan reputasi hanya karena kesalahan yang seharusnya dapat diperbaiki.

Lebih mengerikan, biasanya cancel culture dilakukan secara emosional oleh publik tanpa memberikan kesempatan klarifikasi atau refleksi pada yang bersangkutan. Akibatnya akan sangat meluas, bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga mereka yang terlibat dalam industri hiburan secara keseluruhan.

Apabila dilihat dari sisi lain, budaya ini dapat bernilai positif. Cancel culture menjadi alat kontrol sosial bagi publik figur untuk berhati-hati dalam merangakai kata dan menata sikap. Sebagai figur berpengaruh, individu tersebut semestinya bertanggung jawab atas konsekuensi lisan dan tindakannya. Kesadaran yang terbentuk dari budaya ini menjadi hal positif dalam membangun dunia hiburan yang beretika.

Lantas, apakah cancel culture perlu terus diterapkan di Indonesia? Jawabannya, ya. Cancel culture bukan sekadar fomo, tetapi solutif untuk menuntut tanggung jawab publik figur atas ucapan dan tindakannya. Penting mereka menyadari tanggung jawab moralnya yang dituntut sempurna di hadapan publik. Terlebih Indonesia menerapkan prinsip nilai kemanusiaan yang menekankan penghormatan dan memanusiakan sesama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun