Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kebiri Kimia dan Psikoterapi: Bantuan Rehabilitatif bagi Predator Seksual

12 September 2021   20:09 Diperbarui: 15 September 2021   12:55 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.independent.co.uk

Koreksi kejahatan seksual, apakah kebiri kimia cukup?

Pelaku kejahatan seksual perlu dibantu memperbaiki perilaku seksualnya agar menjadi adaptif dan sehat. Pendekatan punitif hanya berdampak pada satu orang pelaku saja, tapi demi keadilan dan pencegahan jatuhnya korban di masa depan, maka si pelaku harus mendapatkan direhabilitasi.

Rehabilitasi psikologis sangat penting diberikan pada pelaku kejahatan. Predator seksual memiliki gangguan  penyimpangan perilaku seksual, yang menyebabkan seksualitasnya tidak sehat dan menghasilkan persoalan psikologis berkelanjutan.

Psikoterapi intensif untuk merubah perilaku seksual pelaku sangat mendasar dibutuhkan. Seiring dengan itu, psikoterapi juga harus berupaya untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan persoalan dan stress (stress coping and management) akan mendukung munculnya kendali seks bagi pelaku kejahatan seksual. Karena sering ditemukan, pelaku kejahatan seksual kambuh ketika mengalami persoalan atau tekanan dalam hidupnya.

Selain itu, sistem preventif kejahatan seksual di Indonesia harus diperkuat dengan pembangunan database pelaku kejahatan seksual. Nama dan tempat tinggal pelaku kejahatan seksual harus disimpan dalam sistem yang dapat diakses oleh pembuat kebijakan dan kepolisian.

Database ini akan digunakan untuk membuat pertimbangan kelak, ketika pelaku keluar dari penjara maka sebaiknya dia hidup dan bekerja dalam lingkungan yang minimal resiko pengulangan kejahatannya. Misalkan, jangan sampai predator seksual anak, setelah keluar dari penjara kembali bekerja dengan anak di sekolah atau lingkungan yang banyak anak. Ketika bekerja pun, managemen perusahaan harus memahami riwayat pelaku dan memberikan pengawasan dan bantuan agar tidak jatuh mengulang perilakunya kembali.

Saat ini, banyak pelaku kejahatan yang memanfaatkan kelemahan tidak adanya database pelaku kejahatan di Indonesia. Akibatnya, setelah menjalani pidana, mereka pindah kota atau pulau atau negara; dan segera di tempat baru mendaftar bekerja di tempat yang memudahkan mereka mencari suplai korban berikutnya.

Simpulan

Sayangnya, bahkan menegakkan hukum maksimal pun tidak akan bisa memberikan rasa keadilan bagi korban. Namun kenyataan yang menyedihkan, masih banyak orang memiliki cara pikir "patriarki konservatif" yang lebih berat ke menyelamatkan alat kelamin laki-laki pelaku kejahatan seksual daripada mencegah jatuhnya korban jiwa manusia. Bahkan sebagian orang meremehkan dengan membuat humor seksual atas kejahatan seksual.

Padahal kebiri kimia yang diterapkan di Indonesia adalah temporer dan reversible. Padahal obat kebiri kimia pun tidak bisa menghentikan eksploitasi, pornografi, tangan dan otak yang jahat. Mereka lupa yang permanen dan irreversible adalah ingatan luka korban karena tubuhnya pernah dijarah dan jiwanya dilukai.

It's really not a joke for the victims.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun