Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Indonesia Perlu Pelajari dari "George Floyd"?

12 Juni 2020   13:02 Diperbarui: 13 Juni 2020   18:41 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam prasangka, orang dibedakan atas dasar atribut atau kesan yang ditampilkannya (stereotype), misalkan: orang dari suku X pasti beragama Y; jika tidak beragama Y maka tidak boleh menyebut bersuku X. Kesalahan berpikir ini disebut penyimpulan yang salah karena terlalu menggeneralisir serta kurang mempertimbangkan banyak fakta lainnya.

Prasangka yang bisa saja berkembang dari pengalaman langsung, atau mendengar cerita dari orang lain. Contohnya: percaya bahwa orang dari kelompok tertentu adalah bodoh dan terbelakang dari mendengar cerita orang lain; atau karena sekali pengalaman tertipu oleh pedagang dari suku tertentu, maka membuat prasangka bahwa semua dari suku itu jahat dan tidak jujur. Keduanya salah. Satu pengalaman atau cerita orang lain tidaklah cukup untuk mendapatkan pemahaman secara utuh. Seiring dunia bergerak dan berubah, maka manusia harus terus menambah wawasan untuk memahami. Sebelum sungguh memahami, tunda penilaian; hal ini bisa mencegah dari prasangka.

Dengan dasar ini, perlu digarisbawahi bahwa prasangka dan diskriminasi tidak akan melahirkan hal baik. Melanggengkan prasangka dan diskriminasi akan melahirkan krisis sosial.

Refleksi: Ketika prasangka dan diskriminasi menciptakan krisis masal di Indonesia
Kenyataannya, Indonesia telah mengalami berbagai krisis sosial yang disebabkan prasangka. Berikut beberapa krisis besar yang pernah terjadi.

  1. Kerusuhan Sambas dan Sampit, Kalimantan Barat antara kelompok etnis Dayak dengan kelompok etnis Madura pendatang sekitar tahun 1998. Dampak dari konflik ini menyebabkan terjadinya pengungsian dalam jumlah mencapai 68.000 orang.
  2. Kerusuhan Mei 1998, di ujung periode Orde Baru 13-15 Mei 1998. Terjadi sebuah kerusuhan massal di berbagai kota besar di Indonesia, seperti: Jakarta, Medan, Surabaya, Palembang, Solo, dan Lampung. Dalam kerusuhan massal tersebut terjadi tindak kekerasan terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, mulai dari penjarahan harta benda, kekerasan fisik, hingga pemerkosaan. Sentimen rasial juga muncul, yang membedakan antara pribumi dan non-pribumi.
  3. Kerusuhan Ambon tahun 2011 adalah serangkaian kerusuhan yang dipicu bentrok antar warga di Kota Ambon. Kerusuhan menyebabkan kerugian jatuhnya korban meninggal dan luka, ratusan rumah rusak dan hancurnya harmoni dan toleransi pada saat itu. Tidak mudah upaya yang telah dilakukan untuk memulihkan kembali harmoni di Ambon pasca kerusuhan ini.
  4. Kerusuhan Tanjung Balai tahun 2016. Dari konflik antar pribadi berkembang menjadi provokasi di sosial media, hingga akhirnya terjadi pengrusakan 2 vihara, 8 klenteng dan 1 yayasan sosial di Tanjung Balai. Bukan hanya kerusakan materil, namun hancurnya kerukunan dan toleransi adalah sangat mahal yang harus dibayar warga Tanjung Balai.
  5. Kerusuhan di Papua tahun 2019. Kerusuhan berakar dari pemrotesan perlakuan rasisme pada orang Papua di Surabaya. Konflik dimulai dari perlakuan diskriminatif yang dialami 43 mahasiswa Papua yang sedang menempuh studi di Surabaya, yang mengakibatkan protes atas rasisme di berbagai tempat di Papua. Sayangnya, kerusuhan juga digunakan menjadi kendaraan bagi sebagian masyarakat Papua untuk menyuarakan keinginannya merdeka. Kerusakan bukan hanya materil, jatuhnya korban jiwa dan luka, tapi juga terkoyaknya perasaan kesatuan pada beberapa bagian masyarakat Papua sebagai bagian bangsa Indonesia.

Selain krisis sosial, Komnas Hak Asasi Manusia juga mencatat beberapa persoalan diskriminasi yang masih terjadi di Indonesia.

  1. Diskriminasi etnis Papua (Melanesia). Diskriminasi yang dialami etnis melanesia adalah gabungan dari diskriminasi rasial, diskriminasi pendidikan, diskriminasi dalam bidang perkerjaan, diskriminasi adat (Basherina, 2008). Isu diskriminasi sering dicampuradukkan dengan isu separatism, sehingga kurang mendapatkan perhatian yang solutif (Briantika, 2020). Masyarakat Papua sering distereotipekan kurang terpelajar, berpenampilan kurang menarik, dan malas sehingga menyulitkan untuk mendapatkan akses pendidikan atau perkerjaan di bidang-bidang tertentu. Perlakuan diskriminasi dan rasis telah membuat penderitaan dan luka pada masyarakat etnis Papua (Henschke, & Amindoni, 2019).
  2. Diskriminasi pada etnis Tionghoa. Di daerah tertentu, warga negara Indonesia keturunan etnis Tionghoa dipersulit memiliki hak kepemilikan tanah. Mereka juga masih sering dikenai perbedaan perlakuan hukum baik berasal dari kebijakan negara, atau kelompok masyarakat. Sentimen rasis juga sering muncul saat ini dengan penyebutan “aseng”. Diskriminasi ini masih terus terjadi dan dipermaklumkan di masyarakat Indonesia (Bhaskara, 2018a).

Lalu, apa yang bisa kita lakukan setelah menyadari bahwa Indonesia masih punya persoalan rasisme dan diskriminasi? Seharusnya, payung hukum dibuat untuk melindungi masyarakat dari ketidakadilan diskriminatif.

Payung hukum di Indonesia
Tahukah kita, bahwa di Indonesia ada 2 aturan yang seharusnya digunakan untuk mencegah dan menghentikan diskriminasi? Kedua payung ini diharapkan melindungi masyarakat Indonesia dari ketidakadilan diskriminasi ras dan etnis (Basherina, 2008).
1. UU RI no. 30 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Pasal 1 (ayat 1). Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Pasal 1 (ayat 5). Tindakan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah perbuatan yang berkenaan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Pasal 4. Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:

(1) memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau

(2) menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:

  1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain; 

  2. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata- kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain; 

  3. mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau 

  4. melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun