Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendampingi ABK Autisme Transisi ke SMU

6 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 6 Juni 2020   22:23 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Materi Webinar Autism Association of Western Australia "Transition to high-school"6 Juni 2020

Masa persiapan sekolah akan menjadi pertimbangan khusus bagi keluarga dengan anak yang memiliki gejala spektrum autisme (autism spectrum disorder; ASD). 

Pada masa remaja, transisi masuk Sekolah Menengah Umum (SMU) akan menjadi tantangan bagi anak dan orang tua. Tulisan ini akan menguraikan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dan keluarga anak ASD untuk mempersiapkan transisi masuk ke SMU.

I.Memahami kekuatan anak
Sering saya bertanya pada orang tua, "apa kekuatan anak anda?", dan orang tua bingung. Apa kekuatan anak saya? Apakah ada? Karena yang saya lihat anak saya selalu terlambat perkembangannya daripada anak seusianya. Kadang kita terlalu fokus pada kelemahan dan gejala gangguannya, sehingga abai melihat kekuatan anak.

Sebelum anak masuk sekolah, coba amati dan pahami apa kekuatan anak kita.

Berikut beberapa kekuatan anak yang bisa muncul.
-Mudah percaya pada orang
-Pemerhati yang baik
-Ramah
-Aktif
-Kreatif
-Penuh rasa ingin tahu
Tugas orang tua juga memahami kekuatan anak. Dengan memahami kekuatan anak, kita bisa mengarahkan kesiapan belajarnya, dengan memperkuat kekuatan anak ini.

II. Memahami perubahan dan transisi yang terjadi
Apakah transisi? Transisi bisa berupa
-Perpindahan dari aktivitas satu ke aktivitas lain
-Perpindahan dari waktu satu ke waktu lain, pagi ke sore
-Perpindahan dari level satu SD ke SMP
-Perpindahan belajar di masa sebelum Covid ke masa Covid

Ketika akan masuk SMU, anak bisa mengalami perubahan dan transisi sehari-hari, misalkan:
-Perubahan dalam jadwal harian anak
-Menyelesaikan kegiatan satu dan pindah ke kegiatan lain
-Transisi dari satu lingkungan ke lingkungan lain
-Menemui orang baru dalam suatu konteks
-Perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap yang lebih tinggi
Transisi ada yang bisa diantisipasi, ada juga yang tidak. Bagi anak ASD, transisi yang tidak diantisipasi bisa memberikan kesulitan baginya.

Transisi bisa jadi masalah
Transisi adalah perubahan dan menuntut penyesuaian diri pada orang yang berhadapan dengan perubahan ini. Pada beberapa transisi, bisa terjadi upaya generalisasi. Proses generalisasi adalah kemampuan mentransfer apa yang telah dipelajari di satu konteks ke konteks baru, misalkan: mampu menyapa orang di rumah, maka upaya generalisasinya belajar menyapa orang di luar rumah. Bagi siswa ASD, generalisasi ini sulit. Maka perlu dilatih kemampuan generalisasi di tempat baru.

Siswa dengan ASD perlu didampingi untuk mampu mengatasi dan menghadapi perubahan dari transisi, contohnya:
-Menjelaskan secara eksplisit aturan sosial di kelas
-Mengenalkan orang baru, misalkan: guru yang akan mengajarnya, kepala sekolah, satpam, dan lainnya.
-Mengenalkan lingkungan baru, misalkan: apakah ada suara bising di sekolah?
-Mengenalkan jadwal belajar baru.

Dalam lingkungan baru siswa dengan ASD bisa mengalami kesulitan untuk:
-Menyesuaikan diri dalam rutin belajar yang baru
-Menyesuaikan dengan teman baru
-Belajar hal/perilaku baru
-Mengembangkan keahlian baru
Maka, orang tua perlu menyediakan waktu yang cukup untuk mempersiapkan anak untuk memunculkan perilaku adaptif kelak di sekolah.

III.Memahami tantangan dan hambatan yang dapat dialami anak
Kemampuan kendali diri
Dalam lingkungan baru siswa dengan autisme dapat mengalami kesulitan mengelola diri:
-Sulit mengelola emosi.
-Mengalami sulit memahami dan terlibat atau fokus pada tugas baru.
-Sulit mengendalikan repetitive behavior maka mereka banyak meminta bantuan dari guru, dan juga sering bertanya.
-Meningkatnya repetitive behavior karena anak cemas/emosional/kelelahan/kewalahan.
Perlu dipahami kemampuan kendali diri ini akan membutuhkan waktu untuk berkembang dan bisa dimiliki anak. Kita tidak bisa menuntut anak langsung bisa, atau bisa seperti anak lain. Pahami dimana kemampuan anak dalam mengelola dirinya, berikan kesempatan berlatih untuk memperkuat keahlian ini. Berikan alat bantu juga jika dibutuhkan.

Komunikasi
Dalam lingkungan baru siswa dengan autisme dapat mengalami kesulitan komunikasi:
-Hambatan untuk berkomunikasi dengan orang lain
-Kesulitan untuk meminta bantuan
-Tidak yakin/paham informasi dalam komunikasi non-verbal, misalkan: slang, istilah, umpatan yang dipakai dalam komunikasi sosial, perumpamaan, simbol, dan lainnya.
Kecemasan yang biasanya lebih tinggi di masa awal transisi, bisa mempengaruhi kemampuan komunikasi anak, sehingga ia jadi tambah sulit berkomunikasi. Terlebih, anak akan lebih sulit memahami komunikasi non-verbal.
Maka, anak perlu kita ajari cara memahami komunikasi non-verbal, misalkan cara melihat gesture, mimik guru, jika guru melakukan hal ini artinya apa, lalu ajari apa yang anak harus lakukan jika melihat gurunya berperilaku demikian. Agar anak bisa mengidentidikasi dan memahami body language.

Kemampuan sosial
Dalam lingkungan baru siswa ASD dapat mengalami kesulitan bersosialisasi:

-Kesulitan memahami tanda-tanda sosial (social cues)
-Hambatan berteman atau tetap berteman
-Butuh waktu untuk menghadapi perubahan dan selalu menyesuaikan diri
-Bingung/tidak paham atas aturan sosial implisit

Sebelum sekolah, bantu anak untuk belajar cara-cara menyelesaikan tantangan  sosial ini. Namun perlu dipahami, berinteraksi sosial adalah gejala klinis atau kesulitan anak yang utama. Kita perlu mendampingi sejauh kemampuan anak, jangan terlalu dipaksakan.

Aturan sosial implisit
Dalam interaksi sosial, ada banyak aturan sosial yang tidak tertulis. Hal ini menjadi tantangan besar buat anak dengan ASD, yang memiliki kelemahan dalam kapasitas theory of mind, sehingga sulit memahami pikiran orang lain dan aturan sosial implisit. Oleh karena itu,anak dengan ASD dapat kesulitan dalam aktivitas sosial, misalkan:

-Bingung menentukan, kapan menyesuaikan diri, dan kapan harus menjadi pribadi sendiri.
-Memahami dan mengikuti aturan tempat duduk
-Apa yang harus dilakukannya atau perilaku yang diharapkan ketika reses/waktu istirahat
-Apa dan bagaimana merespon ajakan untuk terlibat dalam kelompk
-Bagaimana menghargai area pribadi (personal space) seseorang
-Perubahan dinamika sosial (social dynamic) pertemanan masa remaja
-Menggunakan kata slang dan menyumpah, yang sering dilakukan remaja dengan temannya
-Fleksibilitas dengan aturan (misalkan: kapan menggunakan kalkulator di pelajaran matematika)

Cerita dari Temple Grandin tentang aturan sosial
Temple Grandin, adalah seorang ilmuwan dalam bidang kedokteran hewan di dunia, juga seorang dengan ASD. 

Dia bercerita, bahwa dalam masa kecil dan remajanya ia mengalami kesulitan memahami aturan sosial implisit, "Orang lain sepertinya sudah tahu dan mudah paham, tapi saya sulit melihat dan memahaminya. Saya juga heran mengapa anak lain bisa melanggar aturan, padahal aturan seharusnya dipatuhi."

Apa tantangan transisi ke SMU bagi anak dengan ASD?
-Mengerjakan tugas dan megumpulkan tugas
-Berteman dengan orang baru
-Pindah kelas dari satu mata pelajaran ke matpel lain
-Ada hirarki di sekolah yang baru dan harus dipahami bagaimana bersosialisasi dengan orang dari level yang berbeda, misalkan: hormat pada guru

Orang tua perlu bekerjasama dengan guru, terapis anak untuk mengembangkan strategi-strategi yang mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan transisi tersebut.

III.Tips sukses transisi
10 tips transisi sukses ke SMU

1.Pertanyaan yang perlu digali orang tua dari sekolah baru
Pertanyaan ini, bisa ditanyakan ke kepala sekolah atau koordinator guru. Mintalah sekolah untuk mengadakan pertemuan dan bertanya tentang apakah sekolahnya tepat dan terbaik buat anak kita.
-Tanyakan apakah ada dukungan buat anak berkebutuhan khusus (ABK)?
-Bertanya apakah ada kordinator dan guru pendamping ABK?
-Sampaikan tentang kebutuhan anak kita, dan apakah sekolah bisa menerima kondisi dan lebih fleksibel dengan keadaan anak.
-Tanyakan alamat dan bagaimana cara ke sekolah (misalkan bagaimana ke sekolah naik kendaraan umum atau jalan apa)
-Apakah ada psikolog sekolah? Apakah anak kita bisa mengakses layanan ini?
-Apakah anak bisa mendapatkan dukungan belajar yang dibutuhkannya? Misalkan AI- artificial intelligence, belajar yang didukung teknologi krn dibutuhkan anak.
-Apakah terapis anak (selama ini) bisa datang dan bekerja dengan anak di sekolah?
-Apakah ada kesempatan inklusi -- baik dalam belajar di kelas, aktivitas ekstra kurikuler atau aktivitas sosial?
-Apakah minat-bakat anak kita bisa berkembang di sekolah ini?
-Apakah ada IEP - individualized education plan untuk ABK?
Bertanya dengan sekolah akan membantu kita untuk mengetahui apakah sekolah ini tepat buat anak. Dan hal ini bisa menurunkan kecemasan orang tua juga.

2. Menyelesaikan planning matrix (pelajari materi Planning matrix dari Forum Peduli Autisme Jawa Timur)
Orang tua yang berdaya akan menjadi bantuan besar bagi anaknya. Untuk memahami anaknya, maka orang tua bisa menyelesaikan planning matrix anaknya. Planning matrix adalah dokumen yang memotret kemampuan anak dalam bidang: komunikasi, interaksi sosial, perilaku minat terbatas dan berulang, pemrosesan informasi dan gaya belajar, serta kemampuan motorik. Orang tua bisa minta bantuan terapis untuk menyelesaikan planning matrix.

Orang tua perlu melakukan ini untuk mendapatkan profil anak, dan agar orang tua paham kondisi anak, bagaimana dampak gejala ASD pada kemampuan belajar anak, dan bagaimana cara mendampingi anak untuk bisa belajar. Dengan demikian, rencana tujuan belajar anak bisa dikembangkan, sesuai dengan kemampuan anak. Bukan hanya berdasarkan keinginan orang tua, yang bisa saja berbeda dengan kemampuan anak sebenarnya. Dokumen ini akan disampaikan ke sekolah. Jelaskan pada guru dan sekolah agar mereka paham strategi yang bisa digunakan untuk mendampingi anak kita.

3.Membuat pertemuan dengan sekolah baru
Pertemuan dengan guru dan sekolah harus dilakukan sebelum sekolah mulai, misalkan 1 term/semester/caturwulan sebelum anak masuk sekolah. Agar cukup waktu untuk guru, anak dan orang tua mempersiapkan transisi. Berikut hal yang dapat dilakukan  orang tua dalam pertemuan:
-Foto guru dan lingkungan sekolah
-Bangun kerjasama yang baik dengan guru dan sekolah
-Berbagi informasi planning matrix dengan sekolah dan guru.
-Bicara dengan koordinator guru atau siapapun yang akan membantu anak kelak.
-Setelah pertemuan awal ini, lakukan pertemuan follow up, sebelum masuk sekolah, dan juga setelah anak masuk sekolah.
-Dalam pertemuan follow up, sampaikan apakah telah terjadi perubahan pada anak.

4.Ciptakan tangga bertahap (step ladder)
Cara merumuskan strategi transisi adalah merumuskan tangga tahapan (step ladder). Orang tua bertemu dengan guru serta anak untuk menyusun 10 langkah yang harus dilakukan di hari-hari pertama di sekolah. Langkah-langkah disusun yang bisa dilakukan anak dan tidak sulit dilakukan, agar anak bisa berhasil. Pastikan, setelah berhasil melakukan satu langkah, segera berikan reward pada anak untuk memperkuat perilaku adaptifnya. Misalkan: langkah satu, anak jalan dengan orang tua hingga ke depan pintu sekolah  setelah berhasil diberikan 5 menit break (reward). Lalu lanjut ke langkah berikutnya.

5.Siapkan kunjungan ke sekolah
Salah satu persiapan, anak datang ke sekolah sebelum tahun ajaran dimulai. Hal ini sangat membantu anak memahami secara visual tentang sekolahnya. Untuk mempermudah, bisa menggunakan peta/denah sekolah. Hal-hal yang bisa dilakukan pada saat kunjungan:
-Mungkin juga bisa melakukan role play, agar anak paham apa yang harus dilakukan di tempat-tempa tertentu di sekolah.
-Foto kelas, dan bagian sekolah lainnya. Foto-foto ini bisa digunakan untuk menyusun jadwal visual. Orang tua akan menjelaskan masing-masing foto pada anak. Misalkan: ini kelas -- kamu tiap hari ke sini, dan belajar. Ini kantin, kamu akan ke sini untuk makan dan berteman dengan cara mengajak bicara teman.
-Bantu anak juga untuk berlatih kemampuan sosialnya.
-Jika bisa kunjungan dilakukan dengan melihat kondisi sekolah ketika kosong, dan juga ketika ramai. Supaya anak siap dengan kondisi nyata tapi juga bisa belajar.

6.Membangun sistem komunikasi
Orang tua adalah partner kerja guru dalam mendampingi anak. Maka orang tua dan guru perlu bersepakat tentang cara berkomunikasi yang efektif, agar orang tua bisa menyampaikan informasi ke guru/sekolah, dan guru/sekolah bisa berkomunikasi cepat dan efektif ke orang tua. Bisa disepakati apakah akan menggunakan media whatsapp, atau email, atau buku komunikasi harian, atau aplikasi, atau pertemuan berkala.

7.Menentukan "rencana keamanan" (safety plan)
Orang tua dan guru perlu menyusun rencana antisipasi jika anak mengalami kesulitan, atau emosi; ketika anak menghadapi hal tidak sesuai rencana. Jika anak dengan ASD kewalahan dengan stimulus, dan tidak bisa mengelola emosi, susun strategi apa yang bisa dilakukan guru. Misalkan: guru diajari bahwa anak akan butuh break, maka anak akan dipersilakan ke kantor guru, diberikan break time ke ruang sumber, atau diberikan waktu ke toilet. Bantu guru agar bisa membantu anak bisa mengelola emosinya.

Usahakan membuat beberapa rencana safety plan. Misalkan: jika kamu mengalami sesuatu yang tidak enak, kamu ke kantor di depan sekolah, jika tidak ada guru maka kamu ke kantor guru.

8.Buat rencana untuk minggu pertama
Orang tua dan guru bekerjasama untuk membuat rencana minggu pertama. Tujuannya harus realistis buat anak -- mampu dicapai anak, misalkan: anak paham lingkungan sekolah. Usahakan jangan membuat tuntutan akademik tinggi di minggu pertama
-Isi rencana perlu detail, siapa, dimana, kapan, apa yang dilakukan, dan mengapa dilakukan.
-safety plan diintegrasikan dalam rencana minggu pertama.
-usahakan datang lebih awal setiap hari, agar anak tidak cemas dan punya waktu cukup menyesuaikan diri.
-Bangun harapan dan batasan yang bisa diharapkan di minggu pertama.

9.Bangun rutin sekolah yang sukses di rumah
Jadwal kegiatan di rumah adalah penyangga kesiapan aktivitas di sekolah. Maka orang tua harus menyusun jadwal di rumah dan sekolah yang utuh. Buatlah jadwal visual kegiatan anak di rumah, dimulai dari awal bangun pagi hingga malam ketika tidur.
-Masukkan kegiatan persiapan sekolah, mengerjakan peer, menyiapkan tas sekolahnya, dan sebagainya. Buat ini menjadi pola konsisten.
-Sampaikan ke anak sampai anak paham dan mampu mengerjakannya
-Jika ada rutin, anak paham apa yang akan dihadapinya, sehingga akan menurunkan kecemasannya.
-Ajak anggota keluarga lain juga paham tentang jadwal ini, ajak mereka mau mendukung dan membantu agar jadwal anak bisa dilakukan, misalkan: saudara kandung.
-Juga perlu sinkronisasi dengan jadwal anggota keluarga lainnya, misalkan jadwal nonton tv agar tidak menggangu belajar dan mengerjakan peer.

10.Gunakan alat bantu visual (visual supports)
Ingat, anak dengan ASD kebanyakan adalah pembelajar visual. Pastikan kita menggunakan alat bantu visual, karena akan lebih mudah dipahami anak. Terutama jadwal visual pelajaran dan aktivitas yang akan dilakukan anak di sekolah. Susun juga, visual yang perlu dilakukan anak jika ada persoalan, misalkan apa yang dilakukan kalau ketinggalan bus sekolah. Gunakan juga social story.

Panduan timeline persiapan transisi
Panduan timeline persiapan transisi

Tips sukses dari terapis:
1.Mengajari anak paham menggunakan fasilitas di sekolah
2.Melakukan role play terutama mempelajari aturan sosial implisit (hidden curriculum) sangat membantu, misalkan: bagaimana jika kelas belum dibuka, kalau terlambat, jika harus memperkenalkan diri.
3.Membuat rencana dan strategi sebelum sekolah dimulai akan sangat membantu anak di minggu pertamanya.

Tips sukses dari orang tua:
1.Bantu anak punya folder, yang disusun dengan warna agar lebih rapi dan sistematis.
2.Membuat rencana dengan anak dan role play, apa yang harus dilakukan ketika jam makan siang atau waktu istirahat.

Ingat, selalu ada kemungkinan positif anak transisi ke SMU.
-Anak akan lebih mandiri dan mampu mengelola pilihan
-Belajar bekerjasama dengan orang baru
-Belajar hal baru, juga keterampilan spesifik
-Bisa mempersiapkan anak untuk hidupnya kelak setelah menyelesaikan sekolah (life after school)

Sumber belajar lanjutan dari AAWA (bisa diakses)
-Autism apps website
-Teacher autism toolbox
-Kontak AAWA di facebook, youtube, linkedin dan website.

Catatan oleh: Margaretha
Ketua Forum Peduli Autisme Jawa Timur (6 Juni, 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun