Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Trauma KDRT dan Dampaknya Sepanjang Usia Perkembangan Anak-Remaja

28 April 2020   14:58 Diperbarui: 4 Desember 2021   10:33 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan pada individu masa remaja tengah-akhir (15-18 tahun), kemampuan berpikir secara formal telah berkembang sehingga lebih mampu melakukan perencanaan tentang masa depan yang lebih realistis. Secara personal, mereka berproses untuk mengembangkan identitas dan kemandirian, seiring dengan ini remaja juga mengalami tuntutan peran baru baik secara seksual, psikologis dan sosial sebagai individu yang berproses menuju kedewasaan. Kesuksesan dalam proses ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri-nya (self confident). Didukung dengan kedewasaan berpikir, remaja dalam tahap ini lebih mampu mengendalikan emosi dan perasaannya daripada remaja awal (Vernon, 2009).

Pada usia ini, remaja masih melakukan perilaku yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku. Contohnya: mengetahui bahwa ia belum siap melakukan perilaku seksual, namun ketika diminta oleh pacarnya akhirnya mau melakukan perilaku seksual. Hal ini terjadi bukan karena keterbatasan kognitif sehingga mereka tidak mampu berpikir tentang alternatif lain, namun lebih dikarenakan keterbatasan pengalaman sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang kurang tepat.

Berbagai penelitian menunjukkan remaja yang menyaksikan KDRT menunjukkan banyak persoalan dalam relasi sosialnya, mereka mengalami kesulitan membentuk relasi intim yang sehat baik dengan teman sebaya maupun dengan teman dalam relasi intimnya (Levendosky, Huth-Bocks, & Semel, 2002).

Remaja yang menyaksikan KDRT ditemukan memiliki masalah kelekatan sosial terutama munculnya sikap sosial menjauh (avoidant attachment style) yang berarti bahwa mereka memiliki tingkat kepercayaan sosial yang rendah pada orang lain (Levendosky dkk., 2002).

Hal ini terjadi karena mereka menghidupi-ulang kesan/sikap/tindakan yang telah dipelajari dari keluarganya di masa kecil ke dalam relasi sosial masa dewasanya.

Berbagai riset menemukan trauma masa remaja berhubungan dengan munculnya tindakan kekerasan oleh laki-laki pada pasangannya di masa dewasa. Edleson (1999) menyatakan bahwa pengalaman menyaksikan kekerasan dalam keluarga dapat digunakan menjadi prediktor atas kemunculan perilaku KDRT pada laki-laki dan prediktor atas pengalaman viktimisasi pada laki-laki dan perempuan dalam suatu relasi intim di masa dewasa. Anak laki-laki yang pernah mengalami atau melihat KDRT lebih mungkin melakukan kekerasan dan penelantaran pada pasangannya kelak.

Remaja yang hidup di lingkungan KDRT ditemukan memiliki tingkat persepsi kontrol diri yang rendah dan distress personal, serta melakukan perilaku beresiko seperti eksperimentasi dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan (Goldblatt, 2003).

Namun perlu dipahami, tidak semua anak dan remaja yang mengalami dan atau menyaksikan KDRT akan memiliki masalah atar perilaku kekerasan. Mereka juga dapat menunjukkan sikap dan perilaku positif untuk membantu atau memberikan dukungan emosional dan dukungan praktis untuk Ibu atau korban kekerasan lainnya di keluarga. Anak dan remaja ini juga memunculkan perilaku merawat ibu, adik atau saudara sekandungnya. Ia bisa mengembangkan sikap melindungi anggota keluarga keluarga, walaupun sebenarnya pemahamannya tentang persoalan keluarga masih belum utuh.

Sayangnya, terkadang tindakan-tindakan prososial ini bisa memperburuk tekanan trauma KDRT bagi remaja. Ia menjadi lebih matang terlalu cepat. Tekanan harus segera "dewasa" membuat beban psikologis remaja bertambah, terutama ketika ia mengambil alih tanggung-jawab perlindangan dan pengasuhan dari orang dewasa di keluarganya.

Simpulan

Dalam penanganan kasus KDRT, penting diperhatikan secara seksama bagaimana dinamika psikologis masing-masing individu anak dan remaja dalam menghadapi pengalaman KDRT. Pemahaman atas dinamika psikologis korban serta memperhatikan tahapan perkembangan psikologisnya akan membuahkan model intervensi individual yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak. Dengan pendekatan kontekstual ini, maka kita dapat membantu proses intervensi dan pemulihan korban anak-remaja menjadi lebih optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun