Malam hari.
Sardan dan Meiske tengah tidur pulas dalam kamar. Ruangan gelap.
Sardan membuka mata ketika ia merasa ada angin aneh menyapu wajahnya. Sesaat ia terdiam. Menduga-duga dari mana embusan angin itu berasal. Lalu, hidung Sardan mengendus wewangian aneh. Pelan, Saran memegang tengkuknya. Bulu kuduknya terasa merinding.
Sardan masih rebah sembari memeluk tubuh istrinya ketika ia menyadari ada sosok putih berkelebat. Sosok asing itu langsung menuju lemari besi tempat ia menyimpan batu-batu akiknya.
Dada Sardan berdebar. Malingkah? Tapi, mengapa pencuri berjalan melayang?
Pelan Sardan mengangkat kepalanya memperhatikan sosok putih yang berada di depan lemari besinya.
Ia kemudian mendengar sosok serbaputih itu membuka lemari besinya. Tanpa kesulitan. Sardan bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana mungkin ia bisa membuka lemari besi itu padahal ia menguncinya dan menyimpan anak kuncinya di tempat lain?
Sardan diam-diam mengganjal kepalanya dengan batal dan terus memerhatikan ulah sesosok serbaputih itu. Ia melihat makhluk itu mengambil tas berisi batu-batu akiknya. Terdengar suara tumpukan batu-batu akik itu diaduk-aduk.
Dada Sardan makin keras berdebar.
Sekitar lima menit makhluk itu dibiarkan Sardan beraksi. Tak sabar ingin mengetahui siapa yang sedang beraksi dan apa yang diinginkannya, tangan Sardan segera menyentuh saklar listrik.
Lampu pun menyala.
Sardan tak melihat apapun. Tak ada sosok putih yang tengah beraksi dengan batu-batu akiknya. Lemari besinya pun masih terkunci rapat. Pelan-pelan, Sardan turun dari tempat tidur tanpa membangunkan istrinya. Ia penasaran.
Sardan mengambil kunci lemari besinya dan membukanya. Lalu mengeluarkan tas kecil berisi batu-batu akik koleksinya. Tak ada yang aneh.